Investasi di RI Makin Seksi, Ini Buktinya

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 January 2020 15:46
Risiko berinvestasi tersebut juga dicerminkan oleh posisi harga kontrak CDS obligasi pemerintah.
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) berbangga karena rupiah menguat hingga unggul di regional serta menyandang titel menjadi Macan Asia, yang diiringi turunnya risiko investasi di dalam negeri di mata investor global.

Risiko berinvestasi tersebut juga dicerminkan oleh posisi harga kontrak Credit Default Swap (CDS) obligasi pemerintah berdenominasi dolar AS, khususnya tenor 5 tahun.

CDS adalah instrumen keuangan berupa efek turunan (derivatif) atau kontrak yang menjadi jaminan bagi pemilik efek utang (fixed income) tertentu terhadap risiko kredit instrumen tertentu, dalam hal ini obligasi pemerintah Indonesia yang berdenominasi dolar AS. 
Semakin tinggi nilai CDS, maka dapat mencerminkan risiko gagal bayar (default) sebuah instrumen sedang tinggi, sehingga untuk membeli 'asuransi' gagal bayar itu menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan ketika risikonya rendah.
Instrumen yang paling umum dijadikan CDS-nya adalah obligasi daerah (municipal bonds), obligasi negara berkembang, efek beragun aset KPR (EBA-KPR, mortgage backed securities/MBS), dan obligasi korporasi.

Untuk Surat Berharga Negara (SBN), seri yang umum disertai CDS di pasar adalah obligasi pemerintah yang terbit dalam mata uang dolar AS di mana CDS-nya diterbitkan oleh institusi keuangan di luar negeri. Obligasi Indonesia denominasi dolar AS biasa juga disebut Indo Bond.



Saat ini, CDS Indo Bond tenor 5 tahun berada pada 62,91 basis poin (bps) hari ini,  berdasarkan data Refinitiv. Level itu merupakan level terendah sepanjang masa, setidaknya sejak 10 tahun yang lalu. Meskipun menjadi level terendah yang mungkin sepanjang masa, tetapi sebenarnya nilai CDS itu sudah menjadi yang terendah sejak awal November tahun lalu ketika turun hingga di bawah 76 bps.




Ramdhan Ario Maruto, Head of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia, menilai bahwa salah satu faktor penting turunnya risiko yang tercermin dari turunnya CDS adalah kekuatan rupiah menjadi yang terkuat di tiga benua sejak akhir tahun kemarin.

Dia menilai rupiah, atau yang biasa disebut mata uang garuda atau IDR di pasar keuangan global, menjadi penopang penurunan CDS yang masih terjadi hari ini meskipun muncul berita potensi perang antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran tadi pagi.

"IDR (rupiah) kita cukup kuat. (Kasus Iran-AS juga hanya akan menjadi) letupan kecil, (efeknya) sementara kalau menurut saya, jangka pendek," ujarnya hari ini (3/1/29).

Dia juga masih meyakini prediksi tahun ini masih akan positif untuk pasar obligasi negara karena ketegangan perang dagang AS-China sudah hampir rampung dengan penandatanganan perundingan fase 1 pada 15 Januari, dan segera dilanjutkan dengan perundingan fase 2.

Saat ini, pasar obligasi masih terus membukukan penguatan harga dan penurunan tingkat imbal hasil (yield) karena pasar masih akan berlanjut kondusif ke depannya.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah SBN konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.

Tahun ini, keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Untuk FR0082 yang menjadi tenor acuan 10 tahun, Ramdhan menambahkan dirinya memprediksi harga masih akan naik dan menekan yield hingga ke 6,75%-6,85% sepanjang tahun ini. Salah satu faktor yang membuatnya yakin dengan prospek positif pasar tahun ini adalah masih menariknya dan tingginya yield surat utang Indonesia dibanding negara berkembang lain.

"Yield kita termasuk yang paling seksi (dibanding obligasi negara lain)."

Saat ini, obligasi pemerintah rupiah 10 tahun masih melanjutkan reli harga dan membuat yield-nya turun hingga 7,07%.

[Gambas:Video CNBC]



TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/aji) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular