
La Nina Bawa CPO Melesat 2,5%, Bersiap ke RM 3.000/Ton Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) melesat di pekan ini akibat adanya risiko penurunan produksi, sementara permintaan perlahan mulai membaik.
Berdasarkan data Refinitiv, CPO di pekan ini menguat 2,5% ke 2.942 ringgit (RM) per ton. Artinya, CPO kini sudah sangat dekat dengan level RM 3.000/ton.
Reuters di pekan ini melaporkan output CPO Malaysia pada 1-20 Oktober diperkirakan turun antara 4% dan 8% dari September. Asosiasi Minyak Sawit Malaysia juga memperkirakan produksi selama 1-20 Oktober turun sekitar 8% dari periode yang sama bulan sebelumnya.
"Harga minyak sawit mentah masih berada di jalur penguatan sebagai akibat dari kenaikan harga minyak untuk konsumsi, kenaikan permintaan di bulan Oktober dan ekspektasi produksi yang lebih rendah secara lokal" kata Marcello Cultrera, manajer penjualan institusi di Phillip Futures, mengutip Reuters.
Produksi minyak sawit ke depan juga dipengaruhi oleh fenomena iklim La Nina.
La Nina diperkirakan bakal melanda kawasan tropis pasifik terutama di Indonesia dan Malaysia sebagai produsen terbesar kelapa sawit dunia mulai Oktober sampai akhir tahun. Hujan lebat masih akan berlanjut sampai setidaknya Februari tahun depan.
Selain fenomena La Nina yang bisa memicu banjir, pelaku pasar juga mengantisipasi adanya kekurangan tenaga kerja di sektor perkebunan sawit terutama di Malaysia yang menerapkan pembatasan mobilitas publik ketat untuk menekan penyebaran wabah Covid-19.
Curah hujan yang berlebih dan banjir bisa mengganggu bahkan merusak hasil panen, sehingga konsekuensinya adalah penurunan output.
Di saat yang sama ekspor Malaysia pada 1-20 Oktober justru mengalami kenaikan hingga 4% dibanding periode yang sama September lalu.
Dalam laporan risetnya, Refinitiv menyebut impor minyak sawit dari tujuan utama (China dan India) pada musim 2020/21 diperkirakan akan sedikit meningkat dari musim lalu. Namun permintaan dari Benua Biru kemungkinan akan turun 8,5% karena kebijakan biodiesel dan pangan baru.
Refinitiv mematok impor India pada tahun pemasaran 2020/21 naik 4,8% menjadi 8,7 juta ton. China sebagai negara yang mendorong pemulihan permintaan diperkirakan akan menaikkan impor sebesar 3% menjadi 6,9 juta ton.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Dalam Tempo 2 Pekan, CPO Ambrol Lebih dari 12%