Ini Dia Kinerja Komoditas Kuartal I-2019, Minyak Juaranya!

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
01 April 2019 16:07
Batu Bara dan Minyak Sawit Merana
Foto: Reuters
Batu Bara


Kuartal I-2019 bukan periode yang baik bagi batu bara.
Bagaimana tidak, sepanjang kuartal I-2019, harga batu bara Newcastle yang sering dijadikan acuan global amblas 9,11%. 
Bahkan rata-rata harga batu bara Newcastle sepanjang periode tersebut menyentuh level US$ 96,67/metrik ton. Lebih rendah 6,06% dibanding tahun 2018 yang mencapai US$ 102,91/metrik ton.
Peningkatan pasokan batu bara domestik di China menjadi salah satu faktor yang paling berpengaruh menarik harga ke bawah. Dalam laporan kuartalan Departemen Industri Australia, tertulis bahwa harga batu bara Newcastle akan terus mengalami tren penurunan hingga tahun 2021.
Pasalnya produksi batu bara di China yang terlihat naik sejak 3 tahun terakhir dapat menurunkan permintaan batu bara impor.
Bahkan kapasitas produksi batu bara di China yang siap diproduksi tahun ini ada sekitar 200 juta ton. Sedangkan masih ada lebih dari 400 juta ton kapasitas yang telah disetujui pemerintah China dan sedang dipersiapkan.
Dengan begitu, produksi batu bara lokal China masih akan terus meningkat, dan impor batu bara thermal China diproyeksikan turun hingga tahun 2024.
Pada tahun 2019, impor batu bara China diprediksi hanya akan sebesar 209 juta ton, turun dari 2018 yang mencapai 216 juta ton. Bahkan pada tahun 2020 juga diprediksi turun hingga 194 juta ton.
Ditambah lagi adanya pembatasan impor batu bara asal Australia yang dilakukan oleh bea cukai Negeri Tirai Bambu membuat rantai pasokan batu bara global terganggu.
Seharusnya, pelemahan harga batu bara akan membebani neraca perdagangan Indonesia. Sebab, komoditas ini merupakan salah satu penyumbang nilai ekspor terbesar.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2018, ekspor batu bara menyumbang lebih dari 15% dari total ekspor nonmigas Indonesia.
Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil/CPO)


Nasib baik juga masih enggan hinggap di komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia ini, CPO.
Sepanjang kuartal I-2019, harga CPO terkoreksi 0,85%. Adapun harga rata-rata pada periode tersebut sebesar MYR 2.195/ton.
Memang, koreksi harganya tidak terlalu dalam. Namun bila dibandingkan dengan kuartal I-2018, di mana kala itu harga rata-ratanya mencapai MYR 2.491/ton, harga CPO telah sudah amblas hingga 11,88%.
Peningkatan stok minyak sawit di Malaysia menjadi penyebab utama yang terus menekan harga minyak sawit sejak akhir tahun 2018. Pasalnya pada akhir tahun 2018, stok minyak sawit Malaysia sudah menyentuh level 3 juta ton, atau tertinggi dalam 2 dekade.
Produksi yang meningkat di tengah permintaan yang masih lesu sudah tentu akan membuat keseimbangan fundamental terganggu. Apalagi adanya pembatasan penggunaan minyak sawit untuk biodiesel di Uni Eropa juga berpotensi memangkas permintaan minyak sawit.
Sama halnya dengan batu bara, minyak sawit juga memegang peranan penting dalam kinerja ekspor Merah Putih. Andil minyak sawit terhadap total ekspor nonmigas sepanjang tahun 2018 mencapai 12%, hanya kalah dari batu bara.

Bagaimana Nasib Emas dan Karet?

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
(taa/tas)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular