Dari APBN hingga Holding Asuransi, Jiwasraya Masih Boncos!

Periode IV 2013-2017, Jiwasraya masih mengalami surplus per 31 Desember 2013 sebesar Rp 1,75 triliun (suplus dikarenakan adanya mekanisme revaluasi aset tanah dan bangunan).
Dengan berakhirnya mekanisme financial reasuransi, pada awal tahun 2013, Jiwasraya mengajukan rencana penyehatan dengan bank BUMN memberikan obligasi rekap sebagai pengganti mekanisme financial reasuransi. Rencana ini tidak dapat berjalan.
Selanjutnya pemegang saham dan Jiwasraya membahas beberapa alternatif penyelesaian. Pada akhir 2013, Jiwasraya menyampaikan pilihan alternatif berupa penilaian kembali aset tanah dan bangunan.
Dengan penilaian kembali aset perusahaan, maka nilai bukunya sebesar Rp 208 miliar, direvaluasi menjadi Rp 6,3 triliun, sehingga Jiwasraya menjadi solvent (surplus), dengan catatan seluruh aset propert iyang telah direvalluasi tersebut diperhitungkan solvabilitas (admitted asset), di mana seharusnya di dalam ketentuan admitted asset untuk tanah dan bangunan maksimum 15% dari nilai total nilai investasinya.
"Selama tahun 2013-2016, perusahaan berjalan dengan cukup baik dan selalu membukukan laba. Namun dari sisi investasi, terdapat dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh manajemen sehingga BPK melakukan audit pada tahun 2015," tulis dokumen tersebut.
Selama tahun 2017, tulis dokumen itu, terdapat peningkatan pendapatan premi yang signifikan pada penjualan produk JS Saving Plan yang memberikan guaranted return (imbal hasil garansi) setara atau bahkan di atas suku bunga deposito.
"OJK telah mengingatkan Jiwasraya untuk mengevaluasi produk Saving Plan dan menyesuaikan guarantee return sesuai dengan kemampuan pengelolaan investasi perusahaan," tulis dokumen itu.
Berdasarkan laporan auditor independen, pencatatan nilai cadangan (kewajiban manfaat polis) perusahaan dikoreksi auditor karena nilainya yang lebih rendah dari tilai yang seharusnya (understated). Akibat koreksi ini, laba perusahaan per 31 Desember 2017 juga terkoreksi dari sebelumnya sebesar Rp 2,4 triliun (unauditted) menjadi sebesar Rp 428 miliar.
