Mau 01 atau 02, Pilpres Sisakan Noda Hitam Bagi Pasar Saham

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 April 2019 14:50
Mau 01 atau 02, Pilpres Sisakan Noda Hitam Bagi Pasar Saham
Jakarta, CNBC Indonesia - Pesta demokrasi terbesar di Bumi Pertiwi digelar pada hari ini, Rabu 17 April 2019. Pada Pemilihan Umum (Pemilu) tahun ini, pemilihan presiden-wakil presiden dan para anggota legislatif serta anggota dewan perwakilan daerah dilakukan secara serentak.

Sedari pagi hingga siang hari, jutaan masyarakat Indonesia berbondong-bondong menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) guna menggunakan hak pilihnya.

Pada Pemilu tahun ini, akan dipilih sepasang presiden dan wakil presiden, 575 anggota DPR RI, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPR Provinsi, dan 17.610 anggota DPRD Kota/Kabupaten.


Di pasar saham, siapa pun presidennya nanti, gelaran Pemilu pada tahun ini ternyata telah menyisakan noda hitam.

Dalam 5 hari perdagangan terakhir menjelang pencoblosan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tipis sebesar 0,04%.

Lantas, untuk pertama kalinya sejak presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat pada Pemilu 2004 silam, IHSG melemah dalam 5 hari perdagangan terakhir menjelang pencoblosan.

Hingga 5 hari menjelang gelaran pilpres putaran 1 tahun 2004, IHSG menguat sebesar 3,44%. Adapun 5 hari menjelang pilpres putaran 2 di tahun yang sama, IHSG juga melejit 4,09%.

Pada tahun 2004 (putaran 2), pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Muhammad Jusuf Kalla memenangkan pertarungan melawan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi.

Untuk tahun 2009 dan 2014, pilpres hanya digelar 1 putaran. Dalam 5 hari menjelang gelaran pilpres tahun 2009, IHSG menguat 2,79%, sementara di tahun 2014 penguatannya tak berbeda jauh yakni sebesar 2,86%.


Pada pertarungan tahun 2009, SBY berhasil mempertahankan posisi RI-1, namun dengan wakil yang berbeda. Ia didampingi oleh Boediono yang sebelumnya menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI). SBY-Boediono berhasil mengalahkan dua pasangan calon yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Untuk tahun 2014, mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berhasil menempati tahta kepemimpinan tertinggi di Indonesia dengan menggandeng Jusuf Kalla sebagai wakilnya.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>

Dari sisi volume, jumlah unit saham yang ditransaksikan menjelang gelaran pemilu terbilang sangat besar.

Secara rata-rata, volume transaksi harian dalam 5 hari perdagangan terakhir menjelang pencoblosan adalah sebanyak 10,38 miliar unit saham, jauh lebih tinggi ketimbang rata-rata volume transaksi harian sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan kemarin, 16/4/2019) yang sebanyak 9,87 miliar saham.

Jika dibandingkan dengan tahun 2018, maka lonjakan rata-rata volume transaksi harian pada tahun ini bisa dibilang sangat signifikan.

Pada tahun lalu, secara rata-rata hanya terdapat sebanyak 7,09 miliar unit saham yang ditransaksikan setiap hari, berdasarkan perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia atas data yang disajikan Refinitiv.


Secara nilai, rata-rata nilai transaksi harian dalam 5 hari perdagangan terakhir menjelang pencoblosan adalah Rp 9,59 triliun.

Volume transaksi yang melonjak menjelang gelaran pemilu ketika dikombinasikan dengan penurunan IHSG menunjukkan sebuah hal: partisipasi pelaku pasar begitu besar dalam mendorong pelemahan IHSG.

Menjelang pencoblosan, banyak pelaku pasar yang bermain defensif dengan melepas saham-saham di tanah air.

Mode defensif diaktifkan lantaran pelaku pasar ingin melihat terlebih dahulu siapa yang akan keluar sebagai pemenang dalam Pilpres edisi kali ini, apakah pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin atau pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.


Bagi bursa saham, kemenangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin bisa menjadi kado yang sangat indah. Walaupun IHSG selalu membukukan performa yang oke pada tahun pilpres, perlu diingat bahwa hal ini terjadi kala hasil pilpres sesuai dengan proyeksi dari mayoritas lembaga survei.

Untuk pasangan nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, kemenangan mereka sebenarnya tak dapat dikatakan akan menjadi petaka bagi pasar saham tanah air. Namun memang, arah pergerakan IHSG akan sulit ditebak jika pasangan ini yang menang.

Pasalnya, semenjak posisi presiden dan wakil presiden diserahkan untuk dipilih oleh rakyat, pemenangnya selalu yang dijagokan oleh mayoritas lembaga survei.

Berdasarkan laporan terakhir yang dipublikasikan para lembaga survei, kemungkinan besar Joko Widodo-Ma’ruf Amin akan menjadi pemenang dalam gelaran pilpres 2019.

Lembaga Indikator Politik Indonesia belum lama ini merilis survei terbaru soal tingkat elektabilitas antara calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Hasilnya, Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih unggul dengan persentase pemilih 55,4%, sementara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebesar 37,4%.

"Responden yang menjawab tidak tahu atau belum menentukan pilihan (undecided) sebanyak 7,2 persen," tulis hasil survei Indikator Politik Indonesia, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (3/4/2019).

Dilansir dari pemberitaan Detik News tertanggal 12 April, survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan bahwa pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul 19,8% dibanding Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menjelang pencoblosan pada 17 April mendatang.


Survei tersebut dilakukan pada 5-8 April 2019 menggunakan metode stratified multistage random sampling dengan 2.285 responden dari seluruh provinsi di Indonesia.

"Dengan pengukuran langsung dengan pertanyaan seandainya pilpres dilakukan sekarang, maka pasangan Jokowi-Ma'ruf mendapat dukungan sebesar 56,8 persen, lalu Prabowo-Sandiaga sebesar 37 persen, yang belum memilih 6,3 persen," ujar Direktur Riset SMRC Deni Irvani pada hari Jumat (12/4/2019).

Kemudian, Charta Politika juga memprediksi kemenangan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam gelaran pilpres tahun ini.

"Sama seperti di tanggal 8 Juli 2014 lalu, Charta Politika berani membuat prediksi bahwa Jokowi akan memenangkan pilpres dengan rentang 4-8%," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya dalam keterangannya, Sabtu (13/4/2019), dikutip dari Detik News.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>

Menariknya, di tengah pelemahan IHSG, ada dua sektor yang bisa membukukan kenaikan yang begitu signifikan, yakni properti, real estate, dan konstruksi bangunan (1,86%) dan barang konsumsi (1%).

Sementara itu, dua sektor dengan koreksi paling dalam adalah agrikultur (-1,19%) dan industri dasar dan kimia (-2,01%).

Sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan melesat lantaran aksi beli yang dilakukan investor atas saham-saham emiten konstruksi milik pemerintah (BUMN).


Dalam 5 hari perdagangan terakhir menjelang pemilu, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) menguat 5,04%, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) melesat 6,57%, dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) naik 5,43%.

Optimisme terkait dengan pembentukan holding BUMN bidang infrastruktur melandasi aksi beli yang dilakukan investor atas saham-saham BUMN karya tersebut.

Memang, hingga saat ini pemerintah masih belum menuntaskan pembentukan dan payung hukum pendirian holding BUMN bidang infrastruktur. Masih ada sejumlah persoalan terkait legal opinion dari Kejaksaan Agung.


Namun jika benar bisa dieksekusi nantinya, diharapkan kinerja dari ketiga BUMN karya tersebut akan lebih baik.

Khusus untuk ADHI, ada sentimen khusus yang membuat harga sahamnya bisa melesat. Perusahaan menyatakan akan membangun rel kereta layang alias loopline untuk lintasan kereta rel listrik komuter (KRL Commuter Line) di Jakarta. Panjang rel yang akan dibangun mencapai 24 kilometer.

Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto mengatakan, proyek itu bertujuan meminimalisasi terjadinya gangguan akibat perlintasan sebidang yang ada saat ini. Sehingga, jalur kereta KRL akan dibuat secara layang.

"Nilai investasi proyek ini mencapai Rp 15 triliun," ungkap Budi Harto kepada wartawan saat ditemui di Grandhika Hotel, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/4/2019).

Menurutnya, saat ini perusahaan masih membuat rancangan proyek secara detail beserta desainnya sebelum disampaikan kepada pemerintah sebagai penanggung jawab. Tender proyek untuk KRL layang sendiri baru akan dilakukan pada akhir tahun 2019.

"Tahun depan bisa berjalan proyeknya," tambah Budi Harto.

Investor berharap bahwa proyek tersebut bisa meningkatkan kinerja keuangan perusahaan di masa depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular