Kemarahan Jokowi yang Berbuah Hasil, CAD Turun Walau Sedikit

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
10 February 2020 13:02
Kemarahan Jokowi yang Berbuah Hasil, CAD Turun Walau Sedikit
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) seakan tak pernah bosan menyinggung masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang sudah sejak lama menghantui perekonomian Indonesia.

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menegur langsung para Menteri dan banyak menunjukkan beberapa mimik kekecewaannya. Namun, data terakhir menunjukkan beberapa hal yang sedikit menggembirakan.

Defisit neraca transaksi berjalan [CAD/Current Account Deficit] pada 2019 tercatat sebesar US$ 30,4 miliar atau 2,72% dari PDB. Defisit tersebut membaik dibandingkan dengan defisit pada tahun sebelumnya sebesar 2,94% dari PDB di 2018.

Kemarahan Jokowi yang Berbuah Hasil, CAD Turun Walau SedikitFoto: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan ribuan sertifikat hak atas tanah kepada masyarakat di Kulon Progo, Yogyakarta. (Biro Pers Sekretariat Presiden/Rusman)


Data Bank Indonesia (BI), Senin (10/2/2020) menyebutkan perbaikan CAD tersebut terutama ditopang oleh neraca perdagangan barang yang mencatat surplus, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami defisit.

"Neraca perdagangan barang yang mencatat surplus dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat serta defisit neraca perdagangan migas yang menurun," tulis BI dalam keterangannya.

Masalah CAD >> NEXT

Oleh karena itu, perbaikan di transaksi berjalan adalah hal yang wajib. Ada baiknya kita sedikit melihat permasalahan yang menjangkiti transaksi berjalan Indonesia. Berikut adalah komponen pembentuk transaksi berjalan sepanjang 2019:

1. Barang surplus US$ 3,51 miliar.
2. Jasa-jasa defisit US$ 7,78 miliar.
3. Pendapatan primer defisit US$ 33,77 miliar.
4. Pendapatan sekunder surplus US$ 7,63 miliar.

Dari sini saja sudah cetha wela-wela bahwa neraca pendapatan primer perlu menjadi fokus perhatian. Apalagi nilainya lebih parah ketimbang 2018 yang defisit US$ 30,8 miliar.

"Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pembayaran bunga (pemerintah dan swasta non-bank) dan pembayaran atas hasil investasi portofolio. Kondisi tersebut sejalan dengan peningkatan aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio sepanjang 2019," sebut laporan BI.

Selama 2019, investor asing membukukan beli bersih Rp 49,19 triliun di pasar saham. Padahal pada 2018, investor asing melakukan jual bersih Rp 50,75 triliun.

Sementara di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing bertambah Rp 168,38 triliun sepanjang 2019. Pada akhir tahun, porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah 38,57% dibandingkan posisi awal tahun yang sebesar 37,72%.

Ini yang namanya senjata makan tuan. Di satu sisi derasnya arus modal portofolio ini membuat transaksi modal dan finansial surplus. Tingginya surplus transaksi modal dan finansial membuat NPI surplus dan rupiah menguat.

Namun di sisi lain, investasi ini tentu melahirkan kewajiban pembayaran bunga. Investor asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia memang semakin banyak, berarti pembayaran bunga yang mengalir ke luar negeri pun membengkak.

Ternyata ini tidak hanya terjadi di sektor keuangan, di sektor riil pun tingginya Penanaman Modal Asing/PMA (Foreign Direct Investment/FDI) membuat neraca pendapatan primer tekor. Bahkan lebih parah ketimbang portofolio.

Pada 2019, neraca pendapatan investasi langsung defisit US$ 18,28 miliar. Sementara defisit di investasi portofolio 'hanya' US$ 11,19 miliar.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberi konfirmasi. Sepanjang 2019, porsi PMA terhadap total investasi yang masuk adalah 52,26%.

Oleh karena itu, obat untuk mengobati penyakit ini adalah mengurangi ketergantungan terhadap investor asing baik itu di sektor keuangan maupun sektor riil. Investor domestik harus mengambil peran yang lebih besar agar keuntungan investasi yang mengalir ke luar negeri bisa ditekan.


[Gambas:Video CNBC]








Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular