Ditopang Net Buy & Bursa Regional, IHSG Tembus 6.500 Lagi!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 March 2019 17:18
Ditopang Net Buy & Bursa Regional, IHSG Tembus 6.500 Lagi!
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan pertama pada pekan ini, Senin (18/3/2019) dengan penguatan sebesar 0,75% ke level 6.509,45.

IHSG akhirnya berhasil menembus level 6.500 untuk kali pertama setelah pernah mencapai di atas level tersebut pada 27 Februari silam.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi kenaikan IHSG di antaranya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+2,41%), PT Astra International Tbk/ASII (+2,42%), PT Bank Negara Indonesia/BBNI (+3,04%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,73%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (+3,65%).

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,62%, indeks Shanghai naik 2,47%, indeks Hang Seng naik 1,37%, indeks Straits Times naik 0,38%, dan indeks Kospi naik 0,16%.


Hasrat investor untuk memburu instrumen berisiko seperti saham memang sedang tinggi-tingginya, utamanya didorong oleh perkembangan negosiasi dagang AS-China yang positif.

Xinhua News Agency pada Jumat (15/3/2019) melaporkan bahwa AS dan China telah membuat perkembangan yang konkret terkait penulisan kesepakatan dagang kedua negara, seperti dilansir dari South China Morning Post.

Xinhua yang merupakan media milik pemerintah China tersebut juga menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He berbicara dengan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pada Kamis (14/3/2019) melalui sambungan telepon.

IHSG Tembus 6.500 Untuk Kali Pertama Sejak 27 FebruariFoto: Pejabat menyanyikan lagu kebangsaan selama sesi pembukaan Kongres Rakyat Nasional (NPC) di Aula Besar Rakyat di Beijing, Cina, 5 Maret 2019. REUTERS / Jason Lee

Dalam pidato di sidang tahunan parlemen China, Perdana Menteri Li Keqiang menegaskan bahwa pemerintah akan menerapkan aturan baru mengenai investasi.

Dalam aturan tersebut, China berkomitmen untuk melindungi investasi (termasuk asing) dan tidak akan mewajibkan transfer teknologi.


Proses dan pelaksanaan investasi akan dibuat transparan sehingga menciptakan iklim yang nyaman bagi dunia usaha.

Aturan ini sudah disahkan oleh parlemen dan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Sebelumnya, permasalahan transfer teknologi secara paksa ini sering dikeluhkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Memang, ada perkembangan yang kurang mengenakan. Tiga orang sumber mengatakan bahwa pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping yang sempat direncanakan untuk digelar pada akhir bulan ini batal digelar, seperti dilansir dari Bloomberg.

Menurut salah seorang dari sumber tersebut, kalau jadi digelar pun, pertemuan antara Trump dan Xi baru akan terjadi pada akhir bulan April.


Namun, pelaku pasar tetap optimistis dalam menyikapi negosiasi dagang AS-China seiring dengan perkembangan yang dilaporkan oleh Xinhua.

Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antar kedua negara terlihat jelas sudah menyakiti perekonomian masing-masing.

Di China misalnya, belum lama ini ekspor periode Februari 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 20,7% secara tahunan, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 4,8% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor turun hingga 5,2%, juga lebih dalam dari ekspektasi yakni penurunan sebesar 1,4%.

Kemudian di AS, produksi industri periode Februari 2019 diumumkan hanya tumbuh tipis 0,1% MoM, jauh di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,4% MoM, seperti dikutip dari Forex Factory.

Jika kesepakatan dagang benar bisa dicapai nantinya, perekonomian kedua negara akan bisa dipacu untuk melaju lebih kencang. Pada akhirnya, tentu perekonomian dunia akan ikut merasakan dampak positifnya, mengingat posisi AS dan China yang merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.

Lebih lanjut, aura perdamaian AS-Korea Utara ikut menjadi angin segar bagi bursa saham Benua Kuning. Dilansir dari Bloomberg, Korea Selatan mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk menggelar perbincangan dengan Korea Utara sebagai usaha untuk mendinginkan hubungannya dengan AS.

Pascapertemuan antara Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Vietnam pada 28 Februari yang lalu berakhir tanpa membuahkan kesepakatan apapun, hubungan keduanya memang meregang.

Korea Utara menyalahkan AS atas permintaannya yang "bak gangster" sebagai alasan di balik mandeknya negosiasi terkait denuklirisasi Korea Utara. Korut juga mengancam untuk menghentikan negosiasi lanjutan dengan AS.

Jika AS-Korea Utara bisa kembali didorong untuk kembali ke meja perundingan, maka salah satu ketidakpastian besar yang dihadapi dunia yakni perang antara kedua negara bisa menjadi diminimalisir.

Kemudian, perkembangan terkait dengan proses perceraian Inggris-Uni Eropa (Brexit) yang positif ikut menambah kepercayaan diri investor saham.

IHSG Tembus 6.500 Untuk Kali Pertama Sejak 27 FebruariFoto: Perdana Menteri Inggris Theresa May (Ben Birchall/PA via AP)

Democratic Unionist Party (DUP) yang sebelumnya menolak proposal Brexit mengatakan bahwa ada perbincangan yang konstruktif dengan pemerintah.

“Kami melakukan perbincangan yang baik hari ini, perbincangan tersebut akan berlanjut dalam beberapa waktu ke depan. Kami ingin menyetujui sebuah kesepakatan,” papar anggota DUP Nigel Dodds, dikutip dari Bloomberg.


Jika proposal Brexit akhirnya berhasil bisa digolkan, maka Perdana Menteri Inggris Theresa May hanya akan meminta Uni Eropa untuk memundurkan tanggal resmi Brexit menjadi 30 Juni dan bukan perpanjangan waktu yang lebih lama jika proposal Brexit tak bisa digolkan hingga 20 Maret.

Ketidakpastian terkait Brexit pun tidak akan menjadi berlarut-larut.

Pemungutan suara atas proposal Brexit kemungkinan besar kembali digelar pada Selasa (19/3/2019).

Investor asing berperan besar dalam mendorong penguatan IHSG. Hingga akhir perdagangan hari ini, Senin (18/3/2019), investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 687,8 miliar di pasar saham tanah air, menandai beli bersih selama 2 hari beruntun.

Selain karena kondisi eksternal yang kondusif, aksi beli yang dilakukan investor asing juga dipicu oleh penguatan nilai tukar rupiah. Hingga sore hari, rupiah menguat 0,14% di pasar spot ke level Rp 14.235/dolar AS.

Rupiah menguat lantaran ada optimisme bahwa defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) bisa ditekan pada tahun ini.


Pasalnya, jika ditotal neraca dagang Indonesia hanya membukukan defisit senilai US$ 734 juta dalam dua bulan pertama tahun ini, lebih rendah dibandingkan defisit pada dua bulan pertama tahun 2018 yang mencapai US$ 809 juta.

Bahkan, pada Februari 2019 neraca dagang Indonesia sudah bisa membukukan surplus yakni senilai US$ 330 juta. Pada Januari, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 1,06 miliar.

Bagi pergerakan rupiah, pos transaksi berjalan tentulah merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).

Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Sebanyak 5 besar saham yang diburu investor asing adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 237,6 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 167,6 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 108,5 miliar), PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk/BTPS (Rp 76,3 miliar), dan PT Intiland Development Tbk/DILD (Rp 50,8 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular