
Saham CPO Banyak Diborong nih, Ternyata Ini Penyebabnya
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
03 January 2020 12:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham produsen minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) bergerak di zona hijau. Sektor agribisnis menjadi penopang penguatan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), naik paling tinggi 0,82% pada sesi I perdagangan hari ini, Jumat (3/1/2020).
Data BEI mencatat, saham-saham produsen CPO yang mengalami penguatan antara lain, saham PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) yang naik 2,08% ke level Rp 980/saham.
Lalu saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) naik 1,96% ke level Rp 14.300/saham. Saham PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) naik 1,96% ke harga Rp 156/saham.
Tak ketinggalan saham PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) yang naik 0,47% ke harga Rp 430/saham dan saham PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) menguat 0,34% ke level Rp 1.455/saham.
Pemicu kenaikan saham-saham produsen CPO yaitu pemangkasan pajak impor minyak sawit oleh India. Ini menjadi katalis yang membuat harga CPO melesat.
Jumat (3/1/2020), harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange berada di level RM 3.120.
Harga CPO memang melesat sejak kuartal terakhir tahun 2019. Pemicunya adalah kondisi lingkungan yang membuat output minyak sawit menjadi lebih rendah di Indonesia dan Malaysia.
Penurunan output terjadi ketika permintaan domestik menguat seiring dengan pemberlakuan program B30 di Indonesia dan B20 di Malaysia.
Harga CPO kembali melesat dan cetak rekor baru tertinggi mengawali perdagangan tahun 2020.
Kebijakan pemangkasan pajak impor di India tersebut diprediksi bakal meningkatkan permintaan minyak sawit India dalam beberapa bulan ke depan.
Pajak impor CPO diturunkan menjadi 37,5% dari 40%, sementara pajak untuk berbagai produk olahan minyak sawit menjadi 45% dari 50%, menurut laporan Reuters.
Revisi pajak menjadi lebih rendah akan diberlakukan untuk hampir semua jenis minyak sawit impor. Indonesia dan Malaysia sebagai dua produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia menjadi diuntungkan dengan kebijakan ini.
"Impor minyak sawit olahan akan melonjak dalam beberapa bulan mendatang karena kesenjangan bea masuk antara minyak mentah dan minyak sawit telah menyempit menjadi 7,5% dari 10% sebelumnya." kata BV Mehta, direktur eksekutif Asosiasi Pelarut Extractors (SEA), sebuah Badan perdagangan yang berbasis di Mumbai.
"Struktur bea masuk yang baru telah membuka keran untuk impor minyak kelapa sawit olahan. Hal itu akan mengganggu industri lokal," kata Mehta. Saat ini SEA telah meminta pemerintah India untuk mempertahankan selisih pada bea masuk antara CPO dan minyak kelapa sawit olahan menjadi 10%, katanya.
Perlu diketahui, India mengandalkan impor untuk memenuhi 70% kebutuhan konsumsi minyak nabati. Jumlah tersebut naik dari 44% pada 2001/02. Menurut data yang dikumpulkan oleh SEA, impor minyak kelapa sawit menyumbang hampir dua pertiga dari total impor minyak nabati India atau setara dengan 15 juta ton.
Minyak sawit kini bersaing dengan minyak kedelai dan minyak bunga matahari di pasar India. India mengimpor soyoil terutama dari Argentina dan Brasil dan minyak bunga matahari dari Ukraina dan Rusia.
(hps/tas) Next Article CPO Cetak Rekor, Berapa Cuan 1 Bulan Saham Emiten Sawit?
Data BEI mencatat, saham-saham produsen CPO yang mengalami penguatan antara lain, saham PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) yang naik 2,08% ke level Rp 980/saham.
Lalu saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) naik 1,96% ke level Rp 14.300/saham. Saham PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) naik 1,96% ke harga Rp 156/saham.
Pemicu kenaikan saham-saham produsen CPO yaitu pemangkasan pajak impor minyak sawit oleh India. Ini menjadi katalis yang membuat harga CPO melesat.
Jumat (3/1/2020), harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange berada di level RM 3.120.
Harga CPO memang melesat sejak kuartal terakhir tahun 2019. Pemicunya adalah kondisi lingkungan yang membuat output minyak sawit menjadi lebih rendah di Indonesia dan Malaysia.
Penurunan output terjadi ketika permintaan domestik menguat seiring dengan pemberlakuan program B30 di Indonesia dan B20 di Malaysia.
Harga CPO kembali melesat dan cetak rekor baru tertinggi mengawali perdagangan tahun 2020.
Kebijakan pemangkasan pajak impor di India tersebut diprediksi bakal meningkatkan permintaan minyak sawit India dalam beberapa bulan ke depan.
Pajak impor CPO diturunkan menjadi 37,5% dari 40%, sementara pajak untuk berbagai produk olahan minyak sawit menjadi 45% dari 50%, menurut laporan Reuters.
Revisi pajak menjadi lebih rendah akan diberlakukan untuk hampir semua jenis minyak sawit impor. Indonesia dan Malaysia sebagai dua produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia menjadi diuntungkan dengan kebijakan ini.
"Impor minyak sawit olahan akan melonjak dalam beberapa bulan mendatang karena kesenjangan bea masuk antara minyak mentah dan minyak sawit telah menyempit menjadi 7,5% dari 10% sebelumnya." kata BV Mehta, direktur eksekutif Asosiasi Pelarut Extractors (SEA), sebuah Badan perdagangan yang berbasis di Mumbai.
"Struktur bea masuk yang baru telah membuka keran untuk impor minyak kelapa sawit olahan. Hal itu akan mengganggu industri lokal," kata Mehta. Saat ini SEA telah meminta pemerintah India untuk mempertahankan selisih pada bea masuk antara CPO dan minyak kelapa sawit olahan menjadi 10%, katanya.
Perlu diketahui, India mengandalkan impor untuk memenuhi 70% kebutuhan konsumsi minyak nabati. Jumlah tersebut naik dari 44% pada 2001/02. Menurut data yang dikumpulkan oleh SEA, impor minyak kelapa sawit menyumbang hampir dua pertiga dari total impor minyak nabati India atau setara dengan 15 juta ton.
Minyak sawit kini bersaing dengan minyak kedelai dan minyak bunga matahari di pasar India. India mengimpor soyoil terutama dari Argentina dan Brasil dan minyak bunga matahari dari Ukraina dan Rusia.
(hps/tas) Next Article CPO Cetak Rekor, Berapa Cuan 1 Bulan Saham Emiten Sawit?
Most Popular