Internasional

Aktivitas Pabrik China Tumbuh Negatif, Pertanda Ekonomi Lesu?

Bernhart Farras, CNBC Indonesia
31 December 2018 10:32
Aktivitas pabrik China terkontraksi atau tumbuh negatif untuk kali pertama dalam lebih dari dua tahun di Desember.
Foto: Ilustrasi aktivitas pabrik (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Beijing, CNBC Indonesia - Aktivitas pabrik China terkontraksi atau tumbuh negatif untuk kali pertama dalam lebih dari dua tahun di Desember. Hal ini disebabkan oleh penurunan permintaan dan meningkatnya tekanan terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia itu jelang awal tahun 2019.

Purchasing Managers' Index/PMI resmi turun menjadi 49,4 pada Desember, di bawah level kritis 50 poin yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi, menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional (NBS), Senin (31/12/2018), dilansir dari Reuters.


PMI adalah indikator kesehatan ekonomi untuk sektor manufaktur dan jasa. Data ini memberikan informasi tentang kondisi bisnis saat ini kepada para pembuat keputusan, analis, dan manajer pembelian perusahaan.

Ini adalah kontraksi pertama sejak Juli 2016 dan hasil terlemah PMI sejak Februari 2016 saat angka indeks berada di 49,0. Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan angka resmi ini akan turun menjadi 49,9 di Desember.

Meningkatnya tekanan pada pabrik-pabrik menandakan hilangnya momentum ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan risiko terhadap China serta ekonomi global, terutama jika perang dagang China-Amerika Serikat (AS) masih berlanjut.

Sudah ada tanda-tanda gesekan perdagangan antara raksasa ekonomi yang melukai rantai pasokan global dengan kekhawatiran dampaknya bisa menjadi lebih jelas tahun depan dalam bentuk pukulan terhadap perdagangan dan investasi dunia.

Aktivitas Pabrik China Tumbuh Negatif, Ekonomi Lesu?Foto: infografis/INI SEKTOR INDUSTRI AS YANG JADI KORBAN TARIF TRUMP & XI JINPING/Aristya Rahadian Krisabella

Ketidakpastian dalam perundingan perdamaian dagang China dan AS selama gencatan senjata mereka juga menjadi faktor risiko.

Pada awal bulan ini, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata 90 hari yang menunda kenaikan bea masuk AS yang direncanakan pada 1 Januari 2019 atas barang-barang Tiongkok senilai US$200 miliar (Rp 2.892 triliun) sementara mereka menegosiasikan kesepakatan perdagangan.

Pesanan ekspor baru terkontraksi selama tujuh bulan beruntun karena permintaan luar negeri yang goyah, dengan sub-indeks turun menjadi 46,6 dari pembacaan bulan sebelumnya pada 47,0.

"Ada banyak pesanan jangka pendek dari luar negeri, tetapi ada beberapa pesanan jangka panjang yang diterima oleh pabrik-pabrik China karena kehati-hatian tetap ada di tengah ketidakpastian perdagangan," kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust di Shanghai, sebelum rilis PMI.

"Prospek ekspor jangka menengah ke panjang tidak terlalu optimistis."


Sebaliknya hasil ukuran faktor aktivitas dari PMI untuk data non-manufaktur juga dirilis pada Senin, naik menjadi 53,8 dari 53,4 pada November, jauh di atas 50 poin yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi.

Sektor jasa menyumbang lebih dari setengah ekonomi China, dengan kenaikan upah yang memberi konsumen Negeri Tirai Bambu daya beli yang lebih kuat. Tetapi permintaan dan kepercayaan konsumen akhir-akhir ini melemah sebagai tanda meningkatnya tekanan ekonomi.


(prm) Next Article Sektor Manufaktur China Terpukul Perang Dagang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular