Jual Bank Permata, Stanchart Sempat Kena Denda di Inggris

tahir saleh, CNBC Indonesia
26 February 2019 17:34
Standard Chartered (Stanchart) sebelumnya ternyata didera persoalan hukum.
Foto: REUTERS/Bobby Yip
Jakarta, CNBC Indonesia - Di balik rencana divestasi 45% sahamnya di PT Bank Permata Tbk (BNLI), Standard Chartered (Stanchart) sebelumnya ternyata didera persoalan hukum ketika harus menyisihkan dana sekitar US$ 900 juta atau sekitar Rp 12,6 triliun (asumsi Rp 14.000/dolar AS) dari keuangan perusahaan.

Dalam siaran persnya pada 21 Februari, Stanchart menyatakan bahwa mereka menarik dana sebesar US$ 900 juta pada kuartal IV/2018 untuk menutup potensi penalti dari otoritas Amerika Serikat (AS) dan Inggris, termasuk denda sebesar 102,16 juta pound atau senilai US$ 133 juta yang dikenakan oleh regulator keuangan Inggris terkait dengan kontrol kejahatan finansial.

Departemen Kehakiman AS diketahui memperpanjang perjanjian jangka panjang dengan Stanchart atas tuduhan bahwa bank yang bermarkas di London ini memproses transaksi secara ilegal atas nama Iran.

Washington memberikan tenggat waktu tambahan tiga bulan dan menempatkan Stanchart di bawah pengawasan eksternal pada Desember lalu.

"Hasil [kinerja] kuartal keempat 2018 Standard Chartered sudah mencakup [penempatan] provisi sebesar US$ 900 juta yang disisihkan untuk potensi membayar penalti berkaitan dengan penyelidikan AS dan keputusan FCA [UK Financial Conduct Authority's Regulatory Decisions Committee], terkait dengan masalah perdagangan FX [foreign exchange/forex]," tulis manajemen Stanchart dalam siaran persnya.

Persoalan pencadangan biaya yang cukup besar ini juga dikemukakan oleh pers internasional terutama di London melalui The Financial Times (FT), yang menguatkan dugaan penjualan aset bank di Indonesia dilakukan untuk mendapatkan dana bagi pemegang saham Stanchart.

Sepanjang tahun 2018, duit hasil pencadangan itu juga berpengaruh ke kinerja perusahaan kendati raksasa keuangan ini masih mencatatkan kinerja positif.

Dalam rilis laporan keuangan hari ini, Selasa (26/2/2019) di situs resminya, laba sebelum pajak Stanchart melesat naik 28% menjadi US$3,9 miliar atau sekitar Rp 54,6 triliun.

Meski melesat naik, laba itu turun menjadi US$ 2,5 miliar setelah provisi atau naik 5,5% dibandingkan hasil di 2017, menurut laporan keterbukaan yang disetorkan Stanchart kepada bursa Hong Kong, dilansir dari AFP.

Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times (FT), Bill Winters, CEO Standard Chartered Bank Group Bill Winters mengatakan perseroan akan melepas kepemilikan 45% saham di Bank Permata. Saat ini, Stanchart dan PT Astra International Tbk (ASII) menjadi pengendali Bank Permata dengan masing-masing kepemilikan 44,56%.

Penjualan saham Bank Permata, katanya, akan membebaskan modal perseroan untuk kembali kepada investor, melalui kemungkinan pembelian kembali saham (buyback) dan pendapatan dividen yang lebih tinggi yakni naik dua kali lipat pada 2021 dari level saat ini sekitar 20 sen.

Manajemen Stanchart juga mengungkapkan bahwa rencana pelepasan saham itu merupakan upaya perseroan melakukan reklasifikasi atas kepemilikan saham perusahaan, dan mengurangi aset tertimbang menurut risiko sebesar US$ 9 miliar.
 

Apalagi, dalam waktu bersamaan Stanchart juga merilis rencana strategis tiga tahun yang mematok target level return on equity (ROE) atau tingkat pengembalian laba atas ekuitas mencapai di atas 10%, dari level saat ini sekitar 5%.

"Kami sudah memiliki anggaran investasi yang sehat untuk dimasukkan ke dalam rencana perusahaan. Dengan demikian, penambahan modal harus tersedia untuk pembelian kembali dalam jangka waktu yang relatif singkat," katanya kepada FT, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (26/2/2019).

(hps) Next Article Ini Konglomerasi Calon Pembeli Bank Permata

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular