Internasional

Perlambatan Ekonomi China, Proyeksi yang Jadi Nyata

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
31 December 2018 18:45
Perlambatan Ekonomi China, Proyeksi yang Jadi Nyata
Foto: CNBC
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang yang berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan China telah membawa dampak buruk bagi kinerja perekonomian dunia, terutama China, yang menjadi target utama dari berbagai serangan bea impor yang diluncurkan kali pertama oleh Presiden AS Donald Trump tersebut.

Berbagai lembaga internasional menurunkan proyeksinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi China.


Jing Ulrich, managing director dan wakil chairman untuk Asia Pasifik di JPMorgan Chase, memproyeksikan ekonomi China melambat dari 6,6% menjadi 6,1% tahun depan.

Sementara itu IMF, pada laporan tanggal 14 Desember 2018, memperkirakan produk domestik bruto (PDB) China tumbuh hingga 6,6% tahun ini dan 6,2% di 2019, turun dari 6,4% yang diperkirakan sebelumnya.

Perlambatan ekonomi ini akan berdampak ke seluruh dunia mengingat Negeri Tirai Bambu memiliki PDB terbesar kedua setelah AS.

"Pertumbuhan dunia diperkirakan menyentuh 3,3% tahun ini, sedikit lebih tinggi dibandingkan di 2017 dan di atas rata-rata pertumbuhan global jangka panjang sebesar 2,6%," tulis Fitch dalam laporan Global Economic Outlook (GEO) yang dipublikasikan awal bulan ini.

"Pertumbuhan global diperkirakan melambat ke 3,1% tahun depan, utamanya disebabkan oleh pasar-pasar negara berkembang karena China melambat dan kondisi keuangan dan kebijakan yang lebih ketat membebani Turki, Indonesia, India, dan Rusia," tambahnya.

Perlambatan Ekonomi China, Proyeksi yang Jadi NyataFoto: Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping menghadiri jamuan makan malam setelah pertemuan pemimpin G20 di Buenos Aires, Argentina 1 Desember 2018. REUTERS / Kevin Lamarque

PDB China di kuartal ketiga tahun ini tercatat tumbuh lebih lambat dari perkiraan dan mencatat ekspansi paling lambat sejak kuartal pertama 2009 akibat perang dagang.

Ekonominya tumbuh 6,5% secara tahunan (year-on-year/ yoy) di kuartal ketiga tahun ini atau lebih rendah dari 6,6% yang diperkirakan para analis dalam survei Reuters. Angka itu juga lebih rendah dari 6,7% yang dicapai di kuartal sebelumnya, CNBC International melaporkan.

Pada kuartal III 2018, ekonomi China tercatat melambat dari 1,7% ke 1,6% secara quarter-on-quarter.

BERLANJUT KE HALAMAN DUA

Sejak awal tahun 2018 ini AS telah menerapkan tarif impor tambahan bagi berbagai produk atau barang-barang asal China, yang langsung dibalas oleh negara tirai bambu. Perang tarif itu terus berlanjut hingga November tahun ini, sebelum akhirnya kedua negara memutuskan untuk melakukan gencatan senjata pada awal Desember hingga Maret tahun 2019.

Perang dagang terjadi setelah AS menujuh China melakukan praktik dagang yang tidak adil dan memaksa perusahaan-perusahaan teknologi dunia yang ingin berbisnis di China untuk menyerahkan secara paksa teknologinya agar mendapat izin untuk berbisnis di negara itu.


Tanda-tanda pelemahan ekonomi China bisa terlihat dari laporan output industri dan pertumbuhan penjualan ritelnya untuk bulan November yang meleset dari ekspektasi, menurut data dari Biro Statistik Nasional.

Produksi industri di November tumbuh 5,4% dibandingkan tahun lalu, laju paling lambat dalam hampir tiga tahun karena sesuai dengan tingkat pertumbuhan yang terlihat pada Januari hingga Februari 2016, menurut catatan Reuters.

Pertumbuhan dalam produksi industri itu lebih rendah dari 5,9% yang diprediksi analis dalam survei Reuters.

Penjualan ritel naik 8,1% pada November, laju terlemah sejak 2003, menurut catatan Reuters, lebih rendah dari 8,8% yang diperkirakan analis. Pertumbuhan penjualan ritel November turun dari 8,6% di Oktober.

Investasi aset tetap (FAI) naik 5,9% dari Januari hingga November, sedikit lebih tinggi dari 5,8% yang diperkirakan para ekonom. FAI naik 5,7% dari Januari hingga Oktober.

Penjualan mobil China juga anjlok 13,9% di November dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kata asosiasi industri otomotif negara itu, Selasa (11/12/2018).

Ini menjadi penurunan terdalam sejak lebih dari enam tahun terakhir di pasar otomotif terbesar dunia itu, Reuters melaporkan dan dikutip oleh CNBC International.

Kali terakhir penjualan jatuh lebih dalam dari ini adalah di Januari 2012 ketika bisnis sektor otomotif terpukul oleh waktu liburan Tahun Baru China yang tidak tepat.

Anjloknya penjualan di November ini terjadi setelah penurunan hampir 12% di masing-masing dua bulan terakhir. Ini menjadikan China menuju kontraksi atau pertumbuhan negatif penjualan mobil pertamanya sejak paling tidak tahun 1990.

Penjualan mobil di China secara keseluruhan mencapai 25,4 juta unit dalam 11 bulan tahun ini, turun 1,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menurut data China Association of Automobile Manufacturers (CAAM).

Data yang suram tersebut menambah kekhawatiran akan hilangnya momentum ekonomi ke depannya, sehingga banyak perusahaan telah bersiap menghadapi sulitnya kinerja ekonomi tahun depan, dengan banyak yang menunda investasinya.


BERLANJUT KE HALAMAN TIGA


Berbagai gejala perlambatan pertumbuhan itu mendorong China gencar meluncurkan berbagai upaya untuk menggerakkan ekonominya yang lesu.

Mengutip Reuters, China bersedia meningkatkan impor produk-produk made in USA senilai US$ 1,2 triliun agar perang dagang berhenti. Tidak hanya itu, China juga akan menghapus bea masuk untuk impor mobil dan hambatan non-tarif demi menarik pelaku bisnis dari berbagai negara.



China juga telah berjanji untuk lebih membuka perekonomiannya. Hal itu pernah disampaikan oleh Presiden Xi Jinping November lalu saat membuka sebuah pameran perdagangan yang dilihat sebagai upaya Beijing untuk melawan kritik terhadap perdagangan dan praktik bisnisnya.

Xi juga berjanji untuk mempercepat pembukaan sektor pendidikan, telekomunikasi, dan budaya. Ia juga akan melindungi kepentingan perusahaan asing dan meningkatkan penegakan hukum atas pelanggaran hak kekayaan intelektual.

Pada bulan September, Perdana Menteri (PM) China Li Keqiang juga menegaskan negaranya telah "mempersiapkan alat-alat yang yang cukup untuk menangani risiko dan tantangan". Ia menambahkan bahwa "instrumen kebijakan ini akan meningkatkan ketangguhan China dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan."

Untuk ke depannya, Li berkata negaranya tidak berencana melakukan perubahan besar dalam kebijakan makroekonominya. China justru akan "memberi lebih banyak perhatian ke dalam langkah awal [preemptive] dan penyelarasan".

"Penting untuk mempertahankan prinsip-prinsip dasar multilateralisme dan perdagangan bebas," katanya.

Perlambatan Ekonomi China, Proyeksi yang Jadi NyataFoto: Presiden China Xi Jinping, Gubernur Jenderal Papua Nugini Bob Dadae dan Panglima Besar Papua Nugini Jenderal Gilbert Toropo selama upacara penyambutan untuk kunjungan negara Xi menjelang KTT APEC, di Gedung Parlemen di Port Moresby, Papua New Guinea November 16 , 2018. REUTERS / David Gray / Pool

"Terlepas dari kemungkinan berkembangnya aturan-aturan ini, kami yakin peraturan tersebut telah sangat menguntungkan perkembangan semua umat manusia. Dan bagi segala masalah yang ada, kami perlu berupaya melalui dialog: Tidak ada unilateralisme yang akan menawarkan solusi memungkinkan." Tambahnya, Rabu (19/9/2018).

Selain itu, pemerintah China pada bulan September juga telah memerintahkan agar kebijakan dan sumber daya diarahkan ke sektor-sektor seperti pariwisata dan olahraga guna membantu memberi dorongan meluas ke konsumsi domestik.

Menurut rincian dokumen yang diterbitkan kabinet pemerintah China pada hari Kamis (20/9/2018), pemerintah sedang menyusun sumber daya untuk menopang belanja konsumen di sektor pesiar, kapal, mobil otonom, kendaraan rekreasi, dan perjalanan udara.

Pemerintah China juga akan membantu perorangan meningkatkan pendapatan properti mereka, serta mendorong lebih banyak langkah pemotongan pajak pendapatan individu misalnya dengan menaikkan jumlah barang yang dipotong pajak, dilansir dari Reuters.

Pemerintah juga menetapkan undang-undang untuk memperbarui konsumsi di berbagai sektor, termasuk ekonomi berbagi (sharing economy) di mana masyarakat menyewakan mobil, rumah, bahkan peliharaan kepada orang asing dengan harga tertentu. Terkadang persewaan itu dilakukan dengan bantuan ponsel saja.

Otoritas China juga akan mengembangkan beberapa kota menjadi pusat konsumsi internasional.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular