Data China Jelek (Lagi), Risiko Resesi Terkonfirmasi?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 September 2019 10:26
AS Pun Terluka...
Ilustrasi Aktivitas Perdagangan Internasional (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Tidak cuma di China, perang dagang juga telah membuat perekonomian AS melambat. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Atlanta memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal III-2019 hanya 1,5%. Lumayan jauh di bawah pencapaian kuartal sebelumnya yaitu 2%.

UBS, bank asal Swiss, memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal IV-2019 sebesar 1,8% dan kemudian melambat menjadi 0,5% pada kuartal I-2020 dan 0,3% pada kuartal II-2020.

Penyebabnya apa lagi kalau bukan perang dagang dengan China. Bea masuk atas produk made in China membuat harga jual produk di tingkat konsumen menjadi lebih mahal.


Riset US Consumer Technology Association menyebutkan harga telepon seluler naik rata-rata US$ 70, laptop naik US$ 120, dan konsol video game naik US$ 56. Kenaikan harga di tingkat konsumen tentu memberatkan dan membuat daya beli tergerus.

Akibatnya, konsumsi rumah tangga di AS berisiko melambat dan membebani laju pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam. Maklum, konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dari pembentukan PDB AS.

Kalau ekonomi AS melambat, seperti halnya China, seluruh dunia akan ikut merasakannya. Berdasarkan PPP, kontribusi AS terhadap perekonomian global tahun ini adalah 15,03%.

Oleh karena itu, jika AS tidak kunjung baikan dengan China maka risiko resesi bakal kian terbuka. The Fed New York memperkirakan probabilitas resesi terjadi pada Agustus 2020 mencapai 37,93%, tertinggi sejak Maret 2008.



Saat AS dan China sama- sama resesi, maka perekonomian global tidak mungkin bisa lolos. Berdasarkan survei Absolute Strategy Research yang berbasis di London, peluang terjadinya resesi global mencapai 45%. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular