Rupiah Terkuat di Asia, Tapi Hati-hati Kalau Terlalu Kuat

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 January 2019 16:45
Rupiah Terkuat di Asia, Tapi Hati-hati Kalau Terlalu Kuat
Ilustrasi Rupiah (REUTERS / Beawiharta)
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah bangkit dari keterpurukan. Hari ini, rupiah menguat tajam di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). 

Pada Kamis (31/1/2019), US$ 1 dihargai Rp 13.970 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 1,1% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.  

Rupiah berhasil bangkit setelah 2 hari teraniaya. Kemarin, rupiah melemah 0,25% dan menjadi satu-satunya mata uang Asia yang terdepresiasi terhadap dolar AS. Sehari sebelumnya, rupiah melemah 0,18%. 


Pelemahan dalam 2 hari beruntun itu sedikit banyak membawa berkah. Rupiah jadi punya ruang lebih untuk menguat, peluang technical rebound semakin besar setelah rentetan koreksi.

Mengawali perdagangan pasar spot hari ini, pelaku pasar dibuat kaget karena rupiah masih melemah 0,04%. Namun itu hanya terjadi sangat sebentar, karena kemudian rupiah balik arah menuju utara alias menguat. 


Penguatan rupiah semakin tidak terbendung dan bahkan mencapai kisaran 1%. Hari ini, rupiah mampu menguat 160 poin. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Tidak hanya rupiah, hampir seluruh mata uang utama Asia mampu menguat terhadap greenback. Hanya dolar Hong Kong, won Korea Selatan, dolar Taiwan, dan peso Filipina yang masih tertinggal di zona merah. 

Namun rupiah tetap istimewa. Di tengah para tetangganya yang perkasa, rupiah menjadi yang paling perkasa. Tidak ada mata uang Benua Kuning yang menguat lebih tajam ketimbang rupiah. 

Bukan cuma itu, penguatan rupiah yang mencapai 1,1% berjarak cukup jauh dengan mata uang di bawahnya yaitu ringgit Malaysia yang hanya menguat di kisaran 0,3%. Sangat jomplang. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:14 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Faktor utama yang mendorong keperkasaan rupiah berasal dari sisi eksternal, yaitu hasil rapat komite pembuat kebijakan The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC). Sesuai perkiraan, Jerome 'Jay' Powell dan kawan-kawan mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau median 2,375%. 

Tidak selesai sampai di situ, The Fed lagi-lagi menelurkan pernyataan bernada kalem alias dovish. The Fed bakal lebih bersabar dalam mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan. 

"Dalam situasi ekonomi global dan pasar keuangan saat ini, serta tekanan inflasi yang minim, Komite akan bersabar dalam menentukan kenaikan suku bunga acuan berikutnya," tulis pernyataan The Fed. 

Situasi ini tidak menguntungkan bagi dolar AS. Tanpa kenaikan suku bunga, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang pemanis. Selain itu, ekspektasi inflasi juga bisa terangkat sehingga menggerus nilai mata uang ini. 

Tidak cuma di Asia, dolar AS juga melemah secara global. Pada pukul 16:19 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) masih terkoreksi 0,02%. Dalam seminggu terakhir, indeks ini jeblok 1,31%. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Pelaku pasar juga optimistis dengan dialog dagang AS-China yang berlangsung di Washington. Delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara di meja seberangnya dikomandoi Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer. 

Untuk memperbaiki hubungan dengan dengan Washington, Beijing pun siap melakukan reformasi. Seperti diberitakan kantor berita Xinhua, mengutip Reuters, parlemen China akan membahas aturan yang melarang kewajiban transfer teknologi dan intervensi pemerintah yang ilegal terhadap investasi dari luar negeri.

Isu tersebut sudah lama disuarakan oleh AS. Pemerintahan Presiden Donald Trump kerap kali mengkritik praktik investasi di China, yang mengharuskan investor asing melakukan transfer teknologi kepada perusahaan lokal. Perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, itu yang selalu ditekankan oleh Negeri Paman Sam. 

"(Peraturan) ini adalah kebutuhan yang mendesak. Sebab dengan aturan yang ada akan sulit untuk memfasilitasi sistem yang berdasarkan kepada keterbukaan ekonomi," kata Fu Zhenghua, Menteri Kehakiman China. 

Rencana China yang bakal lebih ramah kepada investor asing tentu akan membuat AS gembira. Ini bisa menjadi kunci kesuksesan dalam proses damai dagang AS-China.  

Sementara dari dalam negeri, rupiah juga terdorong karena 'restu' Bank Indonesia (BI). Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, menegaskan bahwa bank sentral membiarkan rupiah menguat sampai ke bawah Rp 14.000/US$. 

"Bank Indonesia tetap akan membiarkan Rupiah berlanjut menguat di bawah Rp 14.000/US$ karena rupiah masih undervalued. Sekaligus untuk memperkuat confidence terhadap Indonesia," tutur Nanang. 

Pernyataan ini membuat pelaku pasar lega. BI dinilai tidak membatasi penguatan rupiah agar tidak terlalu mempengaruhi kinerja ekspor. Maklum, jika rupiah terus menguat ekspor bisa turun karena harga produk-produk Indonesia akan lebih mahal di pasar global.  

Namun penguatan yang signifikan ini mengandung risiko. Seperti beberapa hari lalu, rupiah yang menguat terlalu tajam memancing terjadinya ambil untung (profit taking). Koreksi teknikal bisa terjadi setiap saat.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular