
Apa Untungnya Divestasi Bank Permata?
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
27 February 2019 15:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Divestasi 45% saham Standard Chartered di PT Bank Permata Tbk (BNLI) dinilai positif bagi para investor dan pengendali bank tersebut karena sama-sama akan mendapatkan keuntungan serta bisa fokus pada sektor kredit masing-masing.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan divestasi atau penjualan kepemilikan saham di bank tertentu adalah strategi yang lazim dijalankan di sektor perbankan. Dengan melepas sebagian saham di Bank Permata, maka Standard Chartered (Stanchart), katanya, akan mendapatkan modal tinggi untuk menggeber bisnis yang ditargetkan.
"Ini sisi positifnya. Bank lain yang akan membeli saham Bank Permata juga dapat menggenjot bisnis yang selama ini dikuasai Bank Permata," kata mantan Asisstant Vice Presiden PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ini, kepada CNBC Indonesia, di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Dalam wawancara dengan Financial Times (FT), Bill Winters, CEO Standard Chartered Bank, mengatakan penjualan saham di Bank Permata menjadi satu strategi untuk mencapai pertumbuhan dengan fokus pada klien perusahaan besar yang berstandar, dengan didukung jangkauan jaringan perusahaan secara global.
Winters juga mengindikasikan bahwa Stanchart akan lebih fokus pada pelanggan kaya sambil meluncurkan produk digital murah untuk konsumen pasar yang massal.
Dalam situs Stanchart disebutkan, perusahaan memiliki jaringan internasional yang meliputi lebih dari 1.700 cabang dan lebih dari 5.800 ATM yang tersebar di wilayah Asia, Afrika dan Timur Tengah. Secara global, bank ini hadir dari 70 negara di benua Asia Pasifik, Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, Inggris Raya dan Amerika.
Per akhir Desember 2018, selain Stanchart, pemegang saham Bank Permata ialah PT Astra International Tbk (ASII) sebanyak 44,56% dan masyarakat 10,88%.
Adapun tahun lalu, Bank Permata mencatatkan laba bersih sebesar Rp 901,25 miliar, naik 20% dari tahun 2017 sebesar Rp 748,43 miliar. Kredit naik 9% (yoy) dari Rp 97,6 triliun menjadi Rp 106,6 triliun. Kontribusi kredit disumbang dari dua segmen bisnis yakni Retail Banking sebesar 9% dan Wholesale Banking 10%.
"Saya belum melihat sisi negatifnya [divestasi Bank Permata]," kata Paul.
Stanchart siap menjual 45% kepemilikan saham di Bank Permata dan berpotensi mengantongi nilai mencapai hampir US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun (asumsi Rp 14.000/dolar AS).
Dalam waktu bersamaan Stanchart juga merilis rencana strategis tiga tahun yang mematok target level return on equity (ROE) atau tingkat pengembalian laba atas ekuitas mencapai di atas 10%, dari level saat ini sekitar 5%.
Bank global yang berbasis di London, Inggris itu, juga berkomitmen akan merestrukturisasi operasi di empat pasar berkinerja rendah yakni Korea, Indonesia, Uni Emirat Arab, dan India.
Memburu saham Bank Permata yang dijual Stanchart, simak ulasannya.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Bank Permata & SCBI Bungkam Soal Masuknya Investor Jepang
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan divestasi atau penjualan kepemilikan saham di bank tertentu adalah strategi yang lazim dijalankan di sektor perbankan. Dengan melepas sebagian saham di Bank Permata, maka Standard Chartered (Stanchart), katanya, akan mendapatkan modal tinggi untuk menggeber bisnis yang ditargetkan.
"Ini sisi positifnya. Bank lain yang akan membeli saham Bank Permata juga dapat menggenjot bisnis yang selama ini dikuasai Bank Permata," kata mantan Asisstant Vice Presiden PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ini, kepada CNBC Indonesia, di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Dalam wawancara dengan Financial Times (FT), Bill Winters, CEO Standard Chartered Bank, mengatakan penjualan saham di Bank Permata menjadi satu strategi untuk mencapai pertumbuhan dengan fokus pada klien perusahaan besar yang berstandar, dengan didukung jangkauan jaringan perusahaan secara global.
Winters juga mengindikasikan bahwa Stanchart akan lebih fokus pada pelanggan kaya sambil meluncurkan produk digital murah untuk konsumen pasar yang massal.
Dalam situs Stanchart disebutkan, perusahaan memiliki jaringan internasional yang meliputi lebih dari 1.700 cabang dan lebih dari 5.800 ATM yang tersebar di wilayah Asia, Afrika dan Timur Tengah. Secara global, bank ini hadir dari 70 negara di benua Asia Pasifik, Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, Inggris Raya dan Amerika.
Per akhir Desember 2018, selain Stanchart, pemegang saham Bank Permata ialah PT Astra International Tbk (ASII) sebanyak 44,56% dan masyarakat 10,88%.
Adapun tahun lalu, Bank Permata mencatatkan laba bersih sebesar Rp 901,25 miliar, naik 20% dari tahun 2017 sebesar Rp 748,43 miliar. Kredit naik 9% (yoy) dari Rp 97,6 triliun menjadi Rp 106,6 triliun. Kontribusi kredit disumbang dari dua segmen bisnis yakni Retail Banking sebesar 9% dan Wholesale Banking 10%.
"Saya belum melihat sisi negatifnya [divestasi Bank Permata]," kata Paul.
Stanchart siap menjual 45% kepemilikan saham di Bank Permata dan berpotensi mengantongi nilai mencapai hampir US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun (asumsi Rp 14.000/dolar AS).
Dalam waktu bersamaan Stanchart juga merilis rencana strategis tiga tahun yang mematok target level return on equity (ROE) atau tingkat pengembalian laba atas ekuitas mencapai di atas 10%, dari level saat ini sekitar 5%.
Bank global yang berbasis di London, Inggris itu, juga berkomitmen akan merestrukturisasi operasi di empat pasar berkinerja rendah yakni Korea, Indonesia, Uni Emirat Arab, dan India.
Memburu saham Bank Permata yang dijual Stanchart, simak ulasannya.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Bank Permata & SCBI Bungkam Soal Masuknya Investor Jepang
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular