
Pertahankan Bunga Acuan, BI Pede Hadapi 2019
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
20 December 2018 14:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mempertahankan bunga acuannya di 6%. Bank sentral memandang level BI 7-Day RR tersebut masih cukup menarik bagi investor.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Anggota Dewan Gubernur lainnya juga memastikan tingkat bunga acuan masih mampu menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) ke arah yang lebih rendah.
BI pun sudah menghitung segala aksi dari Bank Sentral AS (The Fed) hingga kondisi global lainnya.
"Bank Indonesia meyakini bahwa tingkat suku bunga kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik, termasuk telah mempertimbangkan tren pergerakan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," demikian hasil RDG BI yang disampaikan Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (20/12/2018).
BI melihat aksi The Fed yang menaikkan bunga acuannya 25 bps sudah masuk ke perhitungan atau sudah di-price in. BI sudah lebih pre-emptive dengan menaikkan bunga di bulan sebelumnya.
"Tentu saja adalah arah kebijakan FFR (Fed Fund Rate) di AS. Dari dulu kita pantau kita ukur probabilitasnya, dan kalau lebih dari 50%, kita akan pre-emptive dalam merumuskan kebijakan suku bunga kita," kata Perry Warjiyo.
"Kita tidak menunggu sampai FFR naik, tapi kita mendahului responsnya bagian menjaga daya tarik pasar keuangan domestik dan menurunkan CAD. Ini sikap pre-emptive kita," imbuh Perry.
Bahkan, bos bank sentral RI ini berpandangan risiko dari kenaikan bunga acuan AS kadarnya rendah. Justru hal ini membawa confidence bagi Indonesia.
"Pengaruhnya seperti apa? Risiko akan kita pantau, tapi kadar risiko lebih rendah dari perkiraan kami sebelumnya. Positif bagi confidence ke Indonesia termasuk aliran modal asing dan nilai tukar," papar Perry.
"Pada November kami sudah sampaikan, kami sudah priced in kenaikan bunga (The Fed) di Desember ini dan kenaikan di beberapa bulan ke depan. Kenaikan (BI 7 Day Reverse Repo Rate) November tersebut telah mempertimbangkan kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," tegas Perry.
Bunga Acuan AS Masih Naik 2 Kali di 2019
BI melihat lebih jauh suku bunga acuan AS masih akan mengalami 2 kali kenaikan di 2019. Sebelumnya BI memproyeksikan ada kenaikan 3 kali di tahun politik tersebut.
"Kita juga mencermati arah kebijakan FFR (bunga acuan AS) di 2019 yang sebelumnya kami perkirakan naik 3 kali, degan keputusan tadi malam kemungkinan probabilitasnya di 2019 tidak tiga kali tapi mengarah kepada 2 kali," kata Perry.
Selama 2018, BI telah menaikkan suku bunganya sebanyak 175 bps.
Berikut data BI 7 Day RR sejak awal 2018 :
Tetap Waspadai Risiko!
Walaupun cukup pede dengan stance moneternya, BI masih terus mewaspadai pasar keuangan global.
"Di Eropa, pertumbuhan ekonomi cenderung melambat, meskipun arah normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB) pada 2019 tetap menjadi perhatian," tutur Perry.
Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi, China terus melambat dipengaruhi melemahnya konsumsi dan ekspor neto antara lain akibat pengaruh ketegangan hubungan dagang dengan AS, serta berlanjutnya proses deleveraging di sistem keuangan.
"Pertumbuhan ekonomi dunia yang melandai serta risiko hubungan dagang antar negara dan geo-politik yang masih tinggi berdampak pada tetap rendahnya volume perdagangan dunia. Sejalan dengan itu, harga komoditas global menurun, termasuk harga minyak dunia akibat peningkatan pasokan dari AS, OPEC dan Rusia," imbuh Perry.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, dengan tetap mendorong berjalannya mekanisme pasar dan mendukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan."
(aji) Next Article Waspadai Ketidakpastian, Bunga Acuan BI 7-Day RR Tetap di 4%
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Anggota Dewan Gubernur lainnya juga memastikan tingkat bunga acuan masih mampu menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) ke arah yang lebih rendah.
BI pun sudah menghitung segala aksi dari Bank Sentral AS (The Fed) hingga kondisi global lainnya.
![]() |
"Bank Indonesia meyakini bahwa tingkat suku bunga kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik, termasuk telah mempertimbangkan tren pergerakan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," demikian hasil RDG BI yang disampaikan Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (20/12/2018).
BI melihat aksi The Fed yang menaikkan bunga acuannya 25 bps sudah masuk ke perhitungan atau sudah di-price in. BI sudah lebih pre-emptive dengan menaikkan bunga di bulan sebelumnya.
"Tentu saja adalah arah kebijakan FFR (Fed Fund Rate) di AS. Dari dulu kita pantau kita ukur probabilitasnya, dan kalau lebih dari 50%, kita akan pre-emptive dalam merumuskan kebijakan suku bunga kita," kata Perry Warjiyo.
"Kita tidak menunggu sampai FFR naik, tapi kita mendahului responsnya bagian menjaga daya tarik pasar keuangan domestik dan menurunkan CAD. Ini sikap pre-emptive kita," imbuh Perry.
Bahkan, bos bank sentral RI ini berpandangan risiko dari kenaikan bunga acuan AS kadarnya rendah. Justru hal ini membawa confidence bagi Indonesia.
"Pengaruhnya seperti apa? Risiko akan kita pantau, tapi kadar risiko lebih rendah dari perkiraan kami sebelumnya. Positif bagi confidence ke Indonesia termasuk aliran modal asing dan nilai tukar," papar Perry.
"Pada November kami sudah sampaikan, kami sudah priced in kenaikan bunga (The Fed) di Desember ini dan kenaikan di beberapa bulan ke depan. Kenaikan (BI 7 Day Reverse Repo Rate) November tersebut telah mempertimbangkan kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," tegas Perry.
BI melihat lebih jauh suku bunga acuan AS masih akan mengalami 2 kali kenaikan di 2019. Sebelumnya BI memproyeksikan ada kenaikan 3 kali di tahun politik tersebut.
"Kita juga mencermati arah kebijakan FFR (bunga acuan AS) di 2019 yang sebelumnya kami perkirakan naik 3 kali, degan keputusan tadi malam kemungkinan probabilitasnya di 2019 tidak tiga kali tapi mengarah kepada 2 kali," kata Perry.
Selama 2018, BI telah menaikkan suku bunganya sebanyak 175 bps.
Berikut data BI 7 Day RR sejak awal 2018 :
- 20 Desember 2018 : 6%
- 15 November 2018 : 6%
- 23 Oktober 2018 : 5,74%
- 27 September 2018 : 5,75%
- 15 Agustus 2018 : 5,5%
- 19 Juli 2018 : 5,25%
- 29 Juni 2018 : 5,25%
- 30 Mei 2018 : 4,75%
- 17 Mei 2018 : 4,50%
- 19 April 2018 : 4,25%
- 22 Maret 2018 : 4,25%
- 15 Februari 2018 : 4,25%
- 18 Januari 2018 : 4,25%
Tetap Waspadai Risiko!
Walaupun cukup pede dengan stance moneternya, BI masih terus mewaspadai pasar keuangan global.
"Di Eropa, pertumbuhan ekonomi cenderung melambat, meskipun arah normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB) pada 2019 tetap menjadi perhatian," tutur Perry.
Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi, China terus melambat dipengaruhi melemahnya konsumsi dan ekspor neto antara lain akibat pengaruh ketegangan hubungan dagang dengan AS, serta berlanjutnya proses deleveraging di sistem keuangan.
"Pertumbuhan ekonomi dunia yang melandai serta risiko hubungan dagang antar negara dan geo-politik yang masih tinggi berdampak pada tetap rendahnya volume perdagangan dunia. Sejalan dengan itu, harga komoditas global menurun, termasuk harga minyak dunia akibat peningkatan pasokan dari AS, OPEC dan Rusia," imbuh Perry.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, dengan tetap mendorong berjalannya mekanisme pasar dan mendukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan."
(aji) Next Article Waspadai Ketidakpastian, Bunga Acuan BI 7-Day RR Tetap di 4%
Most Popular