
Manufaktur Seluruh Asia Lesu, Dunia Terancam Resesi?
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
03 June 2019 15:57

Hong Kong, CNBC Indonesia - Kegiatan manufaktur terkontraksi di berbagai negara Asia bulan lalu di tengah memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang membangkitkan ketakutan akan melambatnya perekonomian global.
Salah satu indikator pertumbuhan itu sepertinya akan terus melemah dalam beberapa bulan ke depan karena kenaikan bea impor di antara dua raksasa ekonomi itu mulai mengganggu perdagangan global dan merusak keyakinan bisnis serta konsumen. Hal ini menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja dan penundaan investasi.
Beberapa ekonom memperkirakan resesi dunia dan pemangkasan suku bunga di seluruh dunia akan terjadi jika perang dagang gagal diselesaikan pada pertemuan G20 di Osaka, Jepang, akhir Juni ini.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping direncanakan akan bertatap muka di sela-sela pertemuan tersebut, dilansir dari Reuters.
Di China yang merupakan jantung ekonomi Asia, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Caixin/Markit menunjukkan pertumbuhan yang lambat 50,2 setelah data pemerintah pada Jumat lalu menunjukkan terjadi kontraksi.
Namun, proyeksi ke depan tetap suram karena produksi pabrik menurun, harga pabrik stagnan, dan optimisme para pelaku bisnis menurun.
Angka PMI di atas 50 menunjukkan pertumbuhan sedangkan di bawahnya menggambarkan penyusutan atau kontraksi.
PMI ada di bawah 50 di Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Taiwan, berada di bawah ekspektasi di Vietnam, serta tumbuh sedikit di Filipina.
"Guncangan tambahan dari meningkatnya ketegangan perdagangan tidak akan bagus bagi perdagangan global dan jika permintaan di AS, China, dan Eropa terus melambat, yang sangat mungkin terjadi, ini akan memukul Asia secara keseluruhan," kata Aidan Yao, ekonom senior untuk pasar negara berkembang di AXA Investment Managers.
"Dalam hal respons kebijakan moneter, hampir semua negara berlomba-lomba menurunkan suku bunga acuan," lanjutnya.
Bank sentral di Australia dan India diperkirakan menurunkan suku bunga acuannya pekan ini dan beberapa negara lainnya di dunia diperkirakan akan menyusul beberapa pekan dan bulan ke depan.
Ekonom HSBC Jingyan Chen mengatakan angka PMI itu dapat berarti Beijing akan melipatgandakan pelonggaran untuk sektor korporasi swasta.
Kegiatan industri di Uni Eropa diperkirakan akan juga menurun sementara manufaktur di AS diproyeksikan tumbuh stabil meskipun para ekonom memperkirakan pelemahan global akhirnya akan menular ke ekonomi AS.
Futures Fed Funds Rate menunjukkan perkiraan adanya pemotongan suku bunga di September.
JP Morgan memperkirakan bank sentral AS, Federal Reserve, akan memotong suku bunganya dua kali tahun ini. Sebelumnya, bank investasi ini memperkirakan suku bunga akan ditahan hingga akhir 2020.
(dob) Next Article Telisik Turunnya Harga Emas di Saat Meredanya Konflik Global
Salah satu indikator pertumbuhan itu sepertinya akan terus melemah dalam beberapa bulan ke depan karena kenaikan bea impor di antara dua raksasa ekonomi itu mulai mengganggu perdagangan global dan merusak keyakinan bisnis serta konsumen. Hal ini menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja dan penundaan investasi.
Beberapa ekonom memperkirakan resesi dunia dan pemangkasan suku bunga di seluruh dunia akan terjadi jika perang dagang gagal diselesaikan pada pertemuan G20 di Osaka, Jepang, akhir Juni ini.
Di China yang merupakan jantung ekonomi Asia, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Caixin/Markit menunjukkan pertumbuhan yang lambat 50,2 setelah data pemerintah pada Jumat lalu menunjukkan terjadi kontraksi.
Namun, proyeksi ke depan tetap suram karena produksi pabrik menurun, harga pabrik stagnan, dan optimisme para pelaku bisnis menurun.
Angka PMI di atas 50 menunjukkan pertumbuhan sedangkan di bawahnya menggambarkan penyusutan atau kontraksi.
PMI ada di bawah 50 di Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Taiwan, berada di bawah ekspektasi di Vietnam, serta tumbuh sedikit di Filipina.
"Guncangan tambahan dari meningkatnya ketegangan perdagangan tidak akan bagus bagi perdagangan global dan jika permintaan di AS, China, dan Eropa terus melambat, yang sangat mungkin terjadi, ini akan memukul Asia secara keseluruhan," kata Aidan Yao, ekonom senior untuk pasar negara berkembang di AXA Investment Managers.
"Dalam hal respons kebijakan moneter, hampir semua negara berlomba-lomba menurunkan suku bunga acuan," lanjutnya.
![]() |
Bank sentral di Australia dan India diperkirakan menurunkan suku bunga acuannya pekan ini dan beberapa negara lainnya di dunia diperkirakan akan menyusul beberapa pekan dan bulan ke depan.
Ekonom HSBC Jingyan Chen mengatakan angka PMI itu dapat berarti Beijing akan melipatgandakan pelonggaran untuk sektor korporasi swasta.
Kegiatan industri di Uni Eropa diperkirakan akan juga menurun sementara manufaktur di AS diproyeksikan tumbuh stabil meskipun para ekonom memperkirakan pelemahan global akhirnya akan menular ke ekonomi AS.
Futures Fed Funds Rate menunjukkan perkiraan adanya pemotongan suku bunga di September.
JP Morgan memperkirakan bank sentral AS, Federal Reserve, akan memotong suku bunganya dua kali tahun ini. Sebelumnya, bank investasi ini memperkirakan suku bunga akan ditahan hingga akhir 2020.
(dob) Next Article Telisik Turunnya Harga Emas di Saat Meredanya Konflik Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular