Simak Ramalan BI Soal CAD dan Risiko Ekonomi Tahun Depan

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
21 December 2018 08:26
Simak Ramalan BI Soal CAD dan Risiko Ekonomi Tahun Depan
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengingatkan ada kemungkinan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal IV-2018 di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB).

Hal tersebut dikemukakan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di kantor pusat BI, Jakarta, Kamis (20/12/2018).


"Jangan terlalu kaget [defisit transaksi berjalan] nanti di kuartal IV itu di atas 3%," kata Perry.

Proyeksi ini tak lepas defisit neraca perdagangan pada November 2018 yang jatuh hingga US$2,05 miliar. Lonjakan impor tak mampu diimbangi dengan kinerja ekspor secara keseluruhan.

Namun, mantan Deputi Gubernur BI ini melihat defisit transaksi berjalan yang menembus level 3% masih cukup sehat, apalagi untuk ukuran negara seperti Indonesia.

Simak Ramalan BI Soal CAD dan Risiko Ekonomi Tahun DepanFoto: Infografis/Perry Warjiyo Bawa Bunga Acuan BI Naik 175 Bps Sepanjang 2018/Arie Pratama, CNBC Indonesia

"Karena ada kenaikan impor yang produktif di bahan baku dan bahan modal, dan itu sebabkan defisit trade US$2 miliar," katanya.

"CAD yang sekarang ini, dalam kondisi Indonesia, masih baik untuk Indonesia. Apalagi kompoisisi impornya adalah produktif," jelasnya.

Dengan demikian, bank sentral memperkirakan defisit transaksi berjalan sepanjang tahun ini bisa berada di sekitar 3% dari produk domestik bruto.


Neraca pembayaran pada kuartal IV-2018 diproyeksikan akan mencatatkan surplus seiring dengan derasnya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik.

Jika benar, maka neraca pembayaran Indonesia untuk pertama kalinya sepanjang tahun ini mencetak surplus. Pasalnya, dalam tiga kuartal terakhir neraca pembayaran Indonesia terus mengalami defisit.

"Di triwulan IV-2018 ini surplus. Neraca modal akan lebih tinggi," jelasnya.

Bank sentral dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) terakhir di 2018 memutuskan untuk mempertahankan bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate di level 6%, sejalan dengan upaya mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik.

Selain itu, keputusan tersebut juga sejalan dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan serta sudah mempertimbangkan tren pergerakan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan.



Meski demikian, bank sentral tetap melihat masih ada sejumlah risiko yang harus diwaspadai tahun depan. Pertama, adalah rencana berlanjutnya kenaikan bunga acuan bank sentral AS tahun depan sebanyak dua kali.

"Kami mencermati arah kebijakan FFR di 2019 yang sebelumnya kami perkirakan naik tiga kali. Dengan keputusan tadi malam kemungkinan probabilitasnya di 2019 tidak tiga kali, tapi mengarah ke dua kali," jelasnya.

Sementara dari Eropa, kondisi perekonomian cenderung melambat meskipun arah normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB) di 2019 tetap menjadi perhatian bagi bank sentral.

Pertumbuhan ekonomi China terus melambat dipengaruhi melemahnya konsumsi dan ekspor neto antara lain akibat pengaruh ketegangan hubungan dagang dengan AS, serta berlanjutnya proses deleveraging di sistem keuangan.



"Pertumbuhan ekonomi dunia yang melandai serta risiko hubungan dagang antar negara dan geo-politik yang masih tinggi berdampak pada tetap rendahnya volume perdagangan dunia,"

"Sejalan dengan itu, harga komoditas global menurun, termasuk harga minyak dunia akibat peningkatan pasokan dari AS, OPEC, dan Rusia,"

"Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya," jelasn Perry.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular