
Reli Tak Terbendung, Harga CPO Masih Bakal Terbang 2020?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 January 2020 15:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tahun 2020 diramal naik terutama untuk kuartal pertama. Faktor penurunan output produksi dan potensi kenaikan permintaan membuat harga CPO diramal naik.
Harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange terus bergerak naik sejak pertengahan Oktober. Muncul kekhawatiran terkait adanya risiko pada output minyak sawit sehingga dapat mengganggu pasokan.
Kabar tersebut membuat harga CPO jelang akhir tahun dan membuat harganya melesat tajam. Bayangkan sejak 14 Oktober hingga hari ini harga CPO telah naik lebih dari 40%. Bahkan harga CPO sempat menyentuh level tertinggi dalam dua tahun melampui level psikologis RM 3.000/ton
Menurut kajian yang dilakukanRefinitiv, untuk periode 2019/2020 (Oktober-September) produksi minyak sawit Malaysia akan turun 2% sementara produksi minyak sawit Indonesia dan Thailand tumbuh moderat di angka 3%. Jika ditotal pertumbuhan output produsen sawit pada periode tersebut hanya tumbuh 1,5% (yoy).
Perlambatan dari sisi output dikarenakan setidaknya oleh enam faktor. Pertama yang jelas adalah faktor musiman. Produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia yang notabene produsen sawit terbesar di dunia biasanya mengalami periode penurunan sejak November hingga Februari.
Selain itu, faktor kekeringan yang melanda turut berpengaruh. Pada periode Oktober 2019- September 2020, beberapa daerah penghasil sawit akan memperoleh distribusi curah hujan yang tak seragam.
Ketiga faktor kabut yang melanda RI, Malaysia dan Thailand pada periode Agustus-September. Kabut tersebut menghalangi terjadinya penyerbukan oleh kumbang sehingga berpotensi besar untuk menurunkan yield.
Menurut kajian Refinitiv, saat ini El-Nino bukanlah momok yang menakutkan, melainkan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang mengkhawatirkan. IOD Positif akan menyebabkan curah hujan yang tinggi di India dan kekeringan di Indonesia. Kekeringan yang berkepanjangan tentu mengganggu produksi.
Faktor kelima yaitu saat harga CPO tertekan, petani cenderung mengurangi penggunaan pupuk. Padahal sawit yang berada di fase prime yielding stage sangat membutuhkan dosis dan konsentrasi pupuk yang tepat.
Jika hal ini tidak dilakukan maka potensi kehilangan output dapat mencapai 42% atau setara dengan 14,5 ton per hektare per tahun.
Harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange terus bergerak naik sejak pertengahan Oktober. Muncul kekhawatiran terkait adanya risiko pada output minyak sawit sehingga dapat mengganggu pasokan.
Kabar tersebut membuat harga CPO jelang akhir tahun dan membuat harganya melesat tajam. Bayangkan sejak 14 Oktober hingga hari ini harga CPO telah naik lebih dari 40%. Bahkan harga CPO sempat menyentuh level tertinggi dalam dua tahun melampui level psikologis RM 3.000/ton
![]() |
Perlambatan dari sisi output dikarenakan setidaknya oleh enam faktor. Pertama yang jelas adalah faktor musiman. Produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia yang notabene produsen sawit terbesar di dunia biasanya mengalami periode penurunan sejak November hingga Februari.
Selain itu, faktor kekeringan yang melanda turut berpengaruh. Pada periode Oktober 2019- September 2020, beberapa daerah penghasil sawit akan memperoleh distribusi curah hujan yang tak seragam.
Ketiga faktor kabut yang melanda RI, Malaysia dan Thailand pada periode Agustus-September. Kabut tersebut menghalangi terjadinya penyerbukan oleh kumbang sehingga berpotensi besar untuk menurunkan yield.
Menurut kajian Refinitiv, saat ini El-Nino bukanlah momok yang menakutkan, melainkan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang mengkhawatirkan. IOD Positif akan menyebabkan curah hujan yang tinggi di India dan kekeringan di Indonesia. Kekeringan yang berkepanjangan tentu mengganggu produksi.
Faktor kelima yaitu saat harga CPO tertekan, petani cenderung mengurangi penggunaan pupuk. Padahal sawit yang berada di fase prime yielding stage sangat membutuhkan dosis dan konsentrasi pupuk yang tepat.
Jika hal ini tidak dilakukan maka potensi kehilangan output dapat mencapai 42% atau setara dengan 14,5 ton per hektare per tahun.
Next Page
Faktor Pendongkrak Harga CPO 2020
Pages
Most Popular