
Internasional
Neraca Transaksi Berjalan Jerman Surplus, Kok Bermasalah?
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
19 February 2019 17:48

Berlin, CNBC Indonesia - Surplus neraca transaksi berjalan Jerman menyusut, tetapi tetap menjadi yang terbesar di dunia tahun lalu karena ekspor yang kuat, menurut data dari lembaga Ifo Institute, Selasa (18/2/2019).
Namun, angka yang baik itu justru diperkirakan akan menambah kritik terhadap kebijakan fiskal pemerintahan Kanselir Angela Merkel.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Komisi Eropa telah mendesak Jerman selama bertahun-tahun untuk melakukan lebih banyak hal yang bisa meningkatkan permintaan domestik untuk meningkatkan impor, merangsang pertumbuhan di wilayah lain, dan mengurangi ketidakseimbangan ekonomi global.
Sejak menjabat, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga mengkritik kuatnya ekspor Jerman.
Surplus neraca transaksi berjalan Jerman, yang menghitung aliran barang, jasa, dan investasi, adalah yang terbesar di dunia untuk tahun ketiga, hingga 2018, yaitu senilai US$294 miliar. Di belakangnya, ada Jepang dengan CAD sebesar US$ 173 miliar, menurut angka Ifo. Rusia berada di posisi ketiga dengan surplus US$ 116 miliar.
Namun, ketika memperhitungkan output ekonomi, surplus neraca transaksi berjalan Jerman menyusut untuk tahun ketiga berturut-turut, turun menjadi 7,4% pada 2018 dari 7,9% tahun sebelumnya, menurut angka Ifo, mengutip Reuters.
Sejak 2011, surplus neraca transaksi berjalan Jerman secara konsisten di atas ambang indikatif Komisi Eropa yang sebesar 6% dari produk domestik bruto (PDB) dan surplusnya mencapai rekor tertinggi 8,9% di 2015.
Komisi Eropa secara resmi mengidentifikasi ketidakseimbangan makro-ekonomi di Jerman untuk pertama kalinya pada tahun 2014 dan setiap tahun sejak itu selalu melayangkan kritiknya ke negara Eropa tengah itu.
Dalam kritiknya, Komisi Eropa mengatakan Jerman harus menggunakan surplus anggarannya untuk mendorong investasi publik dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan upah riil yang lebih kuat. IMF telah menyarankan hal serupa.
Pejabat pemerintah Jerman telah berulang kali mengatakan bahwa kebijakan fiskal dan ekonomi Berlin utamanya tidak dirancang untuk memengaruhi neraca transaksi berjalan.
Mereka mengatakan surplus perdagangan adalah hasil dari penawaran berdasarkan permintaan dan permintaan pasar oleh perusahaan dan konsumen di seluruh dunia dan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti harga minyak dan nilai tukar yang sulit untuk dipengaruhi.
Meskipun demikian, pemerintah telah memutuskan untuk menghabiskan sebagian besar surplus anggarannya dalam tiga tahun mendatang untuk meningkatkan tunjangan pengasuhan anak, menurunkan pajak dan mengurangi kontribusi pada sistem kesehatan masyarakat. Langkah-langkah itu diharapkan pemerintah mampu meningkatkan belanja rumah tangganya.
Di saat yang sama, Indonesia justru tengah bergulat mengendalikan defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD). CAD Indonesia menggelembung 3,57% dari PDB di kuartal keempat tahun lalu.
(prm) Next Article Telisik CAD 2019, Ekonom: Impor Minyak Turun, CAD Menyusut
Namun, angka yang baik itu justru diperkirakan akan menambah kritik terhadap kebijakan fiskal pemerintahan Kanselir Angela Merkel.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Komisi Eropa telah mendesak Jerman selama bertahun-tahun untuk melakukan lebih banyak hal yang bisa meningkatkan permintaan domestik untuk meningkatkan impor, merangsang pertumbuhan di wilayah lain, dan mengurangi ketidakseimbangan ekonomi global.
Surplus neraca transaksi berjalan Jerman, yang menghitung aliran barang, jasa, dan investasi, adalah yang terbesar di dunia untuk tahun ketiga, hingga 2018, yaitu senilai US$294 miliar. Di belakangnya, ada Jepang dengan CAD sebesar US$ 173 miliar, menurut angka Ifo. Rusia berada di posisi ketiga dengan surplus US$ 116 miliar.
Namun, ketika memperhitungkan output ekonomi, surplus neraca transaksi berjalan Jerman menyusut untuk tahun ketiga berturut-turut, turun menjadi 7,4% pada 2018 dari 7,9% tahun sebelumnya, menurut angka Ifo, mengutip Reuters.
Sejak 2011, surplus neraca transaksi berjalan Jerman secara konsisten di atas ambang indikatif Komisi Eropa yang sebesar 6% dari produk domestik bruto (PDB) dan surplusnya mencapai rekor tertinggi 8,9% di 2015.
Komisi Eropa secara resmi mengidentifikasi ketidakseimbangan makro-ekonomi di Jerman untuk pertama kalinya pada tahun 2014 dan setiap tahun sejak itu selalu melayangkan kritiknya ke negara Eropa tengah itu.
![]() |
Dalam kritiknya, Komisi Eropa mengatakan Jerman harus menggunakan surplus anggarannya untuk mendorong investasi publik dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan upah riil yang lebih kuat. IMF telah menyarankan hal serupa.
Pejabat pemerintah Jerman telah berulang kali mengatakan bahwa kebijakan fiskal dan ekonomi Berlin utamanya tidak dirancang untuk memengaruhi neraca transaksi berjalan.
Mereka mengatakan surplus perdagangan adalah hasil dari penawaran berdasarkan permintaan dan permintaan pasar oleh perusahaan dan konsumen di seluruh dunia dan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti harga minyak dan nilai tukar yang sulit untuk dipengaruhi.
Meskipun demikian, pemerintah telah memutuskan untuk menghabiskan sebagian besar surplus anggarannya dalam tiga tahun mendatang untuk meningkatkan tunjangan pengasuhan anak, menurunkan pajak dan mengurangi kontribusi pada sistem kesehatan masyarakat. Langkah-langkah itu diharapkan pemerintah mampu meningkatkan belanja rumah tangganya.
Di saat yang sama, Indonesia justru tengah bergulat mengendalikan defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD). CAD Indonesia menggelembung 3,57% dari PDB di kuartal keempat tahun lalu.
Namun, secara full year CAD Indonesia tercatat masih terkendali di level 2,98% atau US$31,1 miliar.
Saksikan video mengenai melebarnya CAD Indonesia berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
Saksikan video mengenai melebarnya CAD Indonesia berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(prm) Next Article Telisik CAD 2019, Ekonom: Impor Minyak Turun, CAD Menyusut
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular