Harga yang Terus Meroket & Wacana CPO Jadi Avtur

CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
19 December 2019 06:46
Harga yang Terus Meroket & Wacana CPO Jadi Avtur
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) masih bertahan di atas RM 2.800/ton dan masih terus berada di jalur tren naik karena isu peningkatan permitaan dan keterbatasan pasokan karena faktor cuaca. Selain itu, ada wacana pemerintah Indonesia mengembangkan CPO menjadi sumber energi alternatif dalam bentuk B20, B30, B100 bahkan Avtur.

Meski diperdagangkan melemah pada perdagangan kemarin Rabu (18/12/2019), harga CPO kontrak pengiriman Maret 2020 berada pada ke level RM 2.865/ton.

Harga CPO mencatatkan level tertingginya dalam dua tahun pada 10 Desember 2019 di harga RM 2.920/ton. Harga tersebut sama dengan level harga pada Februari 2017.

Faktor yang menggerakkan harga CPO sejak pertengahan Oktober adalah kecemasan dari sisi suplai. Menurut studi yang dilakukan Refinitiv, produksi minyak sawit Malaysia turun 2% untuk periode Oktober 2019-September 2020, dibanding periode yang sama sebelumnya.

Faktor yang menurunkan produksi minyak sawit di antaranya adalah cuaca kering yang berkepanjangan, kebakaran dan kabut, iklim terutama diakibatkan oleh Indian Ocean Dipole (IOD) penggunaan pupuk serta, masalah lahan.

Produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia juga dipengaruhi oleh faktor musiman (seasonality). Dalam tiga tahun terakhir tercatat di kuartal IV terhitung mulai bulan Oktober hingga awal tahun sampai dengan Februari produksi menurun.

Bencana kebakaran hutan dan kabut yang melanda di berbagai wilayah Indonesia seperti di Sumatera dan Kalimantan serta Malaysia dan Thailand bagian selatan menyebabkan penurunan aktivitas penyerbukan. Penurunan aktivitas penyerbukan berdampak pada penurunan yield.

Penjelasan Duta Besar Uni Eropa Soal Larangan Ekspor CPO RI
[Gambas:Video CNBC]

Belakangan upaya untuk memaksimalkan CPO sebagai salah satu alternatif bahan bakar terus digalakkan oleh Indonesia. Selain dalam bentuk program B20, B30 dan B100, pemerintah juga mewacanakan memanfaatkan CPO sebagai pengganti avtur.

Wacana tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pembukaan Musrenbangnas RPJMN 2020-2024 di kompleks Istana Kepresidenan beberapa hari lalu.

"Tidak benar ini, avtur masih impor. Padahal CPO bisa dipindah jadi avtur, kok kita senang impor ya karena ada yang hobinya impor. Karena apa, untungnya gede" kata Joko Widodo

Sebenarnya wacana ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Wacana ini sempat menyeruak di tahun 2016.

Saat ini Pertamina bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengembangkan bahan bakar nabati bioavtur dari minyak sawit. Jenis minyak sawit yang digunakan untuk pembuatan avtur adalah minyak inti sawit atau Palm Kernell Oil (PKO).

Sebagai produsen sawit terbesar di dunia, Indonesia memproduksi 4,72 juta ton PKO tahun lalu dari inti sawit yang tersedia sebanyak 11,36 juta ton. Produksi PKO tumbuh 5,7% (CAGR) sejak tahun 2014.

PKO banyak digunakan di industri oleokimia, pemanfaatannya ditaksir mencapai 2,6 juta ton untuk periode 2019/2020 menurut studi yang dilakukan oleh USDA. PKO digunakan untuk berbagai macam produk mulai dari kosmetik, perawatan tubuh, pembersih perabot rumah tangga hingga produk farmasi.

Sebanyak 80% PKO Indonesia yang diekspor dalam bentuk mentah ke negara seperti China, AS dan Brazil. Sementara produk olahan PKO diekspor ke Uni Eropa, India dan Malaysia.

Jika PKO dimanfaatkan untuk jadi avtur akan memberikan nilai tambah bagi komditas ini dan tentu baik bagi perekonomian karena selain dapat mengurangi impor tetapi juga akan ada hilirisasi industri berbasis komoditas unggulan Indonesia.

Perkembangan terakhir, Pertamina dan ITB akan melakukan uji coba avtur nabati di kilang Refinery Unit IV Cilacap. Rencananya uji coba menggunakan minyak inti sawit (PKO)tersebut akan dilakukan pada Februari 2020 mendatang.

Guru Besar Teknik Reaksi Kimia dan Katalis (TRKK) ITB Subagjo mengatakan pihaknya telah mengembangkan uji coba perdana (pilot project) avtur nabati di ITB. "Nanti Februari kami diberi kesempatan oleh Pertamina untuk uji coba skala komersial," katanya, pada September lalu, melansir CNN Indonesia.

Subagjo melanjutkan, pada uji coba tersebut, produksi avtur di RU IV Cilacap dialokasikan untuk bioavtur sekitar 2-5 persen. Jadi memang penggunaan minyak sawit untuk avtur memiliki banyak manfaat. Penggunaan bahan bakar nabati untuk industri pesawat terbang sebenarnya bukan hal yang baru. Bahkan beberapa pesawat sudah menggunakan bioavtur sebagai bahan bakar campurannya. Salah satu contohnya adalah maskapai Finlandia Finnair.

Melansir Aviationweek, Finnair terbang dari San Francisco ke Helsinki pada awal Agustus lalu menggunakan bahan bakar nabati. Penerbangan dengan Airbus A330 ini menggunakan campuran 12% bahan bakar nabati

Tak hanya Finnair, maskapai penerbangan Mesir juga memesan pesawat yang menggunakan bahan bakar nabati. Pada Juli 2019, pabrikan pesawat AS, Boeing menerbangkan pesawatnya Dreamliner 787-9 dari Seattle ke Kairo menggunakan bahan bakar nabati. Penerbangan sejauh 10.973 kilometer untuk Egypt Air merupakan penerbangan 787 terpanjang yang dilakukan menggunakan bahan bakar nabati.

Dua tahun lalu bahkan maskapai tanah air Lion Air sudah bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) untuk mengembangkan dan melakukan uji coba pemanfaatan bioavtur.

Namun, semuanya masih sekedar uji coba. Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan sebelum menerapkan bioavtur pastinya pemerintah akan uji coba terlebih dulu dengan mesin pesawat. Sama halnya saat menerapkan B20 atau B30 yang diujicoba sampai ke alat-alat berat.

Tapi Joko belum bisa memastikan kapan uji coba akan dilaksanakan, "Nanti, pokoknya secepatnya," kata dia.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular