India-Malaysia Panas, Akankah Saham Produsen CPO Bangkit?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 January 2020 15:17
India-Malaysia Panas, Akankah Saham Produsen CPO Bangkit?
Foto: Antara Foto/Akbar Tado/via REUTERS
Jakarta, CNBC Indonesia - Tensi antara India dan Malaysia memanas dalam beberapa waktu terakhir. Ketegangan antar kedua negara muncul setelah sebelumnya Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad mengkritik langkah India yang menginvasi Kashmir dan meloloskan undang-undang kewarganegaraan baru yang dianggap anti-Muslim.

Seperti yang diketahui, pada akhir tahun lalu pemerintah India meresmikan UU Amandemen Warga Negara yang kemudian dianggap anti-Muslim. Melalui UU ini, pemerintah India akan memberikan kewarganegaraan pada imigran ilegal non-Muslim dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan.

Namun, meski memberikan kewarganegaraan pada imigran non-Muslim, UU ini mengharuskan umat Muslim India untuk membuktikan bahwa mereka merupakan warga negara yang sah. Lantas, ada kemungkinan bahwa warga Muslim India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan yang jelas.

Menyusul disahkannya UU tersebut, kerusuhan pecah di India Timur pada Desember lalu, di mana sejumlah demonstran yang menentang UU tersebut terlibat bentrok dengan polisi, sebagaimana dilaporkan Reuters.

UU yang menjadi sumber kericuhan merupakan bagian dari agenda nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi. Kelompok Islam, oposisi, dan kelompok hak asasi manusia menganggap UU tersebut bertujuan untuk memarginalkan umat Muslim di India yang jumlahnya mencapai 200 juta jiwa.

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, PM Mahathir pun tak tinggal diam. Dalam pidatonya di sesi ke-74 Majelis Umum PBB pada 27 September 2019, Mahathir mengatakan bahwa New Delhi telah "menyerbu dan menduduki" Jammu dan Kashmir, wilayah berpenduduk mayoritas Muslim yang juga diklaim oleh Pakistan. Mahathir kemudian dengan tegas mengecam langkah diskriminatif pemerintah India terhadap penduduk Muslim di negaranya.

India pun berang dengan sikap Malaysia. Pada awal tahun ini, para importir minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) India mengumumkan akan menghentikan semua pemesanan dari pemasok utamanya yakni Malaysia.

"Secara resmi tidak ada larangan impor ... tetapi tidak ada yang membeli karena larangan pemerintah," kata seorang sumber yang merupakan pengusaha terkemuka di India kepada Reuters.

"Kami dapat membeli CPO dari Malaysia, tetapi pemerintah telah memberi peringatan, 'jangan datang ke kami jika pengiriman Anda tertahan'. Dan tak ada satu pun yang mau pengirimannya tertahan di pelabuhan," kata seorang trader yang berbasis di Mumbai.
Namun, Mahathir tak bergeming. Walaupun ekspor CPO Malaysia ke India menjadi terhambat, Mahathir menganggap bahwa invasi India di Kashmir dan aksi diskriminatif mereka terhadap umat Muslim merupakan masalah yang lebih besar.

"Kita tentu memperhatikan ini, karena kita menjual minyak sawit ke India. Tetapi di sisi lain, kita harus jujur dan ketika sesuatu hal berjalan buruk, kita harus katakan itu," tegasnya sebagaimana dilansir The Star, Selasa (14/1/2020).

"Jika kita membiarkan hal salah terjadi dan memikirkan tentang uang saja, akan banyak hal salah terjadi."

Untuk diketahui, India merupakan importir CPO terbesar di dunia. Impor komoditas tersebut biasanya paling banyak dilakukan menjelang hari besar bernama Diwali, sebuah festival cahaya yang diperingati setiap tahun dalam kalender Hindu.

[Gambas:Video CNBC]


Hari besar tersebut utamanya dirayakan oleh umat Hindu yang berada di India. Pada tahun lalu, Diwali jatuh pada tanggal 27 Oktober. Perayaan Diwali di India berlangsung selama berhari-hari.

Impor CPO India mencapai dua per tiga dari total impor minyak nabatinya atau setara dengan 9 juta ton per tahun, terutama berasal dari Indonesia dan Malaysia.

Di sisi lain, Malaysia merupakan penghasil dan pengekspor minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. Di Malaysia, industri minyak sawit diketahui menyumbang sekitar 3% dari total Produk Domestik Bruto (PDB).
Memanasnya tensi antara India dan Malaysia berpotensi mengerek kinerja saham-saham emiten CPO. Pasalnya, absennya pasokan dari Malaysia kemungkinan besar akan diminimalisir oleh importir asal India dengan mengalihkan pesanan ke Indonesia yang merupakan penghasil dan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia.

Sebagai informasi, CPO merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia. Pada tahun 2018, Indonesia mengekspor minyak sawit hingga US$ 16,5 miliar atau setara dengan Rp 231,4 triliun.

Menurut Prashanth Parameswaran, Editor Senior di The Diplomat, implikasi dari boikot yang saat ini tengah berlangsung adalah India kemungkinan akan mengalihkan sumber pasokannya dari Malaysia ke negara lain, seperti Indonesia.

"Sementara itu, India akan tetap memiliki kemampuan untuk terus mengimpor - dan mungkin bahkan mengimpor lebih banyak - minyak kelapa sawit mentah, dari pengekspor utama Indonesia," tulis Parameswaran.

Untuk diketahui, di sepanjang tahun 2020 harga saham emiten-emiten CPO telah membukukan koreksi yang signifikan. Terhitung sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan kemarin (14/1/2020), harga saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) ambruk sebesar 9,43%.

Sementara itu, dalam periode yang sama harga saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) jatuh masing-masing sebesar 7,41% dan 2,37%.

Harga saham emiten-emiten CPO tak lagi bisa menguat seperti yang terjadi pada tahun lalu. Di sepanjang tahun lalu, harga saham AALI dan LSIP melejit masing-masing sebesar 23,26% dan 18,8%, sementara harga saham PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) naik 0,42%.



Pada tahun lalu, kenaikan harga CPO yang signifikan pada semester-II menjadi faktor yang memotori apresiasi harga saham emiten-emiten CPO. Di sepanjang paruh kedua tahun 2019, harga CPO kontrak acuan di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) menguat hingga 56,4%.

Di tahun 2020, harga CPO mulai bergerak turun. Terhitung sejak awal tahun 2020 hingga berita ini diturunkan, harga CPO kontrak acuan melemah 2,69%.



Lantas, potensi membludaknya pemesanan CPO dariĀ India berpotensi menjadi katalis positif bagi saham-saham emiten CPO di Tanah Air.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular