CAD RI Berkurang, Tapi Bukan Berarti Bisa Tenang!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 May 2020 11:40
Ilustrasi Dollar Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) melaporkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal I-2020. Data ini bisa dilihat dari dua kacamata, bisa positif tetapi bisa juga negatif. Tergantung dari mana kita mau melihatnya.

Secara garis besar, NPI pada kuartal I-2020 membukukan defisit US$ 8,5 miliar. Ini adalah hasil dari defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) US$ 3,9 miliar serta defisit transaksi modal dan finansial US$ 2,9 miliar.


Kabar baiknya, defisit transaksi berjalan semakin membaik. Defisit US$ 3,9 miliar setara dengan 1,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ini adalah catatan terendah sejak 2017.



Artinya, pasokan devisa di perekonomian nasional semakin membaik. Ini menjadi modal bagi rupiah untuk melanjutkan penguatan.

Hari ini, rupiah bergerak agak labil. Dibuka stagnan, rupiah kemudian bergerak di 'dua alam' yaitu merah dan hijau.

Namun setelah Maret yang 'ugal-ugalan', rupiah cenderung menguat. Sejak akhir Maret, penguatan rupiah mencapai 9,45%. Luar biasa...




Dengan bekal perbaikan transaksi berjalan, fundamental rupiah semakin kuat. Rupiah punya bekal untuk melanjutkan penguatan.

Namun ada kabar buruk yang menyertai kabar baik tersebut. Meski defisit transaksi berjalan membaik, itu lebih karena perlambatan ekonomi yang membuat impor merosot dalam.

"Perbaikan surplus neraca perdagangan barang disebabkan oleh penurunan impor seiring dengan permintaan domestik yang melambat, sehingga mengurangi dampak penurunan ekspor akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia. Defisit neraca jasa juga membaik dipengaruhi oleh penurunan defisit jasa transportasi sejalan dengan penurunan impor barang, di tengah penurunan surplus jasa travel akibat berkurangnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Di samping itu, perbaikan defisit neraca pendapatan primer sejalan dengan aktivitas ekonomi domestik, turut mendorong penurunan defisit transaksi berjalan," papar keterangan tertulis BI.

Pada kuartal I-2020, impor barang tercatat US$ 37,35 miliar. Turun 13,24% dibandingkan kuartal IV-2019 dan 6,48% dibandingkan kuartal I-2019.

Impor Indonesia sebagian besar adalah bahan baku/penolong dan barang modal. Jadi penurunan impor sama dengan penurunan kinerja industri dalam negeri.

Gelagat ini sudah terbaca sejak rilis Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur. IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia pada kuartal I-2020 adalah 48,8.

PMI menggunakan 50 sebagai titik awal. Kalau berada di bawah 50, artinya industriawan tidak melakukan ekspansi, yang ada malah kontraksi.




Badan Pusat Statistik (BPS) kemudian memberi konfirmasi dalam laporan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020. Industri pengolahan pada periode tersebut hanya mampu tumbuh 2,06%. Jauh di bawah kuartal sebelumnya yaitu 3,66% apalagi periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,85%.



Oleh karena itu, penurunan defisit transaksi berjalan juga menjadi bukti terkini perlambatan ekonomi domestik. Ini tentu bukan sebuah berita gembira.


Kabar kurang sedap berikutnya datang dari kamar sebelah yaitu transaksi modal dan finansial. Ada kalanya pos ini mampu membukukan surplus sehingga bisa menutup 'lubang' di transaksi berjalan dan menyelamatkan NPI.

Namun kali ini, transaksi modal dan finansial tidak bisa membantu, malah ikut memberatkan karena terjadi defisit 2,9 miliar. Alhasil, bukannya menambal malah menambah dalam defisit NPI.

"Defisit transaksi modal dan finansial terutama dipengaruhi oleh defisit investasi portofolio, setelah pada triwulan sebelumnya surplus sebesar US$ 12,6 miliar. Defisit investasi portofolio ini dipicu besarnya aliran modal keluar akibat kepanikan pasar keuangan global terhadap pandemi COVID-19," sebut keterangan BI.


Mengutip data Bursa Efek Indonesia, investor asing mencatatkan jual bersih (net sell) Rp 10,31 triliun di pasar saham pada kuartal I-2020. Ini menjadi yang terbesar sejak kuartal III-2019.



Tidak hanya di saham, investor asing pun melepas kepemilikan di obligasi pemerintah. Sepanjang kuartal I-2020, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) berkurang Rp 108,09 triliun.

Kesimpulannya, tekanan di perekonomian Ibu Pertiwi terjadi di sektor riil dan sektor keuangan. Oleh karena itu, rilis data NPI kuartal I-2020 memberi konfirmasi bahwa Indonesia memang sedang prihatin.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular