Sah! Lion Air Siap Melantai di Bursa, untuk Apa Dananya?

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
10 October 2019 12:43
Sah! Lion Air Siap Melantai di Bursa, untuk Apa Dananya?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pihak PT Mentari Lion Airlines atau Lion Air Group akhirnya mengakui sedang dalam proses mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Artinya Lion Air akan menjadi maskapai komersial ketiga yang tercatat di BEI setelah Garuda Indonesia, AirAsia Indonesia, dan Indonesia Air Transport.

Corporate Communications Strategic Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro kali ini tidak membantah saat dikonfirmasi terkait rencana tersebut.

"Bahwa benar Lion Air akan melakukan IPO. Saat ini, konsultan masih melakukan analisis situasi," kata Danang kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/10/2019).


Danang lebih lanjut menjelaskan dana tersebut akan digunakan Lion untuk memperkuat struktur keuangan.

"Nantinya, dana tersebut akan dipergunakan untuk memperkuat struktur keuangan perusahaan," tambah Danang.

Namun Danang tidak memberikan jawaban terkait underwriter atau penjamin emisi yang akan menangani IPO Lion Air.

Berdasarkan informasi yang di dapat CNBC Indonesia, ada empat perusahaan sekuritas yang akan menjadi underwriter IPO Lion Air. Keempat penjamin emisi tersebut adalah, PT Mandiri Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, PT MNC Sekuritas dan PT Ciptadana Sekuritas.

CNBC Indonesia, sudah mencoba menghubungi direksi perusahaan sekuritas yang dikabarkan menjadi underwriter IPO Lion Air. Namun hingga tulisan ini dibuat, belum ada respons dari keempat perusahaan tersebut.

Sebelumnya, Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna Setia membenarkan rencana Lion Air. Lion air masuk dalam sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi.

Bila mengacu aturan perusahaan yang akan IPO, tahun buku yang digunakan berlaku 6 bulan terakhir, maka dapat dipastikan, Lion Air paling lambat akan mencatatkan saham perdana di BEI pada Desember tahun ini.

Namun, Nyoman enggan menyebut secara pasti berapa nilai emisi yang ditargetkan Lion Air dalam aksi korporasi ini.

LANJUT HALAMAN 2: Respons pelaku pasar bagaimana?

Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada berpendapat, saat ini biaya bahan bakar menjadi salah satu komponen terbesar dalam struktur biaya operasional maskapai.

Selain itu, maskapai juga punya tantangan untuk meningkatkan jumlah kapasitas penumpang dan rute penerbangan dan dari kebijakan tarif tiket pesawat domestik.

"Industri penerbangan tidak terlepas dari fluktuasi harga minyak mentah, kita lihat biaya tinggi maskapai ada di bahan bakar," kata Reza saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu kemarin (9/10/2019).

Manajemen Lion Air, belum memberikan keterangan lebih lanjut berapa dana yang ditargetkan yang dihimpun dari aksi korporasi ini, pun termasuk potensi dana IPO Lion Air yang dikabarkan Bloomberg sekitar US$ 1 miliar itu.

"Mengenai hal itu, saya belum bisa memberikan keterangan dulu, jika ada info, kami kabari," kata Danang, Rabu (9/10/2019).

Kepala Riset PT Samuel Sekuritas, Suria Dharma berpendapat, di tengah volatilitas dan kondisi pasar seperti sekarang, target Rp 14 triliun untuk emisi akan sulit dicapai. Mengingat, saat ini, pesaing Lion, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang sudah lebih dulu IPO, nilai kapitalisasi pasar atau market cap baru Rp 13 triliun.

Ia juga menyangsikan, target emisi itu akan tercapai. "Logikanya kan IPO hanya sebagian kecil yang ditawarkan. Misal 20%, kalau nilainya Rp 14 triliun berarti nilai perusahaannya beberapa kali nilai emisinya. Sepertinya tidak sebesar itu size Lion," kata Suria kepada CNBC Indonesia, Rabu (9/10/2019).

Menurut Suria, dengan melantai di pasar saham, tidak menjadi jaminan saham Lion Air ke depan akan likuid, mengingat tantangan di industri penerbangan masih berat. Ditambah lagi, kecenderungan industri maskapai yang membentuk oligopoli. "Apalagi performa saham maskapai lainnya saat ini belum terlalu kuat," pungkas Suria Dharma.

Gejolak Pasar
Director Investment Banking PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Mukti Wibowo Kamihadi berpendapat, minat perusahaan melangsungkan IPO pada tahun 2019 masih tetap ada meski situasi pasar belakangan ini belum terlalu kondusif di tengah tekanan dari eksternal maupun domestik.

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara year to date juga masih mencatatkan kinerja negatif 2,76%.

BEI telah mengantongi daftar perusahaan yang akan mencatatkan saham perdana. Ada 29 perusahaan yang siap menjadi emiten di BEI yang rata-rata menggunakan acuan laporan keuangan bulan Juni dan Agustus tahun buku 2019. Dari jumlah itu, salah satu calon perusahaannya adalah Lion Air.

Bila ke-29 perusahaan ini merealisasikan menjadi perusahaan publik di tahun 2019, maka BEI sudah mengantongi setidaknya 69 perusahaan tercatat hingga akhir tahun.

Hingga Rabu kemarin, dengan masuknya perusahaan pengolah logam dan bahan mineral, PT Trinitan Metals and Minerals Tbk (PURE), maka sudah ada 40 perusahaan tercatat dari sejak awal tahun ini.

"Pasar sekarang kondisinya kurang favorable, tapi kita melihat IPO masih ada pasarnya dan itu semua tergantung perusahaan yang akan IPO, apakah bagus industrinya, menarik atau tidak. Banyak faktor yang jadi kunci sukses IPO, pasar adalah salah satunya," kata Mukti Wibowo saat ditemui di BEI, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

LANJUT HALAMAN 2: Seberapa besar Lion Air? Melansir situs resmi perusahaan, Lion Air adalah maskapai penerbangan swasta nasional yang berdiri sejak 15 November 1999 dan pertama kali beroperasi secara komersial pada 20 Juni 2000. Saat itu, perusahaan hanya melayani rute penerbangan Jakarta-Pontianak dengan jumlah 2 unit pesawat tipe Boeing 737-200.

Seiring berjalannya waktu, perusahaan besutan dua bersaudara Rusdi Kirana dan Kusnan Kirana tersebut berekspansi dan sudah melayani 183 rute penerbangan domestik yang tersebar dari sabang sampai Merauke, dan rute internasional di antaranya Singapura, Malaysia, Arab Saudi, dan China.

Lebih lanjut, Lion Air sejatinya merupakan bagian dari Lion Air Group yang menaungi lima operator maskapai lain, yakni Wings Air, Batik Air, Lion Bizjet, Malindo Air, dan Thai Lion Air.

Wings Air alias Wings Abadi Airlines adalah maskapai yang beroperasi sejak 2003 dengan rute penerbangan pertama adalah Medan-Penang dan Pekanbaru-Malaka.

Kemudian, berbeda dengan Lion Air yang merupakan LCC, Batik Air melayani konsumen premium atau dengan kata lain masuk kategori segmen maskapai dengan layanan penuh (full service). Maskapai ini mulai beroperasi sejak tahun 2013 dengan tipe pesawat Boeing 737-900ER.

Pada tahun yang sama, Lion Air Group, merintis maskapai Malindo Air yang berbasis di Malaysia dan Thai Lion Air yang berbasis di Thailand.

Malindo Air merupakan hasil kerja sama Rusdi Kirana dengan National Aerospace and Defence Industries (Malaysia) yang beroperasi dari Bandara Internasional Kuala Lumpur dan Bandara Sultan Abdul Aziz Shah.

Sedangkan Thai Lion Air yang beroperasi di bawah naungan Thai Lion Mentari Co Ltd adalah perusahaan LCC dengan kantor pusat Bangkok, Thailand. Maskapai tersebut mengusung slogan 'Freedom to Fly' dan memiliki 3 tipe pesawat, yakni Boeing 737-900ER, Boeing 737-800 dan Airbus A330-300.

Lalu, mengetahui adanya peluang permintaan untuk masyarakat menengah ke atas, Lion Air Group memperkenalkan Lion Bizjet di tahun 2012 yang fokus bisnisnya adalah penyewaan pesawat jet pribadi dengan layanan 24 jam.

Lion Bizjet saat ini memiliki 2 unit pesawat tipe Hawker Beechraft 900 XP dengan kapasitas 8 orang penumpang dan 1 unit Helicopter EC 135 dengan kapasitas 5 orang penumpang.

Selain bisnis penerbangan, Lion Air Grup juga merambah usaha pengiriman paket melalui Lion Parcel dan usaha perhotelan, yaitu Lion Hotel & Plaza yang berlokasi di Manado.

Di lain pihak, di balik kesuksesan pertumbuhan bisnis Lion Air Group, perusahaan tak lepas dari kesalahan.

Pada 29 Oktober tahun lalu, pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 jenis Boeing 737 Max 8 dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang mengalami kecelakaan yang menewaskan seluruh penumpang serta awak pesawat. Bangkai pesawat ditemukan di lepas pantai utara Laut Jawa, Karawang.

Lalu, beberapa bulan lalu, Malindo Air mengatakan beberapa data pribadi penumpang kemungkinan telah disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

"Tim internal Malindo Air bersama penyedia layanan data eksternal, Amazon Web Services (AWS) dan GoQuo sebagai mitra e-commerce saat ini sedang menyelidiki atas hal tersebut. Malindo Air juga bekerja sama dengan konsultan cybercrime independen, melaporkan kejadian ini dan untuk proses penyelidikan," ujar Malindo dalam press release, Rabu (18/9/2019).

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular