Mager Sepekan, Emas Mulai 'Dibuang' Investor?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 December 2019 13:16
Mager Sepekan, Emas Mulai 'Dibuang' Investor?
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global malas gerak alias mager di pekan ini padalah banyak isu yang seharusnya bisa memicu pergerakan besar emas. Apakah ini menjadi tanda emas sudah tidak menarik lagi? Apakah para investor mulai "membuang" emas? 

Sepanjang pekan ini rentang pergerakan emas hanya di kisaran US$ 1.469-1.481/troy ons, sementara pada Jumat (20/12/2019) mengakhiri perdagangan di level US$ 1.477,94/troy ons, melemah 0,07% di pasar spot, menurut data Refinitiv.

Setidaknya data tiga isu utama yang seharusnya membuat emas bergerak besar, baik itu menguat ataupun melemah. 

Isu pertama yang seharusnya bisa membuat harga emas bergerak dengan rentang lebar yakni perang dagang AS-China yang sudah memasuki babak baru dengan kesepakatan dagang fase I pada Jumat (13/12/2019) lalu.

Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Kamis (19/12/2019) mengatakan kesepakatan dagang fase I akan ditandatangani pada awal Januari, ia menambahkan meski masih beberapa pekan ke depan tetapi sudah tidak ada lagi negosiasi.

Hal senada diungkapkan Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence Kudlow di awal pekan ini yang menyebut kesepakatan fase I sudah sepenuhnya selesai, sebagaimana diwartakan Reuters.

Kudlow berharap Presiden Trump dan Presiden Xi Jinping dari China akan menandatangani perjanjian tersebut pada awal Januari. Selepas itu, AS-China akan memulai negosiasi damai dagang fase II. Meski demikian, kabar bagus tersebut belum sanggup menjungkalkan harga emas.



Beralih ke Inggris, risiko terjadinya hard Brexit yang meningkat seharusnya juga bisa "melecut" harga emas. Setelah Partai Konservatif pimpinan Perdana Menteri (PM) Boris Johnson memenangi Pemilihan Umum (Pemilu), ia ingin mengamandemen undang-undang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Withdrawal Agreement Bill).

Jumat kemarin, PM Johnson sudah mengajukan amandemen tersebut ke Parlemen Inggris. Hasilnya mayoritas anggota parlemen setuju, dan akan dilakukan pembahasan lebih lanjut di awal tahun depan.



Dengan amendemen tersebut, Inggris kemungkinan besar akan bercerai dari Uni Eropa (Brexit) pada 31 Januari 2020, dan masa masa transisi keluarnya Inggris dari Uni Eropa berlangsung hingga akhir tahun depan. Amandemen Withdrawal Agreement Bill menghalangi terjadinya perpanjangan masa transisi.
Dengan singkatnya masa transisi, pembahasan perjanjian dagang pun harus dipercepat sehingga PM Johnson bakal melakukan pendekatan lebih keras.

Hal ini memicu kekhawatiran tidak akan ada kesepakatan dagang antara Inggris dan Uni Eropa alias hard Brexit yang bisa mengancam perekonomian Inggris. Hal tersebut semestinya membuat daya tarik emas kembali meningkat. Namun nyatanya, harga emas masih bebal dan tidak banyak bergerak Jumat kemarin.

Mager Sepekan, Emas Mulai 'Dibuang' Investor? Foto: Infografis/Pergerakan Emas Sepekan/Edward Ricardo


Kemudian isu ketiga yakni Presiden AS, Donald Trump yang resmi dimakzulkan oleh House of Representative (DPR) pada hari Rabu waktu setempat. Meski demikian, proses pemakzulan Trump masih belum selesai.

Pengadilan pemakzulan Trump akan digelar Senat AS, yang akan menentukan apakah Presiden AS ke-45 ini harus keluar dari Gedung Putih atau membebaskannya dari dakwaan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan Kongres AS atas dirinya. Dua dakwaan tersebut membuat Presiden Trump dimakzulkan di DPR AS.

Berbeda dengan DPR yang dikuasai Partai Demokrat selaku oposisi, Senat AS dikuasai oleh Partai Republik tempat Trump bernaung. Dari 100 kursi Senat, Partai Republik menguasai 53 kursi, dan untuk memakzulkan Trump dibutuhkan setidaknya 67 suara.

Melihat komposisi Senat AS tersebut, kecil kemungkinannya Trump akan lengser dari kursi AS 1. Tetapi tetap saja dinamika yang terjadi membuat gejolak di pasar.

Dengan banyaknya isu tersebut, emas seakan cuek, dan tetap bergerak di situ-situ saja. (NEXT)

[Gambas:Video CNBC]

Bagaimanapun juga emas merupakan logam mulia yang daya tariknya tidak akan pernah hilang, mungkin hanya menurun. 

Penurunan daya tarik emas biasanya terjadi ketika aset-aset berisiko mengalami penguatan. Dan di pekan ini bursa saham masih menunjukkan penguatan yang membuat emas kurang menarik. 

Bursa saham AS (Wall Street) yang menjadi kiblat bursa global bahkan kembali mencetak rekor tertinggi Jumat kemarin. Dalam sepekan, indeks S&P 500 menguat lebih dari 1,5% dan mencatat penguatan empat pekan beruntun, sementara Indeks Dow Jones dan Nasdaq masing-masing naik 1,2% dan 2,1%.



Fakta emas tidak merosot di kala Wall Street mencetak rekor menjadi indikasi emas masih cukup kuat, dan sedang menunggu momen untuk kembali bergerak, mungkin melesat lagi atau malah akan merosot tajam akibat "dibuang" oleh para investor yeng lebih memilih aset berisko dengan imbal hasil tinggi.

"Perhatian tertuju pada bursa saham yang sedang panas saat ini. Dan masih ada beberapa investor yang membeli emas sebagai aset aman jika bursa saham berbalik turun" kata Bob Haberkorn, ahli strategi pasar di RJO Futures, sebagaimana dilansir CNBC International. 

Status emas sebagai aset aman (safe haven) menjadi salah satu faktor yang membuat harganya meroket di tahun ini. Di awal September, emas mencapai level tertinggi lebih dari enam tahun US$ 1.557/troy ons, tetapi selepas itu terus mengalami koreksi hingga di penghujung tahun 2019.

Tahun 2019 tersisa kurang dari dua pekan, dan pekan depan akan ada Libur Natal. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab mager-nya harga emas. 

"Trader dan investor mengalihkan perhatian mereka ke musim libur, termasuk memperbaiki laporan keuangan mereka. Jadi minat serta volume trading akan menurun dalam beberapa pekan ke depan" kata Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals, sebagaimana dilansir CNBC International. 

Melihat kondisi tersebut, harga emas sepertinya masih akan mager hingga penghujung tahun nanti. 


Meski mengalami koreksi sejak mencapai level tertinggi lebih dari enam tahun US$ 1.557/troy ons di awal September lalu, performa emas di tahun ini masih berkilau. Sejak awal tahun hingga Jumat kemarin, tercatat emas melesat 15,22%. 

Di tahun depan, kilau emas diprediksi belum akan meredup, dan berpeluang melesat lagi hingga ke US$ 1.600/troy ons. 

Analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, menjadi salah satu yang memprediksi harga emas masih akan mencapai level US$ 1.600/troy ons. Alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.

Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain sehingga permintaan bisa meningkat.



UBS Group AG juga memprediksi emas mencapai level yang belum pernah disentuh sejak Mei 2013 itu. UBS melihat Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada tahun 2020 bisa memicu volatilitas emas. Selain itu sikap Presiden Trump yang sering berubah-ubah juga dapat memicu kenaikan harga emas.

"Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Presiden Trump selanjutnya, ia telah mengejutkan kita berulang kali. Kita juga akan melaksanakan Pemilu Presiden, jadi volatilitas di pasar akan tinggi, dan banyak noise" kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, sebagaimana dilansir Bloomberg.

Faktor lain yang membuat emas diprediksi akan kembali melesat adalah sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.

Mengutip Bloomberg, Direktur Citigroup Akash Doshi mengatakan peluang The Fed menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung. 

Oleh karena itu The Fed kemungkinan memangkas suku bunga di tahun depan. Pemangkasan suku bunga tentunya akan berdampak positif bagi emas. Doshi memprediksi harga rata-rata emas dunia berada di level US$ 1.575/troy ons, dan berpotensi ke atas US$ 1.600/troy ons di akhir 2020.


TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular