
Berkat Bos BI, IHSG Menghijau Kala Bursa Asia Berguguran
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 July 2019 16:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Kamis ini (18/7/2019) dengan apresiasi sebesar 0,14% ke level 6.403,29. Pascaseharian terombang-ambing di zona hijau dan merah, akhirnya IHSG menutup hari dengan manis. Sweet.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,89%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+7,28%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+2,71%), PT Astra International Tbk/ASII (+0,7%), dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (+5,44%).
Menariknya, IHSG menghijau kala mayoritas bursa saham Asia ditransaksikan melemah.
Potensi memanasnya perang dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Wall Street Journal melaporkan bahwa proses negosiasi dagang AS-China kini mandek lantaran keduanya tak mampu mencapai kata sepakat terkait dengan kasus Huawei, dilansir dari CNBC International.
Seperti yang diketahui, pada bulan Mei Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif.
Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 70 entitas terafiliasi dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Sejatinya usai Trump bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Jepang pada akhir bulan lalu, Trump mengatakan bahwa dirinya akan melonggarkan sanksi yang diberikan terhadap Huawei. Namun, hingga kini AS masih menimbang seberapa besar keringanan yang akan diberikan kepada raksasa pembuat perangkat telekomunikasi asal China tersebut.
Kabar negatif terkait negosiasi dagang AS-China ini datang sehari setelah Trump melempar komentar yang begitu pedas. Dalam rapat kabinet di Gedung Putih yang digelar pada hari Selasa (16/7/2019), Trump menekankan bahwa AS dapat mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar jika diperlukan.
"Ada produk impor senilai US$ 325 miliar yang bisa kita kenakan bea masuk baru jika kita mau," kata Trump, dilansir dari Bloomberg.
Perkembangan yang ada dalam beberapa waktu terakhir sangat mungkin untuk membuat perang dagang kedua negara justru tereskalasi. Jika ini yang terjadi, dampaknya terhadap laju perekonomian dunia dipastikan akan signifikan, mengingat AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Sebagai informasi, pada awal pekan ini biro statistik Negeri Panda mengumumkan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) China periode kuartal II-2019 berada di level 6,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), menandai laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.
LANJUT KE HALAMAN 2>>
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,89%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+7,28%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+2,71%), PT Astra International Tbk/ASII (+0,7%), dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (+5,44%).
Menariknya, IHSG menghijau kala mayoritas bursa saham Asia ditransaksikan melemah.
Potensi memanasnya perang dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Wall Street Journal melaporkan bahwa proses negosiasi dagang AS-China kini mandek lantaran keduanya tak mampu mencapai kata sepakat terkait dengan kasus Huawei, dilansir dari CNBC International.
Seperti yang diketahui, pada bulan Mei Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif.
![]() |
Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 70 entitas terafiliasi dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Sejatinya usai Trump bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Jepang pada akhir bulan lalu, Trump mengatakan bahwa dirinya akan melonggarkan sanksi yang diberikan terhadap Huawei. Namun, hingga kini AS masih menimbang seberapa besar keringanan yang akan diberikan kepada raksasa pembuat perangkat telekomunikasi asal China tersebut.
Kabar negatif terkait negosiasi dagang AS-China ini datang sehari setelah Trump melempar komentar yang begitu pedas. Dalam rapat kabinet di Gedung Putih yang digelar pada hari Selasa (16/7/2019), Trump menekankan bahwa AS dapat mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar jika diperlukan.
"Ada produk impor senilai US$ 325 miliar yang bisa kita kenakan bea masuk baru jika kita mau," kata Trump, dilansir dari Bloomberg.
Perkembangan yang ada dalam beberapa waktu terakhir sangat mungkin untuk membuat perang dagang kedua negara justru tereskalasi. Jika ini yang terjadi, dampaknya terhadap laju perekonomian dunia dipastikan akan signifikan, mengingat AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Sebagai informasi, pada awal pekan ini biro statistik Negeri Panda mengumumkan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) China periode kuartal II-2019 berada di level 6,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), menandai laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.
LANJUT KE HALAMAN 2>>
Next Page
Bos BI Hadir Sebagai Penyelamat
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular