Dana Investor Asing Mengalir Deras, Tahun Ini NPI Surplus?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 December 2019 15:51
Dana Investor Asing Mengalir Deras, Tahun Ini NPI Surplus?
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2018 merupakan tahun yang sulit bagi rupiah. Di sepanjang tahun 2018, melansir kuotasi di pasar spot dari Refinitiv, kurs rupiah melemah hingga 5,97% melawan dolar AS, dari Rp 13.565/dolar AS menjadi Rp 14.375/dolar AS.

Koreksi rupiah yang begitu dalam tersebut tak lain disebabkan oleh defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang begitu dalam. Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa NPI pada tahun 2018 membukukan defisit senilai US$ 7,13 miliar.

Sebagai informasi, NPI sendiri merupakan indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari tanah air. Jika nilainya positif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke tanah air, sementara jika nilainya negatif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke luar Indonesia.

Angka NPI menjadi sangat penting lantaran akan mempengaruhi posisi rupiah di hadapan dolar AS. Kala NPI positif, maka rupiah akan cenderung kuat. Sebaliknya, kala NPI negatif, maka rupiah akan cenderung lemah.

Pada tahun 2018, defisit NPI yang senilai US$ 7,13 miliar tersebut merupakan defisit terdalam sejak tahun 2013.



Namun, jika berbicara mengenai rupiah, sejatinya transaksi berjalan yang merupakan komponen dari NPI bisa dikatakan merupakan unsur yang paling penting.

Secara definisi, transaksi berjalan menggambarkan arus masuk-keluar devisa yang datang dari tiga hal: ekspor-impor barang dan jasa, pendapatan primer, dan pendapatan sekunder.



Pos pendapatan primer meliputi transaksi penerimaan dan pembayaran kompensasi tenaga kerja, beserta dengan arus devisa dari hasil investasi (baik itu investasi langsung, investasi portofolio, maupun investasi lainnya).

Kemudian, pos pendapatan sekunder mencakup penerimaan dan pembayaran transfer berjalan oleh sektor pemerintah dan sektor lainnya. Pos pendapatan sekunder mencakup pula transfer dari tenaga kerja (remitansi).

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.


Di tahun 2010 dan 2011, transaksi berjalan tercatat membukukan surplus. Berdasarkan data yang dipublikasikan Bank Indonesia (BI), transaksi berjalan pada tahun 2010 dan 2011 membukukan surplus masing-masing sebesar 0,67% dan 0,19% dari PDB.

Pada tahun 2012, transaksi berjalan memburuk menjadi defisit senilai US$ 24,4 miliar atau setara dengan 2,65% dari PDB. Transaksi berjalan yang defisit sering disebut dengan istilah current account deficit/CAD.

Pada tahun 2013 kala rupiah akhirnya menembus level psikologis Rp 10.000/dolar AS, CAD yang membengkak menjadi 3,19% dari PDB menjadi biang keladi utamanya.

Di tahun-tahun berikutnya, transaksi berjalan tak pernah lagi membukukan surplus. Bahkan, defisit pada tahun 2018 mencapai 2,93% dari PDB, menandai defisit terparah dalam empat tahun.



[Gambas:Video CNBC]

Di sepanjang tahun 2019 (hingga penutupan perdagangan hari Jumat, 27/12/2019), rupiah menguat 2,99% di pasar spot, dari Rp 14.375/dolar AS menjadi Rp 13.945/dolar AS.

Sejatinya, transaksi berjalan Indonesia tak bisa dikatakan menunjukkan perbaikan di tahun 2019.

Pada kuartal I-2019, BI mencatat CAD berada di level 2,51% dari PDB, jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 1,94% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 2,93% dari PDB. Pada kuartal III-2019, CAD membaik menjadi 2,66% dari PDB. CAD pada kuartal III-2019 juga lebih baik dari yang sebelumnya 3,22% pada kuartal III-2018.


Jika dilihat secara nominal, CAD pada tiga kuartal pertama tahun 2018 adalah senilai US$ 21,3 miliar, sementara di tiga kuartal pertama tahun 2019 nilainya membengkak menjadi US$ 22,5 miliar.

Jadi, perbaikan kinerja rupiah di sepanjang tahun ini tak bisa diatribusikan kepada perbaikan CAD, karena pada kenyataannya CAD justru bertambah parah.

Derasnya aliran modal investor asing yang masuk ke pasar saham dan pasar obligasi Indonesia menjadi faktor yang membuat rupiah perkasa di tahun 2019. Mengutip data yang dipublikasikan RTI, di sepanjang tahun 2019 (hingga penutupan perdagangan hari Jumat) investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 48,3 triliun di pasar saham tanah air.

Aksi beli investor asing tersebut banyak didominasi oleh transaksi di pasar negosiasi, seiring dengan aksi akuisisi dengan nilai jumbo yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing terhadap perusahaan-perusahaan terbuka di Tanah Air.

Pada awal tahun ini, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) selaku bank terbesar kedua di Jepang merampungkan akuisisi atas saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN), yakni dengan mengambil alih 3,33 miliar unit saham BTPN atau setara dengan 56,92% dari total saham BTPN. Nilai dari transaksi yang dieksekusi di pasar negosiasi ini mencapai Rp 14,28 triliun dan kemudian tercatat sebagai beli bersih investor asing di pasar saham Indonesia.

Lebih jumbo lagi, pada April 2019 ada akuisisi PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) dan PT Bank Nasional Parahyangan Tbk (BBNP) oleh Mitsubishi UFJ Financial Group selaku bank terbesar di Jepang yang nilainya mencapai lebih dari Rp 52 triliun. Transaksi tersebut kembali dieksekusi di pasar negosiasi dan dicatat sebagai beli bersih investor asing di pasar saham Indonesia.

Beralih ke pasar obligasi, melansir data yang dipublikasikan oleh Direktoral Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, di sepanjang tahun 2019 (hingga perdagangan hari Kamis, 26/12/2019) investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 171,59 triliun atas obligasi terbitan pemerintah Indonesia.

Seiring dengan derasnya aliran modal investor asing yang masuk ke pasar saham dan obligasi Indonesia, transaksi finansial pun membukukan surplus. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, transaksi finansial membukukan surplus senilai US$ 24,16 miliar. Capaian tersebut jauh lebih baik ketimbang surplus transaksi finansial pada sembilan bulan pertama tahun 2018 yang hanya mencapai US$ 9,24 miliar.

Seiring dengan besarnya surplus transaksi finansial, NPI pada sembilan bulan pertama tahun 2019 mencetak surplus senilai US$ 397 juta, berbanding terbalik dengan posisi pada sembilan bulan pertama tahun 2018 kala NPI mencetak defisit senilai US$ 12,55 miliar.

Lantas, bagaimana dengan prospek NPI untuk keseluruhan tahun 2019?

Apakah akan surplus juga seperti capaian pada sembilan bulan pertama tahun 2019?

Sejauh ini di kuartal IV-2019, dana investor asing tercatat mengalir dengan deras ke Indonesia. Mengutip data yang dipublikasikan RTI, di sepanjang kuartal IV-2019 (hingga penutupan perdagangan hari Jumat) investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 2,8 triliun di pasar saham Tanah Air.

Beralih ke pasar obligasi, melansir data yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, di sepanjang kuartal IV-2019 (hingga perdagangan hari Kamis) investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 35,45 triliun atas obligasi terbitan pemerintah Indonesia.

Sementara itu, transaksi berjalan sejauh ini mendapatkan tekanan yang besar pada kuartal IV-2019.

Di sepanjang kuartal III-2019, neraca perdagangan Indonesia tercatat membukukan defisit senilai US$ 142,81 juta, sementara pada dua bulan pertama di kuartal IV-2019 (Oktober & November), jika ditotal neraca perdagangan Indonesia membukukan defisit senilai US$ 1,16 miliar.


Namun, tetap saja defisit neraca perdagangan Indonesia tak sebanding dengan aliran modal investor asing ke pasar modal tanah air yang mencapai lebih dari Rp 30 triliun.

Pada akhirnya, ada peluang bahwa NPI akan membukukan surplus untuk keseluruhan tahun 2019.

Sebagai informasi, biasanya data NPI untuk periode kuartal IV dan keseluruhan tahun dirilis oleh BI pada bulan Februari. Jika benar bahwa NPI membukukan surplus untuk periode kuartal IV-2019 dan keseluruhan tahun 2019, tentu ini akan menjadi sentimen positif bagi rupiah dalam mengarungi tahun 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular