
Saling Gugat RI Vs Uni Eropa, Mau Perang Dagang?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 December 2019 14:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah Amerika dan China yang terlibat kisruh dagang, kini Indonesia dan blok Uni Eropa (UE) terancam masuk ke dalam pusaran konflik dagang. Masalahnya masih tentang diskriminasi produk sawit Indonesia di pasar Eropa, hingga soal larangan ekspor bijih nikel. Indonesia akan menggugat Eropa soal diskriminasi sawit, sedangkan Eropa menggugat Indonesia ke WTO soal larangan ekspor bijih nikel.
Jika dirunut dari awal, perselisihan ini terjadi ketika Uni Eropa menetapkan countervailing (tarif ganti rugi atas subsidi pemerintah) sebesar 8% - 18% untuk produk impor biodiesel bersubsidi dari Indonesia.
Countervailing merupakan penambahan biaya masuk impor untuk menanggulangi berbagai kecurangan dalam aktivitas perdagangan. Hal ini diatur dalam WTO melalui GATT Article IV dan GATT Agreement on Subsisidies and Countervailing Duties.
Kala itu Indonesia diduga telah melakukan kecurangan dengan memberikan subsidi pada komoditas kelapa sawit dan berbagai produk turunannya. Subsidi yang diberikan membuat harga komoditas untuk ekspor menjadi lebih murah dan kompetitif.
Indonesia merespons, melakukan langkah retaliasi dengan mengenakan tarif 20% - 25% untuk produk susu dari UE. Langkah ini juga direspons keras oleh UE awal tahun ini.
Puncak konflik terjadi saat UE mengesahkan Renewable Energi Directive (RED) II pada 13 Maret 2019. Selanjutnya Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksanaan RED II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam komoditas yang memiliki indirect land use change (ILUC) berisiko tinggi.
Akibat dari peraturan tersebut, biodiesel yang berbahan dasar minyak sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE. UE menjalankan kebijakan tentang bahan bakar nabati sebagai bentuk komitmen mereka dalam melawan perubahan iklim sesuai yang tertera dalam Perjanjian Paris 2015.
Melihat aksi tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap UE di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 9 Desember 2019.
Gugatan tersebut diajukan terhadap kebijakan Renewable Energiy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE karena dinilai mendiskriminalisasi produk kelapa sawit Indonesia.
"Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada UE sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan. Keputusan ini dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam negeri dengan asosiasi/pelaku usaha produk kelapa sawit dan setelah melalui kajian ilmiah, serta konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya," ungkap Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam keterangan persnya, Minggu (15/12).
Jika dirunut dari awal, perselisihan ini terjadi ketika Uni Eropa menetapkan countervailing (tarif ganti rugi atas subsidi pemerintah) sebesar 8% - 18% untuk produk impor biodiesel bersubsidi dari Indonesia.
Countervailing merupakan penambahan biaya masuk impor untuk menanggulangi berbagai kecurangan dalam aktivitas perdagangan. Hal ini diatur dalam WTO melalui GATT Article IV dan GATT Agreement on Subsisidies and Countervailing Duties.
Indonesia merespons, melakukan langkah retaliasi dengan mengenakan tarif 20% - 25% untuk produk susu dari UE. Langkah ini juga direspons keras oleh UE awal tahun ini.
Puncak konflik terjadi saat UE mengesahkan Renewable Energi Directive (RED) II pada 13 Maret 2019. Selanjutnya Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksanaan RED II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam komoditas yang memiliki indirect land use change (ILUC) berisiko tinggi.
Akibat dari peraturan tersebut, biodiesel yang berbahan dasar minyak sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE. UE menjalankan kebijakan tentang bahan bakar nabati sebagai bentuk komitmen mereka dalam melawan perubahan iklim sesuai yang tertera dalam Perjanjian Paris 2015.
Melihat aksi tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap UE di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 9 Desember 2019.
Gugatan tersebut diajukan terhadap kebijakan Renewable Energiy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE karena dinilai mendiskriminalisasi produk kelapa sawit Indonesia.
"Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada UE sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan. Keputusan ini dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam negeri dengan asosiasi/pelaku usaha produk kelapa sawit dan setelah melalui kajian ilmiah, serta konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya," ungkap Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam keterangan persnya, Minggu (15/12).
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular