Harga CPO Mulai Terbang, Siap-siap ke RM 3.000/ton

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 October 2020 11:22
Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. Kamis (13/9). Kebun Kelapa Sawit di Kawasan ini memiliki luas 1013 hektare dari Puluhan Blok perkebunan. Setiap harinya dari pagi hingga siang para pekerja panen tandan dari satu blok perkebunan. Siang hari Puluhan ton kelapa sawit ini diangkut dipabrik dikawasan Cimulang. Menurut data Kementeria Pertanian, secara nasional terdapat 14,03 juta hektare lahan sawit di Indonesia, dengan luasan sawit rakyat 5,61 juta hektare. Minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi komoditas ekspor terbesar Indonesia dengan volume ekspor 2017 sebesar 33,52 juta ton.
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (CPO) berjangka Negeri Jiran kembali ditransaksikan menguat hari ini, Jumat (23/10/2020). Kenaikan harga CPO tak terlepas dari adanya potensi penurunan output di tengah permintaan ekspor yang naik. 

Pada 10.30 WIB, harga CPO untuk kontrak pengiriman Januari 2021 di Bursa Malaysia Derivatif Exchange menguat 0,41% ke RM 2.955/ton. Harga CPO sudah menguat 6,02% dalam tiga hari perdagangan terakhir. 


Pasar mengharapkan produksi yang lebih rendah bulan ini. Reuters mengabarkan, output pada 1-20 Oktober diperkirakan turun antara 4% dan 8% dari September. Asosiasi Minyak Sawit Malaysia juga memperkirakan produksi selama 1-20 Oktober turun sekitar 8% dari periode yang sama bulan sebelumnya.

Produksi minyak sawit ke depan juga dipengaruhi oleh fenomena iklim La Nina yang berpotensi menyebabkan banjir dan tanah longsor di sentra produksi kelapa sawit global yakni Indonesia dan Malaysia. 

Curah hujan yang berlebih dan banjir bisa mengganggu bahkan merusak hasil panen, sehingga konsekuensinya adalah penurunan output. Di saat yang sama ekspor Malaysia pada 1-20 Oktober justru mengalami kenaikan hingga 4% dibanding periode yang sama September lalu.

Dalam laporan risetnya, Refinitiv menyebut impor minyak sawit dari tujuan utama pada musim 2020/21 diperkirakan akan sedikit meningkat dari musim lalu. Namun permintaan dari Benua Biru kemungkinan akan turun 8,5% karena kebijakan biodiesel dan pangan baru.

Refinitiv mematok impor India pada tahun pemasaran 2020/21 naik 4,8% menjadi 8,7 juta ton. China sebagai negara yang mendorong pemulihan permintaan diperkirakan akan menaikkan impor sebesar 3% menjadi 6,9 juta ton.

Tahun pemasaran baru untuk CPO ditetapkan mulai dari bulan Oktober dan berakhir pada bulan September tahun berikutnya. 

The Economist Intelligence Unit (EIU) telah menurunkan estimasi konsumsi minyak sawit untuk periode 2019/20 menjadi 75,8 juta ton. Angka tersebut masih 2,7% lebih rendah dari konsumsi pada 2018/19 dan menandai penurunan musiman pertama dalam lebih dari tiga dekade terakhir.

Virus Corona baru penyebab Covid-19 berdampak negatif pada konsumsi di sektor makanan dan energi. Namun EIU masih memperkirakan adanya pertumbuhan 3,4% pada tahun 2020/21.

"Pandemi Covid-19 berdampak negatif pada konsumsi di sektor makanan dan energi. Dengan aktivitas ekonomi yang diperkirakan akan pulih kembali pada tahun 2021/22, kondisi permintaan akan membaik, menyebabkan laju pertumbuhan ini meningkat menjadi 4,8%." kata EIUmelansir Reuters.

Menambah sentimen positif untuk harga minyak nabati andalan RI dan Negeri Jiran adalah kenaikan harga minyak nabati substitusinya. Kontrak minyak kedelai dan sawit teraktif di Bursa Komoditas Dalian dilaporkan menguat masing-masing 2,2% dan 2,4%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Baik & Buruk, Harga CPO Cenderung Flat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular