
Newsletter
2019 Memang Menantang, Tapi Bukan Berarti Sonder Harapan
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
03 January 2019 05:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mengawali tahun 2019 dengan kurang meyakinkan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sama-sama melemah.
Kemarin, IHSG sejatinya dibuka menguat 0,05%. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena IHSG kemudian nyaris seharian berkubang di zona merah dan menutup hari dengan koreksi 0,22%.
IHSG senasib dengan bursa saham utama Asia yang juga ditutup melemah. Indeks Hang Seng anjlok 2,77%, Shanghai Composite amblas 1,15%, Kospi ambrol 1,52%, dan Straits Times negatif 0,97%.
Sementara rupiah memang sudah dibuka melemah dan seharian bertahan di teritori depresiasi. Rupiah mengakhiri hari dengan pelemahan 0,49% terhadap dolar AS.
Seperti halnya pasar saham, mata uang Benua Kuning juga mayoritas melemah di hadapan greenback. Hanya yen Jepang dan yuan China yang mampu menguat, selebihnya tidak selamat.
Data-data ekonomi yang mengecewakan membuat investor enggan masuk ke pasar keuangan Asia. Angka Purchasing Managers Index (PMI) China versi Caixin pada Desember 2018 tercatat 49,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Angka di bawah 50 berarti pelaku usaha tengah pesimistis.
Kemudian dari Korea Selatan, PMI versi Nikkei/Markit pada periode yang sama tercatat 49,8. Turun dibandingkan November 2018 yang sebesar 49,9. Lagi-lagi ada aura pesimisme di kalangan dunia usaha Negeri Ginseng.
Sedangkan angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Malaysia edisi Desember 2018 berada di 46,8. Tidak hanya menunjukkan pesimisme, tetapi angka itu menjadi catatan terendah sejak survei PMI dimulai pada 2012.
Sementara angka PMI Taiwan versi Nikkei pada Desember berada di 47,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 48,4. Angka ini menjadi yang terendah sejak September 2015.
Lalu di Singapura, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 adalah 2,2% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 3,2% YoY.
Di sisi lain, sejatinya ada sentimen positif yang menyokong kinerja pasar keuangan. Setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Argentina awal bulan lalu, hubungan Washington-Beijing semakin membaik dan mendekat ke damai dagang.
"Sejarah membuktikan bahwa kerja sama adalah pilihan terbaik bagi kedua negara. Saya menekankan pentingnya kerja sama China-AS dan saya bersedia untuk bekerja dengan Presiden Trump demi mewujudkan kesepakatan yang telah terjadi sebelumnya. Ini dilakukan untuk keuntungan rakyat kedua negara dan seluruh dunia," papar Xi dalam pidato peringatan 40 tahun hubungan diplomatik China-AS, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, Trump juga melontarkan hal positif mengenai perkembangan relasi dengan China. Melalui cuitan di Twitter, Trump mengungkapkan bahwa dirinya telah berbicara panjang melalui sambungan telepon dengan Presiden Xi.
"Proses kesepakatan dengan China berjalan dengan sangat baik. Jika berhasil, maka (kesepakatan) itu akan sangat komprehensif, mencakup seluruh aspek yang selama ini menjadi pertentangan. Kemajuan besar telah dibuat!" tulis Trump.
Sayangnya, akibat gempuran rilis sejumlah data ekonomi yang mengecewakan, kabar baik dari Beijing ini terasa hambar. Alhasil, pasar keuangan Asia pun kompak berguguran pada perdagangan kemarin.
Kemarin, IHSG sejatinya dibuka menguat 0,05%. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena IHSG kemudian nyaris seharian berkubang di zona merah dan menutup hari dengan koreksi 0,22%.
IHSG senasib dengan bursa saham utama Asia yang juga ditutup melemah. Indeks Hang Seng anjlok 2,77%, Shanghai Composite amblas 1,15%, Kospi ambrol 1,52%, dan Straits Times negatif 0,97%.
Sementara rupiah memang sudah dibuka melemah dan seharian bertahan di teritori depresiasi. Rupiah mengakhiri hari dengan pelemahan 0,49% terhadap dolar AS.
Seperti halnya pasar saham, mata uang Benua Kuning juga mayoritas melemah di hadapan greenback. Hanya yen Jepang dan yuan China yang mampu menguat, selebihnya tidak selamat.
Data-data ekonomi yang mengecewakan membuat investor enggan masuk ke pasar keuangan Asia. Angka Purchasing Managers Index (PMI) China versi Caixin pada Desember 2018 tercatat 49,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Angka di bawah 50 berarti pelaku usaha tengah pesimistis.
Kemudian dari Korea Selatan, PMI versi Nikkei/Markit pada periode yang sama tercatat 49,8. Turun dibandingkan November 2018 yang sebesar 49,9. Lagi-lagi ada aura pesimisme di kalangan dunia usaha Negeri Ginseng.
Sedangkan angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Malaysia edisi Desember 2018 berada di 46,8. Tidak hanya menunjukkan pesimisme, tetapi angka itu menjadi catatan terendah sejak survei PMI dimulai pada 2012.
Sementara angka PMI Taiwan versi Nikkei pada Desember berada di 47,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 48,4. Angka ini menjadi yang terendah sejak September 2015.
Lalu di Singapura, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 adalah 2,2% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 3,2% YoY.
Di sisi lain, sejatinya ada sentimen positif yang menyokong kinerja pasar keuangan. Setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Argentina awal bulan lalu, hubungan Washington-Beijing semakin membaik dan mendekat ke damai dagang.
"Sejarah membuktikan bahwa kerja sama adalah pilihan terbaik bagi kedua negara. Saya menekankan pentingnya kerja sama China-AS dan saya bersedia untuk bekerja dengan Presiden Trump demi mewujudkan kesepakatan yang telah terjadi sebelumnya. Ini dilakukan untuk keuntungan rakyat kedua negara dan seluruh dunia," papar Xi dalam pidato peringatan 40 tahun hubungan diplomatik China-AS, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, Trump juga melontarkan hal positif mengenai perkembangan relasi dengan China. Melalui cuitan di Twitter, Trump mengungkapkan bahwa dirinya telah berbicara panjang melalui sambungan telepon dengan Presiden Xi.
"Proses kesepakatan dengan China berjalan dengan sangat baik. Jika berhasil, maka (kesepakatan) itu akan sangat komprehensif, mencakup seluruh aspek yang selama ini menjadi pertentangan. Kemajuan besar telah dibuat!" tulis Trump.
Sayangnya, akibat gempuran rilis sejumlah data ekonomi yang mengecewakan, kabar baik dari Beijing ini terasa hambar. Alhasil, pasar keuangan Asia pun kompak berguguran pada perdagangan kemarin.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Wall Street Beri Secercah Harapan
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular