Internasional
Bukti Perang Dagang Jadi Senjata Makan Tuan bagi AS: Apple
Roy Franedya, CNBC Indonesia
04 January 2019 11:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Melemahnya penjualan Apple Inc dan raksasa pertanian asal Amerika Serikat (AS) Cargill menjadi tanda yang paling jelas bahwa kebijakan Presiden Donald Trump untuk mengatur ulang perdagangan dunia ternyata membawa dampak negatif pada industri domestik AS.
Apple pada Rabu (2/1/2019) memberikan kabar ke investor tentang perkiraan pendapatan triwulanan yang mengecewakan karena penjualan yang buruk di China. Sehari kemudian, Cargill mengumumkan hasil yang lebih buruk dari yang diharapkan dari Tiongkok.
Ekonomi China pada 2018 diprediksi tumbuh di bawah 6% menjadi yang terendah sejak 1990 bahwa sebelum krisis keuangan global terjadi.
Perang dagang telah mengancam ekonomi China yang tumbuh pesat selama satu dekade terakhir, yang membuat daya beli masyarakat China meningkat dan mengundang perusahaan global agresif mengincar pasar negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini.
Perlambatan ekonomi China dan negara lain juga mengancam konsumsi masyarakat AS, yang konsumsi mereka menyumbang dua pertiga lebih pertumbuhan ekonomi, padahal daya konsumtif mereka semakin tinggi karena adanya peningkatan pendapatan dan upah rumah tangga.
"Ada ketidakkonsistenan antara AS yang bertindak sebagai lokomotif bagi dunia dan tujuan kebijakan pemerintahan Trump untuk mengurangi defisit perdagangan. Hal ini akan menjadi tantangan menjadikan AS sebagai lokomotif dunia," kata Catherine Mann, kepala ekonom global di Citi dan mantan kepala ekonom OECD, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4/1/2019).
"Kami melihat keseimbangan antara aktivitas domestik yang kuat tetapi aktivitas eksternal yang lebih lemah di Amerika Serikat, Jerman, dan di tempat lain," katanya, dan juga "efektivitas kebijakan China untuk mengubah arah ekonomi di sana."
Penggerak lain pertumbuhan AS, termasuk pengeluaran pemerintah dan bisnis serta ekspor neto, semuanya merosot atau diperkirakan akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
[Gambas:Video CNBC]
Kenaikan suku bunga Federal Reserve AS telah menyebabkan investor keluar masuk dari berbagai pasar saham, membuat bursa saham negara berkembang terkoreksi dalam. Ini juga membuat volatilitas parah di pasar saham AS dan aksi jual (sell-off) selama berbulan-bulan, yang menurut para analis mengisyaratkan kekhawatiran akan terjadinya resesi.
Saham Apple Inc amblas 9,96% pada perdagangan bursa Kamis, dan menjadi terendah sejak pertengahan 2017 setelah perusahaan memangkas perkiraan penjualannya.
Pengumuman Apple memicu kembalinya ingatan tentang koreksi bursa saham AS yang dipimpin emiten sektor teknologi pada tahun 2000 sebelum resesi terjadi. "Ini sangat mirip," kata David Rosenberg, seorang ekonom di Gluskin Sheff Associates Inc dan menambahkan memburuknya industri manufaktur China akan semakin membebani ekonomi global.
Pada Kamis (3/1/2019), seorang pejabat Fed mengatakan kenaikan suku bunga yang direncanakan lebih lanjut harus dihentikan sampai bermacam-macam masalah global diselesaikan.
"Saya akan menjadi penganjur tidak mengambil tindakan [menaikkan bunga acuan] ... dalam kuartal pertama tahun ini," kata Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan kepada televisi Bloomberg.
Ekonomi AS belum terdampak?
Gencatan senjata antara AS dan China hingga 1 Maret 2019 ternyata tak menenangkan pelaku pasar. Masalah di Eropa juga tak kalah mengkhawatirkan. Masalah perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit) yang belum kunjung disepakati padahal tenggat waktunya sudah semakin dekat 29 Maret 2019.
Tetapi dampak China sangat besar. Pertumbuhan ekonomi China sangat mempengaruhi harga beberapa komoditas seperti minyak, logam hingga microchip. Perang dagang yang terjadi telah membuat berkurangannya kepercayaan pelaku bisnis dan tertekannya investasi di China.
Perang bea masuk impor memang belum melukai pertumbuhan ekonomi AS. Penasihat Gedung Putih Kevin Hassett mengatakan penurunan tajam pertumbuhan ekonomi China akan memangkas keuntungan perusahaan AS tetapi penjualan Apple dan perusahaan lain harus tumbuh setelah kesepakatan dagang tercapai.
Sektor manufaktur AS telah mulai melambat, dan survei Institute of Supply Management terhadap manajer pembelian perusahaan pada hari Senin menunjukkan penurunan bulanan terbesar sejak puncak resesi pada Desember 2008. Survei triwulanan The Fed Dallas pada perusahaan-perusahaan energi menunjukkan adanya perlambatan yang ditandai pada akhir 2018.
"Seluruh dunia sedang melambat, terutama Eropa dan China, tetapi AS memiliki momentum yang cukup," kata Mohamed El-Erian, chief assets management Allianz. "Masalahnya adalah para pembuat kebijakan tidak cukup sensitif untuk mengendalikan keadaan (dan) volatilitas pasar saham dapat memberi umpan balik akan ada pelemahan ekonomi."
(roy/prm) Next Article Amerika "Senggol" China Lagi, Perang Dagang Bakal Berkobar?
Apple pada Rabu (2/1/2019) memberikan kabar ke investor tentang perkiraan pendapatan triwulanan yang mengecewakan karena penjualan yang buruk di China. Sehari kemudian, Cargill mengumumkan hasil yang lebih buruk dari yang diharapkan dari Tiongkok.
Ekonomi China pada 2018 diprediksi tumbuh di bawah 6% menjadi yang terendah sejak 1990 bahwa sebelum krisis keuangan global terjadi.
"Ada ketidakkonsistenan antara AS yang bertindak sebagai lokomotif bagi dunia dan tujuan kebijakan pemerintahan Trump untuk mengurangi defisit perdagangan. Hal ini akan menjadi tantangan menjadikan AS sebagai lokomotif dunia," kata Catherine Mann, kepala ekonom global di Citi dan mantan kepala ekonom OECD, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4/1/2019).
![]() |
"Kami melihat keseimbangan antara aktivitas domestik yang kuat tetapi aktivitas eksternal yang lebih lemah di Amerika Serikat, Jerman, dan di tempat lain," katanya, dan juga "efektivitas kebijakan China untuk mengubah arah ekonomi di sana."
Penggerak lain pertumbuhan AS, termasuk pengeluaran pemerintah dan bisnis serta ekspor neto, semuanya merosot atau diperkirakan akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
[Gambas:Video CNBC]
Saham Apple Inc amblas 9,96% pada perdagangan bursa Kamis, dan menjadi terendah sejak pertengahan 2017 setelah perusahaan memangkas perkiraan penjualannya.
Pengumuman Apple memicu kembalinya ingatan tentang koreksi bursa saham AS yang dipimpin emiten sektor teknologi pada tahun 2000 sebelum resesi terjadi. "Ini sangat mirip," kata David Rosenberg, seorang ekonom di Gluskin Sheff Associates Inc dan menambahkan memburuknya industri manufaktur China akan semakin membebani ekonomi global.
Pada Kamis (3/1/2019), seorang pejabat Fed mengatakan kenaikan suku bunga yang direncanakan lebih lanjut harus dihentikan sampai bermacam-macam masalah global diselesaikan.
Ekonomi AS belum terdampak?
Gencatan senjata antara AS dan China hingga 1 Maret 2019 ternyata tak menenangkan pelaku pasar. Masalah di Eropa juga tak kalah mengkhawatirkan. Masalah perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit) yang belum kunjung disepakati padahal tenggat waktunya sudah semakin dekat 29 Maret 2019.
Tetapi dampak China sangat besar. Pertumbuhan ekonomi China sangat mempengaruhi harga beberapa komoditas seperti minyak, logam hingga microchip. Perang dagang yang terjadi telah membuat berkurangannya kepercayaan pelaku bisnis dan tertekannya investasi di China.
Perang bea masuk impor memang belum melukai pertumbuhan ekonomi AS. Penasihat Gedung Putih Kevin Hassett mengatakan penurunan tajam pertumbuhan ekonomi China akan memangkas keuntungan perusahaan AS tetapi penjualan Apple dan perusahaan lain harus tumbuh setelah kesepakatan dagang tercapai.
Sektor manufaktur AS telah mulai melambat, dan survei Institute of Supply Management terhadap manajer pembelian perusahaan pada hari Senin menunjukkan penurunan bulanan terbesar sejak puncak resesi pada Desember 2008. Survei triwulanan The Fed Dallas pada perusahaan-perusahaan energi menunjukkan adanya perlambatan yang ditandai pada akhir 2018.
"Seluruh dunia sedang melambat, terutama Eropa dan China, tetapi AS memiliki momentum yang cukup," kata Mohamed El-Erian, chief assets management Allianz. "Masalahnya adalah para pembuat kebijakan tidak cukup sensitif untuk mengendalikan keadaan (dan) volatilitas pasar saham dapat memberi umpan balik akan ada pelemahan ekonomi."
(roy/prm) Next Article Amerika "Senggol" China Lagi, Perang Dagang Bakal Berkobar?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular