
The Fed & Bank Indonesia Bikin Grogi, IHSG Ditutup Memerah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 August 2019 16:50

Di sisi lain, penguatan di bursa saham Benua Kuning dibatasi oleh kekhawatiran yang menyelimuti menjelang rilis risalah dari pertemuan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) edisi Juli 2019. Risalah rapat tersebut akan dirilis pada dini hari nanti (22/8/2019) waktu Indonesia.
Ada kekhawatiran bahwa pernyataan bernada hawkish (agresif) akan didapati di dalam risalah tersebut, menyusul komentar hawkish dari Jerome Powell selaku Gubernur The Fed pascamengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu.
Seperti yang diketahui, dalam konferensi pers pasca mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu, Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang dieksekusi pihaknya hanyalah sebuah “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment”.
Powell menjelaskan bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
“Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif,” kata Powell, dilansir dari CNBC International.
“Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat.”
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif dari The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing.
Pada tahun 2018, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015. Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,331%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,871% saja.
Dari dalam negeri, gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) juga membuat pelaku pasar grogi sehingga IHSG harus pasrah menutup perdagangan hari ini di zona merah.
Pada hari ini hingga besok (21-22 Agustus), BI menggelar RDG guna menentukan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Keputusan terkait dengan tingkat suku bunga acuan terbaru akan diumumkan besok.
Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan bahwa BI akan menahan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75%. Dari 13 ekonom yang kami survei, hanya terdapat empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan, yakni sebesar 25 basis poin (bps).
Sekadar mengingatkan, pasca menggelar RDG selama 2 hari pada pertengahan bulan lalu, BI mengumumkan pemangkasan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25bps, dari 6% ke level 5,75%. Pemangkasan tersebut terbilang historis lantaran menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama sejak September 2017. Pada tahun 2018, tingkat suku bunga acuan dikerek naik oleh BI sebesar 175 bps.
Kini, para ekonom justru memproyeksikan bahwa BI akan menginjak rem dengan menahan tingkat suku bunga acuan, walaupun analisis kami menunjukkan bahwa BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, minimal 25 bps.
Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Saat ini perekonomian Indonesia sedang lesu, kurang bergairah.
Pada awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019.
Sepanjang 3 bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.
Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.
Padahal, pada 3 bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.
Jelas dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air. Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Bermain aman sembari menantikan hasil RDG BI, pelaku pasar melepas kepemilikannya atas saham-saham di tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas)
Ada kekhawatiran bahwa pernyataan bernada hawkish (agresif) akan didapati di dalam risalah tersebut, menyusul komentar hawkish dari Jerome Powell selaku Gubernur The Fed pascamengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu.
Seperti yang diketahui, dalam konferensi pers pasca mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu, Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang dieksekusi pihaknya hanyalah sebuah “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment”.
![]() |
“Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif,” kata Powell, dilansir dari CNBC International.
“Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat.”
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif dari The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing.
Pada tahun 2018, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015. Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,331%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,871% saja.
Dari dalam negeri, gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) juga membuat pelaku pasar grogi sehingga IHSG harus pasrah menutup perdagangan hari ini di zona merah.
Pada hari ini hingga besok (21-22 Agustus), BI menggelar RDG guna menentukan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Keputusan terkait dengan tingkat suku bunga acuan terbaru akan diumumkan besok.
Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan bahwa BI akan menahan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75%. Dari 13 ekonom yang kami survei, hanya terdapat empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan, yakni sebesar 25 basis poin (bps).
Sekadar mengingatkan, pasca menggelar RDG selama 2 hari pada pertengahan bulan lalu, BI mengumumkan pemangkasan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25bps, dari 6% ke level 5,75%. Pemangkasan tersebut terbilang historis lantaran menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama sejak September 2017. Pada tahun 2018, tingkat suku bunga acuan dikerek naik oleh BI sebesar 175 bps.
Kini, para ekonom justru memproyeksikan bahwa BI akan menginjak rem dengan menahan tingkat suku bunga acuan, walaupun analisis kami menunjukkan bahwa BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, minimal 25 bps.
Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Saat ini perekonomian Indonesia sedang lesu, kurang bergairah.
Pada awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019.
Sepanjang 3 bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.
Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.
Padahal, pada 3 bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.
Jelas dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air. Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Bermain aman sembari menantikan hasil RDG BI, pelaku pasar melepas kepemilikannya atas saham-saham di tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular