Meroket ke Level Tertinggi 8 Tahun, Harga CPO Masih Cerah?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 November 2020 14:10
ilustrasi kelapa sawit
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) meroket ke level tertinggi dalam 8 tahun terakhir di pekan ini. Ekspektasi meningkatnya permintaan CPO dibarengi dengan penurunan supply, menjadi pemicu kinerja impresif tersebut.

Melansir data Refintiv, CPO sepanjang pekan ini meroket 6,26% ke 3.380 ringgit/ton. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2 Mei 2012. Harga minyak nabati ini sebenarnya mulai meroket sejak pekan lalu, ketika melesat 5,65%. Sehingga dalam 2 pekan terakhir CPO meroket lebih dari 2%.

Penyebabnya, pemilihan presiden AS 3 November lalu yang menunjukkan kemenangan Joseph 'Joe' Biden dari Partai Demokrat, melawan petahana dari Partai Republik, Donald Trump. 

Kemenangan Biden dianggap dapat memberikan stabilitas di pasar, kemudian perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir atau setidaknya tidak memburuk.

Jika hubungan kedua negara membaik, maka perekonomian China akan bangkit kembali. Seperti diketahui, China merupakan salah satu konsumen CPO terbesar di dunia, dengan bangkitnya perekonomian, permintaan CPO tentnya berpeluang meningkat.

Selain kemenangan Biden, vaksin virus corona dari Pfizer yang dilaporkan mampu menangkal virus hingga lebih dari 90% juga membuat prospek pemulihan ekonomi global semakin cerah.

"Hasil pertama dari uji klinis fase tiga uji vaksin mengindikasikan kemampuan vaksin kami untuk mencegah Covid-19," Chairman & CEO Pfizer Albert Bourla dalam pernyataannya, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (9/11/2020).

Selain prospek membaiknya permintaan, tingkat ekspor CPO Malaysia juga sudah mulai menunjukkan kenaikan dalam 2 bulan terakhir. Ekspor di bulan Oktober tercatat naik 8,6% dari bulan sebelumnya, menjadi 1,57 juta ton.

Sementara itu dari sisi supply, Dewan Minyak Sawit Malaysia melaporkan stok di bulan Oktober mengalami kontraksi 8,6% dibanding bulan sebelumnya, menjadi menjadi 1,57 juta ton. Stok tersebut merupakan yang terendah dalam lebih tiga tahun terakhir, atau tepatnya sejak Juni 2017.

Pada periode yang sama, produksi juga mengalami penurunan sebesar 7,8% menjadi 1,72 juta ton akibat cuaca yang tak bersahabat dan kurangnya tenaga kerja di sektor perkebunan kelapa sawit akibat restriksi mobilitas.

Dari Indonesia, dalam siaran pers Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada Kamis (12/11/2020) menunjukkan produksi CPO selama Januari-September 2020 mencapai 34,4 juta ton, atau turun sekitar 4,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Melihat kondisi supply-demand tersebut, Maybank Investment Bank (IB) memprediksi harga CPO akan bertahan di atas 3.000 ringgit/ton dalam jangka pendek. Tetapi Maybank IB melihat ada risiko tertekannya harga CPO di tahun depan melihat kemungkinan rebound produksi.

Tanda-tanda pulihnya produksi CPO juga sudah terlihat di dalam negeri. Di kuartal III-2020, tingkat produksi mulai menunjukkan peningkatan. Pada Juli, produksi CPO sebesar 3,85 juta ton, lalu naik lagi menjadi 4,38 juta ton pada Agustus, dan naik lagi menjadi 4,73 juta ton pada September 2020.

"Produksi minyak sawit Indonesia telah menunjukkan pemulihan yang terlihat dari kenaikan yang konsisten dalam tiga bulan terakhir," ungkap siaran pers GAPKI tersebut.

Maybank IB melihat puncak produksi di Indonesia akan terjadi di kuartal IV-2020, sementara di Malaysia di kuartal III-2020 lalu.

"Harga CPO yang tinggi mencerminkan ketatnya supply, kami memahami Indonesia saat ini akan memasuki puncak produksi sawit kuartal IV-2020, sementara di Malaysia kemungkinan sudah mencapai puncaknya pada kuartal III-2020," tulis analis Maybank IB, sebagaimana dilansir The Star, Jumat (13/11/2020).

"Kami khawatir kenaikan harga tidak akan berkelanjutan, melihat spread yang makin lebar antara CPO dan minyak mentah serta gas, serta adanya prospek kenaikan produksi di tahun 2021," tambahnya.

Maybank IB menaikkan prediksi rata-rata harga jual CPO di tahun ini menjadi 2.660 ringgit/ton, dari sebelumnya 2.400 ringgit/ton. Namun, pada semester I-2021 rata-rata harga jual diprediksi di kisaran 2.500 ringgit/ton, sebelum berisiko tertekan di semester II-2021 akibat potensi peningkatan produksi. Itu artinya, rata-rata harga jual CPO tahun depan akan berisiko lebih rendah dari tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Dalam Tempo 2 Pekan, CPO Ambrol Lebih dari 12%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular