Bank Mandiri: Akhir Tahun, CAD Indonesia Turun ke 2,78% PDB

tahir saleh, CNBC Indonesia
18 March 2019 15:33
Tim riset ekonomi Bank Mandiri memperkirakan CAD hingga akhir tahun ini akan mengalami penurunan menjadi 2,78%.
Foto: REUTERS/Beawiharta
Jakarta, CNBC Indonesia - Tim riset ekonomi Bank Mandiri memperkirakan nilai defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) hingga akhir tahun ini akan mengalami penurunan menjadi 2,78% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Adapun pada 2018, neraca transaksi berjalan mengalami defisit yang cukup dalam mencapai 2,98% dari PDB atau setara dengan US$ 31,1 miliar.

"Hal ini disebabkan oleh tiga faktor, yakni bank sentral AS, The Fed, yang cenderung menjadi lebih dovish [kalem] terkait suku bunga, dan menurunnya tensi perang dagang antara AS dengan China," tulis riset ekonomi Bank Mandiri, yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (18/3/2019).


Neraca transaksi berjalan adalah alat ukur terluas untuk perdagangan internasional Indonesia. Elemennya mencakup transaksi barang, jasa, pendapatan faktor produksi (dari aset dan tenaga kerja), dan juga transfer uang.

Selain soal The Fed dan tensi perang dagang, penurunan CAD tersebut juga akan dipengaruhi satu faktor lainnya yakni membaiknya posisi neraca perdagangan Indonesia (trade balance) yang didukung oleh beberapa kebijakan pembatasan impor.

Kebijakan pembatasan impor di antaranya lewat kebijakan pengendalian impor melalui kenaikan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) untuk 1.147 pos tarif barang impor, mandatori bauran diesel dan 20% minyak kelapa sawit atau Biodiesel 20% (B20) dan penerapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

Sebelumnya Bank Indonesia (BI) juga memandang kinerja transaksi berjalan masih cukup terkendali, lantaran defisitnya masih terjaga di bawah 3% dari PDB.

Walaupun pada triwulan IV-2018, CAD membengkak hingga 3,57% dari PDB.
"Defisit neraca transaksi berjalan masih berada dalam batas yang aman, sebesar US$ 31,1 miliar atau 2,98% dari PDB," kata BI dalam keterangannya.

Defisit tersebut terutama dipengaruhi oleh impor nonmigas yang tinggi, khususnya bahan baku dan barang modal, sebagai dampak dari kuatnya aktivitas ekonomi dalam negeri, di tengah kinerja ekspor nonmigas yang terbatas.

Kenaikan defisit juga didorong oleh peningkatan impor minyak seiring peningkatan rerata harga minyak dunia dan konsumsi BBM domestik.

"Di sisi lain, di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup signifikan sebesar US$ 25,2 miliar, terutama ditopang aliran masuk modal berjangka panjang. Dengan kondisi tersebut, NPI [neraca pembayaran Indonesia] tahun 2018 mengalami defisit sebesar US$ 7,1 miliar," tulis BI.

Simak ulasan defisit transaksi berjalan yang makin parah.
[Gambas:Video CNBC]

(dru) Next Article CAD 2020 Ramping, Awas 2021 Bisa Melar!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular