
Sri Mulyani & Wimboh Meminta, Apa BI Bakal Turunkan Bunga?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 June 2019 18:44

Sejumlah pejabat negara sudah menyuarakan wacana agar MH Thamrin mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan. Di antaranya adalah Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Pada saat kondisinya berubah di negara negara maju, termasuk direction kebijakan moneter dan adanya tanda-tanda pelemahan ekonomi, saya rasa BI juga akan melakukan adjustment atau penyesuaian dari stance monetary policy-nya. Bagaimana BI akan melakukan, saya tentu hormati BI karena mereka akan menggunakan policy suku bunga dan makroprudensial," kata Sri Mulyani.
Agak sulit untuk menentukan sikap, apakah sekarang adalah waktu yang tepat bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan atau belum. Masing-masing pilihan punya keuntungan dan risikonya sendiri.
Kalau BI menurunkan suku bunga acuan, dampak positif paling besar adalah (semoga) bunga kredit di perbankan ikut terkoreksi. Dengan begitu, konsumsi rumah tangga dan investasi dunia usaha akan tumbuh lebih cepat.
Jika dua komponen itu perkasa, maka pertumbuhan ekonomi dijamin bakal kencang. Asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 bisa lebih mudah terwujud.
Saat bunga acuan turun, biaya dana penerbitan obligasi (baik pemerintah maupun korporasi) juga bisa ikut berkurang. Artinya, keuangan negara dan perusahaan bakal lebih kuat karena risiko yang menurun. Jika fiskal dan kas korporasi semakin kuat, maka peringkat utang (rating) Indonesia berpeluang terus naik.
Kalau rating Indonesia semakin tinggi, maka posisi di mata pelaku pasar kian kuat sehingga tidak mudah dipojokkan. Biaya dana akan semakin murah.
Namun penurunan suku bunga acuan bukan tanpa risiko. Saat bunga acuan turun dan ekonomi bergeliat, penyakit Indonesia akan kumat lagi yaitu pembengkakan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Maklum, industri dalam negeri belum mampu memenuhi peningkatan permintaan sehingga mau tidak mau harus impor. Impor yang deras tentu membuat transaksi berjalan berdarah-darah.
Sementara transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Jika pos ini bermasalah, maka rupiah pasti bakal goyah.
Apabila rupiah goyah dan cenderung melemah, BI tentu tidak bisa tinggal diam. Sebab menjaga stabilitas nilai tukar adalah salah satu tugas utama BI.
Bagai lingkaran setan, bisa-bisa BI terpaksa harus menaikkan suku bunga acuan lagi demi menarik arus modal di pasar keuangan. Kalau BI sampai menaikkan lagi suku bunga acuan yang baru diturunkan, kredibilitas mau ditaruh di mana?
Jadi, kalau memang BI harus menurunkan suku bunga acuan, yang namanya defisit transaksi berjalan harus diamankan terlebih dulu. Kembali terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden (walau belum pasti 100%, harus menunggu putusan Mahkamah Konstitusi) bisa membawa harapan program reformasi struktural akan berlanjut.
Defisit transaksi berjalan sudah menjadi salah satu prioritas utama di pemerintahan Jokowi pada periode 2014-2019. Jika Jokowi kembali menjadi presiden untuk 2019-2024, semoga upaya perbaikan defisit transaksi berjalan dilanjutkan dan diperkuat.
Namun kalau belum ada jaminan defisit transaksi berjalan bisa dijinakkan, ada baiknya BI melanjutkan kontemplasi. Dipikir-pikir dulu kalau mau menurunkan suku bunga acuan...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
"Pada saat kondisinya berubah di negara negara maju, termasuk direction kebijakan moneter dan adanya tanda-tanda pelemahan ekonomi, saya rasa BI juga akan melakukan adjustment atau penyesuaian dari stance monetary policy-nya. Bagaimana BI akan melakukan, saya tentu hormati BI karena mereka akan menggunakan policy suku bunga dan makroprudensial," kata Sri Mulyani.
Kalau BI menurunkan suku bunga acuan, dampak positif paling besar adalah (semoga) bunga kredit di perbankan ikut terkoreksi. Dengan begitu, konsumsi rumah tangga dan investasi dunia usaha akan tumbuh lebih cepat.
Jika dua komponen itu perkasa, maka pertumbuhan ekonomi dijamin bakal kencang. Asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 bisa lebih mudah terwujud.
Saat bunga acuan turun, biaya dana penerbitan obligasi (baik pemerintah maupun korporasi) juga bisa ikut berkurang. Artinya, keuangan negara dan perusahaan bakal lebih kuat karena risiko yang menurun. Jika fiskal dan kas korporasi semakin kuat, maka peringkat utang (rating) Indonesia berpeluang terus naik.
Kalau rating Indonesia semakin tinggi, maka posisi di mata pelaku pasar kian kuat sehingga tidak mudah dipojokkan. Biaya dana akan semakin murah.
Namun penurunan suku bunga acuan bukan tanpa risiko. Saat bunga acuan turun dan ekonomi bergeliat, penyakit Indonesia akan kumat lagi yaitu pembengkakan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Maklum, industri dalam negeri belum mampu memenuhi peningkatan permintaan sehingga mau tidak mau harus impor. Impor yang deras tentu membuat transaksi berjalan berdarah-darah.
Sementara transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Jika pos ini bermasalah, maka rupiah pasti bakal goyah.
Apabila rupiah goyah dan cenderung melemah, BI tentu tidak bisa tinggal diam. Sebab menjaga stabilitas nilai tukar adalah salah satu tugas utama BI.
Bagai lingkaran setan, bisa-bisa BI terpaksa harus menaikkan suku bunga acuan lagi demi menarik arus modal di pasar keuangan. Kalau BI sampai menaikkan lagi suku bunga acuan yang baru diturunkan, kredibilitas mau ditaruh di mana?
Jadi, kalau memang BI harus menurunkan suku bunga acuan, yang namanya defisit transaksi berjalan harus diamankan terlebih dulu. Kembali terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden (walau belum pasti 100%, harus menunggu putusan Mahkamah Konstitusi) bisa membawa harapan program reformasi struktural akan berlanjut.
Defisit transaksi berjalan sudah menjadi salah satu prioritas utama di pemerintahan Jokowi pada periode 2014-2019. Jika Jokowi kembali menjadi presiden untuk 2019-2024, semoga upaya perbaikan defisit transaksi berjalan dilanjutkan dan diperkuat.
Namun kalau belum ada jaminan defisit transaksi berjalan bisa dijinakkan, ada baiknya BI melanjutkan kontemplasi. Dipikir-pikir dulu kalau mau menurunkan suku bunga acuan...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Pages
Most Popular