
Kena Rugi Kurs, Laba Jababeka Anjlok 52% Jadi Rp 41 M
tahir saleh, CNBC Indonesia
29 March 2019 18:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Laba bersih PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) anjlok 52% menjadi Rp 40,97 miliar sepanjang tahun lalu dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar Rp 84,86 miliar.
Mengacu laporan keuangan perseroan, penurunan laba bersih ini seiring dengan koreksi yang dialami di pos pendapatan tahun lalu. KIJA mencatat total penjualan dan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 2,71 triliun pada 2018, turun 9% dibandingkan 2017 Rp 2,99 triliun.
Corporate Secretary Jababeka, Muljadi Suganda, mengatakan alasan utama penurunan laba bersih karena dampak pergerakan selisih kurs.
Pada 2017, perseroan membukukan laba selisih kurs sebesar Rp 66,4 miliar, sementara pada 2018 dibukukan rugi selisih kurs Rp 247,9 miliar.
"Keuntungan selisih kurs neto tersebut merupakan jumlah bersih dari keuntungan kerugian selisih kurs pendanaan dan keuntungan dari kontrak lindung nilai, serta keuntungan/kerugian selisih kurs operasi, yang dapat ditemukan catatan atas laporan keuangan konsolidasian pada akun beban keuangan dan pendapatan lainnya tahun 2018," katanya dalam siaran pers, Jumat (29/3/2019).
Perseroan mencatat EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) tahun 2018 sebesar Rp 950,3 miliar, meningkat dari EBITDA tahun 2017 sebesar Rp 913,7 miliar.
Dalam penjualan real estate secara marketing atau marketing sales, KIJA mencatat sebesar Rp 1,36 triliun pada tahun 2018 dibandingkan Rp 1,53 triliun pada 2017.
Selama tahun 2018, perseroan merevisi target awal marketing sales dari Rp 2,25 triliun menjadi Rp 1,5 triliun dengan pertimbangan hasil pencapaian kinerja penjualan sampai dengan kuartal ketiga 2018 dan pipeline serta prospek pada
saat itu.
Namun pada akhir tahun 2018, katanya, perseroan membukukan 90% dari revisi target tersebut yang terutama disebabkan oleh melemahnya penjualan kawasan industri.
Tahun lalu, penjualan dari Cikarang masih merupakan kontributor utama dari marketing sales dengan perolehan sebesar Rp 1,1 triliun, setara dengan pencapaian tahun 2017. Marketing sales dari Kendal sebesar Rp 163,5 miliar dan Tanjung Lesung dan lainnya membukukan sebesar Rp 91,1 miliar pada tahun 2018.
Secara rinci, pendapatan dari pilar bisnis land development dan properti turun 7% dari Rp 1,10 triliun di tahun 2017 menjadi Rp 1,03 triliun pada 2018, terutama dikarenakan penurunan penjualan dari Kendal sebesar 40% meskipun penjualan dari Cikarang dan lain-lain meningkat sebesar 15%.
Pendapatan lini infrastruktur turun 12% menjadi Rp 1,57 triliun, terutama disebabkan dampak dari status Reserve Shutdown pembangkit listrik PT Bekasi Power (BP) yang mengakibatkan penurunan penjualan energi listrik sebesar 19%.
Lini bisnis leisure dan hospitality membukukan penurunan pendapatan sebesar 4% menjadi Rp 115 miliar pada tahun 2018. Pendapatan berulang (recurring revenue) dari lini infrastruktur memberikan kontribusi 58% terhadap total pendapatan pada tahun 2018 dibandingkan dengan 59% pada 2017.
Mengacu laporan keuangan perseroan, penurunan laba bersih ini seiring dengan koreksi yang dialami di pos pendapatan tahun lalu. KIJA mencatat total penjualan dan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 2,71 triliun pada 2018, turun 9% dibandingkan 2017 Rp 2,99 triliun.
Corporate Secretary Jababeka, Muljadi Suganda, mengatakan alasan utama penurunan laba bersih karena dampak pergerakan selisih kurs.
"Keuntungan selisih kurs neto tersebut merupakan jumlah bersih dari keuntungan kerugian selisih kurs pendanaan dan keuntungan dari kontrak lindung nilai, serta keuntungan/kerugian selisih kurs operasi, yang dapat ditemukan catatan atas laporan keuangan konsolidasian pada akun beban keuangan dan pendapatan lainnya tahun 2018," katanya dalam siaran pers, Jumat (29/3/2019).
Perseroan mencatat EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) tahun 2018 sebesar Rp 950,3 miliar, meningkat dari EBITDA tahun 2017 sebesar Rp 913,7 miliar.
Dalam penjualan real estate secara marketing atau marketing sales, KIJA mencatat sebesar Rp 1,36 triliun pada tahun 2018 dibandingkan Rp 1,53 triliun pada 2017.
Selama tahun 2018, perseroan merevisi target awal marketing sales dari Rp 2,25 triliun menjadi Rp 1,5 triliun dengan pertimbangan hasil pencapaian kinerja penjualan sampai dengan kuartal ketiga 2018 dan pipeline serta prospek pada
saat itu.
Namun pada akhir tahun 2018, katanya, perseroan membukukan 90% dari revisi target tersebut yang terutama disebabkan oleh melemahnya penjualan kawasan industri.
Tahun lalu, penjualan dari Cikarang masih merupakan kontributor utama dari marketing sales dengan perolehan sebesar Rp 1,1 triliun, setara dengan pencapaian tahun 2017. Marketing sales dari Kendal sebesar Rp 163,5 miliar dan Tanjung Lesung dan lainnya membukukan sebesar Rp 91,1 miliar pada tahun 2018.
Secara rinci, pendapatan dari pilar bisnis land development dan properti turun 7% dari Rp 1,10 triliun di tahun 2017 menjadi Rp 1,03 triliun pada 2018, terutama dikarenakan penurunan penjualan dari Kendal sebesar 40% meskipun penjualan dari Cikarang dan lain-lain meningkat sebesar 15%.
Pendapatan lini infrastruktur turun 12% menjadi Rp 1,57 triliun, terutama disebabkan dampak dari status Reserve Shutdown pembangkit listrik PT Bekasi Power (BP) yang mengakibatkan penurunan penjualan energi listrik sebesar 19%.
Lini bisnis leisure dan hospitality membukukan penurunan pendapatan sebesar 4% menjadi Rp 115 miliar pada tahun 2018. Pendapatan berulang (recurring revenue) dari lini infrastruktur memberikan kontribusi 58% terhadap total pendapatan pada tahun 2018 dibandingkan dengan 59% pada 2017.
(tas/prm) Next Article Laba Jababeka di 2019 Capai Rp 119 M, Saham Terjerembab 54%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular