
Suram Sepanjang Hari, IHSG Berakhir Indah di Menit Terakhir
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
23 August 2019 17:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang perdagangan akhir pekan ini, Jumat (23/8/2019) sulit keluar dari perangkap zona merah. Namun sekitar 30 menit sebelum penutupan perdagangan, indeks justru berhasil meloloskan diri dan finis di zona hijau.
Data perdagangan mencatat, pergerakan IHSG kompak dengan mayoritas bursa saham utama di Benua Kuning yang juga mencatatkan kenaikan.
Indeks Shanghai menguat 0,49%, indeks Hang Seng di Hong Kong juga naik 0,5%, indeks Nikkei 225 di Jepang pun naik 0,4%. Sedangkan indeks Straits Times di Singapura dan Kospi di Korsel terkoreksi masing-masing sebesar 0,43% dan 0,14%.
Bursa saham utama Singapura terkoreksi disebabkan rilis data ekonomi yang lagi-lagi jeblok. Data yang dirilis dari Singapura hari ini menunjukkan inflasi Juli tercatat 0,4% year-on-year (YoY), lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya 0,6%, juga lebih rendah dari konsensus 0,55%, berdasarkan data Trading Economics.
Dari grafik di atas terlihat bahwa, memasuki sesi II perdagangan di Bursa Efek Indonesia, IHSG yang menjadi indeks acuan di pasar modal Tanah Air ini mencoba untuk melipir ke zona hijau dan akhirnya melesat di menit-menit terakhir dan mampu ditutup menguat 0,26% menjadi 6.255,6.
Emiten-emiten yang turut mendongkrak kinerja IHSG adalah PT Hotel Mandarine Regency Tbk/HOME (+6,76%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+6,37%), PT Astra International Tbk/ASII (+3,95%), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (2,89%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (+2,63%).
Seperti Kamis kemarin (22/8/2019) kejutan manis dari Bank Indonesia (BI) berupa pemotongan tingkat suku bunga acuan (BI 7-Days Reverse Repo Rate/BI7DRR) tampaknya kurang mampu mendongkrak performa IHSG.
Pasalnya, meskipun BI memutuskan untuk kembali memangkas BI 7DRR sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%, keputusan tersebut bisa menjadi senjata makan tuan apabila bank sentral AS, Federal Reserves/The Fed, justru bersikap agresif (hawkish) dalam kebijakan moneternya, bukan kalem alias dovish.
Hal ini dikarenakan, jika The Fed enggan memangkas Federal Funds Rate/FFR dan maka dolar AS akan mendapat pelumas untuk menguat, di mana ini akan mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia (NPI) makin tertekan.
Untuk diketahui, NPI kuartal kedua tahun ini saja sudah membukukan defisit sebesar US$ 1,98 miliar atau setara dengan Rp 27,72 triliun.
Lalu, bagaimana sinyal dari The Fed?
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Data perdagangan mencatat, pergerakan IHSG kompak dengan mayoritas bursa saham utama di Benua Kuning yang juga mencatatkan kenaikan.
Indeks Shanghai menguat 0,49%, indeks Hang Seng di Hong Kong juga naik 0,5%, indeks Nikkei 225 di Jepang pun naik 0,4%. Sedangkan indeks Straits Times di Singapura dan Kospi di Korsel terkoreksi masing-masing sebesar 0,43% dan 0,14%.
Dari grafik di atas terlihat bahwa, memasuki sesi II perdagangan di Bursa Efek Indonesia, IHSG yang menjadi indeks acuan di pasar modal Tanah Air ini mencoba untuk melipir ke zona hijau dan akhirnya melesat di menit-menit terakhir dan mampu ditutup menguat 0,26% menjadi 6.255,6.
Emiten-emiten yang turut mendongkrak kinerja IHSG adalah PT Hotel Mandarine Regency Tbk/HOME (+6,76%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+6,37%), PT Astra International Tbk/ASII (+3,95%), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (2,89%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (+2,63%).
Seperti Kamis kemarin (22/8/2019) kejutan manis dari Bank Indonesia (BI) berupa pemotongan tingkat suku bunga acuan (BI 7-Days Reverse Repo Rate/BI7DRR) tampaknya kurang mampu mendongkrak performa IHSG.
Pasalnya, meskipun BI memutuskan untuk kembali memangkas BI 7DRR sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%, keputusan tersebut bisa menjadi senjata makan tuan apabila bank sentral AS, Federal Reserves/The Fed, justru bersikap agresif (hawkish) dalam kebijakan moneternya, bukan kalem alias dovish.
Hal ini dikarenakan, jika The Fed enggan memangkas Federal Funds Rate/FFR dan maka dolar AS akan mendapat pelumas untuk menguat, di mana ini akan mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia (NPI) makin tertekan.
Untuk diketahui, NPI kuartal kedua tahun ini saja sudah membukukan defisit sebesar US$ 1,98 miliar atau setara dengan Rp 27,72 triliun.
Lalu, bagaimana sinyal dari The Fed?
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Next Page
Akankah The Fed Dovish atau Hawkish?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular