Asing Lepas Saham Bank BUMN, IHSG Letoy 2 Hari Beruntun

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 November 2019 16:43
Asing Lepas Saham Bank BUMN, IHSG Letoy 2 Hari Beruntun
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (14/11/2019), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,08% ke level 6.137,54. Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut sudah bertambah dalam menjadi 1,01% ke level 6.080,19. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG adalah sebesar 0,71%. IHSG ditutup di level 6.098,95.

Koreksi pada hari ini menandai menandai koreksi kedua secara beruntun.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,76%, indeks Hang Seng jatuh 0,93%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,21%.

Asing Ogah Pegang Saham Bank BUMN, IHSG 2 Hari LetoyFoto: Presiden AS Donald Trump bertemu Wakil Perdana Menteri China Liu He di Washington, Kamis (31/1/2019) Foto: REUTERS/Jim Young

Sentimen yang mewarnai perdagangan hari ini memang terbilang negatif. Kini, hubungan AS-China di bidang perdagangan terlihat semakin renggang dan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu sepertinya masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.

CNBC International melaporkan bahwa AS sedang berusaha mendapatkan konsesi yang lebih besar dari China terkait dengan perlindungan kekayaan intelektual dan penghentian praktik transfer teknologi secara paksa.

Sebagai gantinya, AS akan menghapuskan sebagian bea masuk tambahan yang sudah dibebankan terhadap produk impor asal China.

Di sisi lain, Beijing dikabarkan enggan untuk memasukkan komitmen untuk membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah tertentu dalam teks kesepakatan dagang tahap satu.


Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa China setuju untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 50 miliar setiap tahunnya sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.

Perkembangan tersebut lantas melengkapi kabar negatif seputar perundingan dagang AS-China. Sebelumnya, Trump menegaskan bahwa AS akan menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China secara signifikan jika kesepakatan dagang tahap satu tak bisa diteken.

"Jika kami tak mencapai kesepakatan, kami akan secara signifikan menaikkan bea masuk tersebut," kata Trump dalam pidatonya di hadapan para peserta Economic Club of New York.

"Bea masuk akan dinaikkan dengan sangat signifikan. Hal ini akan berlaku untuk negara-negara lain yang juga memperlakukan kita dengan tidak benar," tambahnya.

Untuk diketahui, sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.


Sejauh ini, bea masuk tambahan yang dikenakan oleh masing-masing negara terbukti sudah menghantam perekonomiannya masing-masing. Belum lama ini, pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019 diumumkan di level 1,9% (QoQ annualized), jauh melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (kuartal III-2018) yang mencapai 3,4%.

Beralih ke China, belum lama ini Beijing mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.

Untuk diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Jika perang dagang tereskalasi dan balas-membalas bea masuk antara AS dan China semakin parah, perputaran roda perekonomian keduanya, berikut dengan roda perekonomian dunia, akan semakin lambat.

Lebih lanjut, kondisi di Hong Kong yang semakin panas ikut menjadi faktor yang membebani kinerja bursa saham Asia.

Pada hari Senin (11/11/2019), aksi demonstrasi di Hong Kong kembali terjadi. Seorang perwira polisi Hong Kong bahkan terekam video ketika sedang menembak pendemo yang mengenakan topeng. Polisi itu juga terlihat memukul salah seorang pendemo.

Kejadian selama bentrokan itu disiarkan langsung di Facebook. Akibat demo yang brutal ini, aktivitas selama jam sibuk di Hong Kong menjadi terganggu.

Asing Ogah Pegang Saham Bank BUMN, IHSG 2 Hari LetoyFoto: Demo Hong Kong (REUTERS/Tyrone Siu)


Beberapa jam setelahnya, beredar video kekerasan lain terkait seorang pria yang dikabarkan dibakar hidup-hidup oleh pengunjuk rasa. Kejadian ini terjadi di stasiun kereta bawah tanah Ma On Shan.

Dalam rekaman yang dimuat CNN International, kejadian ini berawal dari adu mulut antara pria tersebut dan pendemo. Para pendemo terlihat meneriakkan kata-kata yang mengusir pria paruh baya tersebut untuk kembali ke China daratan.

Korban pun mencoba membalas pendemo dengan mengatakan "kalian semua bukan orang China". Setelahnya ia pun dikeroyok, disiram dengan cairan yang mudah terbakar dan disulut api.

Pada hari Selasa (12/11/2019), bentrokan terjadi antara aparat kepolisian dengan demonstan di Chinese University of Hong Kong. Melansir BBC, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah demonstran.

Kemarin (13/11/2019), para demonstran melumpuhkan Hong Kong dengan menggelar aksi di kereta bawah tanah dan di jalanan.

Seiring dengan aksi demonstrasi yang semakin panas, pada hari ini pemerintah Hong Kong memerintahkan sekolah-sekolah di sana untuk diliburkan, menandai kali pertama aksi demonstrasi memantik reaksi ini dari pemerintah.

Untuk diketahui, aksi demonstrasi yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan tersebut telah resmi menempatkan Hong Kong dalam periode resesi.


Beberapa waktu yang lalu, Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Melansir World Economic Outlook edisi April 2018 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), Hong Kong merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar ke-35 di dunia. Walaupun tidak sebesar AS dan China yang kini tengah terlibat perang dagang, tentu posisi Hong Kong di tatanan perekonomian dunia tak bisa dianggap sepele.

Bagi Indonesia, Hong Kong merupakan mitra yang sangat penting, terutama untuk urusan investasi. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa realisasi penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) pada tahun 2018 adalah senilai US$ 29,3 miliar, di mana sebanyak US$ 2 miliar datang dari investor asal Hong Kong. Nilai tersebut setara dengan 6,8% dari total realisasi PMA pada tahun 2018.

Di tahun 2019, kontribusi Hong Kong terhadap realisasi PMA semakin signifikan. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, BKPM mencatat bahwa realisasi PMA adalah senilai US$ 21,2 miliar, di mana sebanyak US$ 1,7 miliar atau setara dengan 8,2% disumbang oleh investor asal Hong Kong.

Sektor jasa keuangan yang melemah 0,43% menjadi sektor dengan kontribusi negatif terbesar kedua bagi IHSG pada perdagangan hari ini. Sektor jasa keuangan terkoreksi seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank plat merah.

Per akhir sesi dua, harga saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 0,68% dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terkoreksi 0,51%.

Terhitung dalam periode 28 Oktober hingga kemarin, harga saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sudah anjlok 1,79%, BBRI ambruk 6,38%, dan BBNI terkoreksi 6,07%.

Hingga hari ini, tekanan jual terhadap saham-saham bank BUMN belum juga reda dan sukses membawa IHSG mencatatkan koreksi yang cukup dalam.


Melemahnya harga saham bank-bank plat merah tersebut ditengarai dipicu oleh kekhawtiran bahwa nama-nama di atas dipertimbangkan untuk menyelamatkan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dari permasalahan keuangan yang kini sedang menerpanya.

Kekhawatiran ini kembali mencuat pasca Wakil Presiden Ma'ruf Amin beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 28 Oktober, menemui manajemen Bank Muamalat. Dikabarkan, ada pejabat bank BUMN yang ikut dalam pertemuan tersebut.

Sebelumnya, kekhawatiran bahwa bank plat merah akan didorong untuk menyelamatkan Bank Muamalat sudah mencuat kala ada informasi yang beredar di pasar. Setidaknya, ada dua riset dari sekuritas yang membahas mengenai hal tersebut.

Salah satu riset tersebut menyatakan bahwa bank BUMN telah mengonfirmasi untuk melakukan uji tuntas atau due dilligence dalam rangka melakukan suntikan modal ke Bank Muamalat.

Sementara itu, riset lainnya menyatakan bahwa ada kemungkinan bank BUMN akan membeli sekurititasi dari pembiayaan bermasalah milik Bank Muamalat. Riset tersebut juga menyatakan bahwa akan menjadi preseden buruk bila bank BUMN membantu bank swasta seperti Muamalat.

Untuk diketahui, Bank Muamalat memang bukan merupakan bank BUMN melainkan bank swasta. Malahan, mayoritas kepemilikan Bank Muamalat dipegang oleh investor asing.

Melansir publikasi laporan keuangan periode semester I-2019, sebanyak 32,74% kepemilikan Bank Muamalat dikuasai oleh Islamic Development Bank, 22% dikuasai Bank Boubyan, dan 17,91% dikuasai Atwill Holdings Limited. Ma’ruf Amin sendiri diketahui sempat menjabat sebagai Ketua Dewan pengawas Syariah di bank syariah pertama di Indonesia tersebut.

Saat ini, kondisi keuangan Bank Muamalat memang mengenaskan sehingga wajar jika pelaku pasar ‘menghukum’ saham-saham bank bank plat merah menyusul isu bahwa mereka akan didorong untuk menyelamatkan Bank Muamalat.

Dalam periode Januari-Agustus 2019, berdasarkan laporan yang dipublikasikan perusahaan, laba bersih Bank Muamalat tercatat hanya mencapai Rp 6,57 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya (Januari-Agustus 2018), laba bersih perusahaan mencapai 110,9 miliar. Dalam delapan bulan pertama tahun 2019, laba bersih perusahaan anjlok hingga 94,1% secara tahunan.

Laba bersih yang hanya senilai Rp 6,57 miliar tersebut merupakan perolehan laba bersih terendah dalam delapan bulan pertama yang pernah dicatatkan oleh Bank Muamalat, setidaknya dalam empat tahun terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular