
Pasar Obligasi Koreksi, Lelang Sukuk RI Masih Laku Rp 5 T
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
14 May 2019 18:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah koreksi yang terjadi di pasar obligasi, pemerintah berhasil menerbitkan surat utang syariah negara (SBSN/sukuk negara) senilai Rp 5,15 triliun dalam lelang rutin hari ini, Selasa (14/5/2019).
Meskipun ditawarkan di tengah koreksi akibat tekanan sentimen negatif dari perang dagang China-Amerika Serikat, jumlah penerbitan SBSN tersebut masih lebih tinggi daripada nilai penerbitan dalam lelang sukuk negara sebelumnya Rp 5,07 triliun.
Namun, jumlah tersebut masih lebih rendah daripada rerata lelang sukuk negara sejak awal tahun Rp 7,95 triliun dan target indikatif pemerintah Rp 8 triliun.
Koreksi hari ini terjadi sebagai lanjutan dari tekanan sentimen perang dagang.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 5,3 basis poin (bps) menjadi 8,52%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,44 poin (0,18%) menjadi 243,01 dari posisi kemarin 243,46.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 565 bps, melebar dari posisi kemarin 559 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,4% dari posisi kemarin 2,43% di tengah perang dagang.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi 3 bulan-10 tahun yang menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali ekspektasi pelaku pasar bahwa potensi resesi AS semakin dekat.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 959,27 triliun SBN, atau 38,03% dari total beredar Rp 2.522 triliun berdasarkan data per 13 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 66,02 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas yang turun 1,05%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara umum dan penguatan hanya terjadi di China, Filipina, dan India.
Di negara maju, penguatan terjadi di pasar OAT Perancis dan pasar JGB Jepang.
Hal tersebut mencerminkan pasar masih memburu obligasi Jepang yang meskipun memberikan yield negatif tetapi masih dianggap sebagai instrumen yang paling aman di tengah kontraksi pasar keuangan dunia.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/prm) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Meskipun ditawarkan di tengah koreksi akibat tekanan sentimen negatif dari perang dagang China-Amerika Serikat, jumlah penerbitan SBSN tersebut masih lebih tinggi daripada nilai penerbitan dalam lelang sukuk negara sebelumnya Rp 5,07 triliun.
Namun, jumlah tersebut masih lebih rendah daripada rerata lelang sukuk negara sejak awal tahun Rp 7,95 triliun dan target indikatif pemerintah Rp 8 triliun.
Koreksi hari ini terjadi sebagai lanjutan dari tekanan sentimen perang dagang.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 5,3 basis poin (bps) menjadi 8,52%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 14 Mei'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 13 Mei'19 (%) | Yield 14 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 13 Mei'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.516 | 7.548 | 3.20 | 7.4951 |
FR0078 | 10 tahun | 8.034 | 8.066 | 3.20 | 8.0508 |
FR0068 | 15 tahun | 8.527 | 8.58 | 5.30 | 8.559 |
FR0079 | 20 tahun | 8.622 | 8.648 | 2.60 | 8.6172 |
Avg movement | 3.57 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,44 poin (0,18%) menjadi 243,01 dari posisi kemarin 243,46.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 565 bps, melebar dari posisi kemarin 559 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,4% dari posisi kemarin 2,43% di tengah perang dagang.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi 3 bulan-10 tahun yang menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali ekspektasi pelaku pasar bahwa potensi resesi AS semakin dekat.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 14 Mei'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 13 Mei'19 (%) | Yield 14 Mei'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.413 | 2.415 | 3 bulan-5 tahun | 22.5 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.194 | 2.192 | 2 tahun-5 tahun | 0.2 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.152 | 2.155 | 3 tahun-5 tahun | -3.5 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.186 | 2.19 | 3 bulan-10 tahun | 0.5 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.405 | 2.41 | 2 tahun-10 tahun | -21.8 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 959,27 triliun SBN, atau 38,03% dari total beredar Rp 2.522 triliun berdasarkan data per 13 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 66,02 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas yang turun 1,05%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara umum dan penguatan hanya terjadi di China, Filipina, dan India.
Di negara maju, penguatan terjadi di pasar OAT Perancis dan pasar JGB Jepang.
Hal tersebut mencerminkan pasar masih memburu obligasi Jepang yang meskipun memberikan yield negatif tetapi masih dianggap sebagai instrumen yang paling aman di tengah kontraksi pasar keuangan dunia.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 13 Mei'19 (%) | Yield 14 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.79 | 8.9 | 11.00 |
China | 3.315 | 3.296 | -1.90 |
Jerman | -0.074 | -0.07 | 0.40 |
Perancis | 0.328 | 0.324 | -0.40 |
Inggris | 1.101 | 1.109 | 0.80 |
India | 7.413 | 7.363 | -5.00 |
Jepang | -0.047 | -0.048 | -0.10 |
Malaysia | 3.805 | 3.818 | 1.30 |
Filipina | 5.796 | 5.79 | -0.60 |
Rusia | 8.14 | 8.18 | 4.00 |
Singapura | 2.127 | 2.135 | 0.80 |
Thailand | 2.455 | 2.46 | 0.50 |
Amerika Serikat | 2.405 | 2.409 | 0.40 |
Afrika Selatan | 8.46 | 8.505 | 4.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/prm) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular