
Asing Profit Taking, IHSG Terkapar Sendirian di Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 March 2019 17:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan Senin pagi (11/3/2019) dengan penguatan sebesar 0,56%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengakhiri perdagangan dengan pelemahan sebesar 0,26% ke level 6.366,43.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG di antaranya PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN (-3,9%), PT Bayan Resources Tbk/BYAN (-4,26%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,45%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-3,76%), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (-2,19%).
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,47%, indeks Shanghai naik 1,92%, indeks Hang Seng naik 0,97%, dan indeks Kospi naik 0,03%.
Membuncahnya optimisme terkait damai dagang AS-China membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran investor. Pemerintah China di Beijing menegaskan pihaknya akan bekerja siang dan malam demi terciptanya kesepakatan dagang dengan AS. Bahkan, China sudah mulai bicara soal langkah menghapus pengenaan bea masuk.
"Bea masuk menurunkan kepercayaan investor dan membuat korporasi menunda investasinya. Sekarang, kedua pihak bekerja keras untuk mencapai kesepakatan. Semua itu bertujuan untuk menghapus bea masuk sehingga perdagangan AS-China menjadi normal kembali," jelas Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen, mengutip Reuters.
China pun berupaya untuk memenuhi keingingan AS, salah satunya adalah reformasi kebijakan subsidi. Kepala Komisi Administrasi dan Pengawasan Aset Negara China Xiao Yaqing menyatakan bahwa Beijing sedang membereskan isu ini.
"Bisa dibilang China tidak memiliki regulasi yang secara spesifik mengatur subsidi bagi perusahaan milik negara. Oleh karena itu, China sedang membersihkan dan menyusun standar untuk berbagai subsidi," ungkap Xiao.
Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai kesepahaman dalam banyak isu-isu krusial.
Dari kubu AS, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa negosiasi dagang dengan China telah menciptakan kemajuan. Kudlow juga mengungkapkan optimismenya bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping bisa bertemu pada akhir bulan ini atau awal bulan depan di resor golf Mar-a-Lago, Florida, AS.
"Tak ada yang pasti, namun ada banyak perbincangan," kata Kudlow, dilansir dari CNBC International.
Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antara keduanya terlihat jelas sudah menyakiti perekonomian masing-masing negara. Di China misalnya, ekspor periode Februari 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 20,7% secara tahunan, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 4,8% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.
Impor China juga turun hingga 5,2%, juga lebih dalam dari ekspektasi yakni penurunan sebesar 1,4%.
Jika kesepakatan dagang benar bisa dicapai, tentu perekonomian kedua negara, berikut perekonomian dunia, bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG di antaranya PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN (-3,9%), PT Bayan Resources Tbk/BYAN (-4,26%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,45%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-3,76%), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (-2,19%).
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,47%, indeks Shanghai naik 1,92%, indeks Hang Seng naik 0,97%, dan indeks Kospi naik 0,03%.
Membuncahnya optimisme terkait damai dagang AS-China membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran investor. Pemerintah China di Beijing menegaskan pihaknya akan bekerja siang dan malam demi terciptanya kesepakatan dagang dengan AS. Bahkan, China sudah mulai bicara soal langkah menghapus pengenaan bea masuk.
"Bea masuk menurunkan kepercayaan investor dan membuat korporasi menunda investasinya. Sekarang, kedua pihak bekerja keras untuk mencapai kesepakatan. Semua itu bertujuan untuk menghapus bea masuk sehingga perdagangan AS-China menjadi normal kembali," jelas Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen, mengutip Reuters.
China pun berupaya untuk memenuhi keingingan AS, salah satunya adalah reformasi kebijakan subsidi. Kepala Komisi Administrasi dan Pengawasan Aset Negara China Xiao Yaqing menyatakan bahwa Beijing sedang membereskan isu ini.
"Bisa dibilang China tidak memiliki regulasi yang secara spesifik mengatur subsidi bagi perusahaan milik negara. Oleh karena itu, China sedang membersihkan dan menyusun standar untuk berbagai subsidi," ungkap Xiao.
Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai kesepahaman dalam banyak isu-isu krusial.
Dari kubu AS, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa negosiasi dagang dengan China telah menciptakan kemajuan. Kudlow juga mengungkapkan optimismenya bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping bisa bertemu pada akhir bulan ini atau awal bulan depan di resor golf Mar-a-Lago, Florida, AS.
"Tak ada yang pasti, namun ada banyak perbincangan," kata Kudlow, dilansir dari CNBC International.
Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antara keduanya terlihat jelas sudah menyakiti perekonomian masing-masing negara. Di China misalnya, ekspor periode Februari 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 20,7% secara tahunan, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 4,8% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.
Impor China juga turun hingga 5,2%, juga lebih dalam dari ekspektasi yakni penurunan sebesar 1,4%.
Jika kesepakatan dagang benar bisa dicapai, tentu perekonomian kedua negara, berikut perekonomian dunia, bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Next Page
Investor Asing Realisasikan Keuntungan
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular