Dari APBN hingga Holding Asuransi, Jiwasraya Masih Boncos!

Pada Periode I 2006-2008, saran dari Bapepam-LK yakni memperbaiki tata kelola internal dan melakukan upgrade terhadap sistem informasi IT.
Pada Periode II, defisit Jiwasraya per 31 Desember 2009 naik lagi mencapai Rp 6,3 triliun. Sebab itu, pada pertengahan tahun 2009, pemegang saham Jiwasraya mengusulkan mengatasi insolvent (kebangkrutan) melalui penyelamatan dengan APBN. Insolven terjadi ketika perusahaan tak mampu melunasi utang dan jumlah utang yang melebihi seluruh jumlah harta kekayaannya.
Bapepam-LK mendukung langkah penyehatan lewat penyelamatan APBN, dengan pertimbangan usaha penyehatan oleh pemerintah selaku pemegang saham menjadi pilihan terbaik untuk mencegah dampak sistemik yang bisa ditimbulkan.
"Namun usulan tersebut tidak terlaksana karena cukup besarnya PMN [penyertaan modal negara] yang dibutuhkan," tulis dokumen tersebut.
Opsi Reasuransi
Pada awal 2010, Jiwasraya menyampaikan alternatif lain berupa model penyehatan jangka pendek dengan mereasuransikan sebagian kewajiban pemegang polis kepada perusahaan reasuransi (metode financial reasuransi) untuk jangka waktu 2 tahun.
Regulator pun menyetujui penggunaan metode tersebut sebagai penyelesaian sementara dan tetap meminta Jiwasraya untuk membuat langkah-langkah penyelesaian permasalahan secara menyeluruh.
Pada 2010, sebagian kewajiban Jiwasraya direasuransikan, sehingga kondisi Jiwasraya menjadi solvent dengan komposisi jumlah kekayaan sebesar Rp 5,5 triliun, jumlah kewajiban sebesar Rp 4,7 triliun (dari yang seharusnya Rp 10,7 triliun) sehingga jumlah ekuitas perusahaan positif (surplus) sebesar Rp 800 miliar.
