
Newsletter
Awas, Hawa Resesi di AS Makin Terasa!
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 December 2018 05:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menjalani hari yang indah kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan obligasi pemerintah seluruhnya mencatatkan penguatan.
Kemarin, IHSG berakhir dengan lonjakan 1,02%. IHSG bergerak searah dengan bursa saham utama Asia yang juga ditutup di zona hijau. Indeks Nikkei 225 naik 0,99%, Hang Seng melesat 1,29%, Shanghai Composite melejit 1,23%, Kospi bertambah 0,62%, dan Straits Time menguat 0,36%.
Sementara rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,72% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mayoritas mata uang Asia memang menguat di hadapan greenback, tetapi penguatan rupiah menjadi yang terbaik.
Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 9,6 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Sentimen eksternal memang mendukung kegemilangan pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Investor tengah semringah karena melihat AS dan China kini semakin mesra.
China kini melunak dalam menjalankan visi 'Made in China 2025', sebuah konsep yang bertujuan menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai pemain utama industri teknologi tinggi (semikonduktor, robotika, aeronautika, kendaraan ramah lingkungan, dan kecerdasan buatan), untuk membuka jalan menuju negara adikuasa pada tahun 2050. Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump sudah sejak lama mengkritik program ini lantaran dianggap proteksionis.
China kini dilaporkan sedang melakukan persiapan untuk mengganti program 'Made in China 2025' dengan sebuah program yang akan memberikan akses lebih besar bagi investor asing untuk berpartisipasi. Seorang sumber mengatakan bahwa program baru itu bisa diperkenalkan pada awal tahun depan.
Kemudian, China juga dikabarkan telah memborong kedelai AS. Reuters memberitakan, perusahaan milik negara di China membeli lebih dari 500.000 ton kedelai AS senilai US$ 180 juta.
Gayung bersambut, itikad baik China ini pun direspon dengan baik oleh AS. Negeri Paman Sam kemudian mempertimbangkan untuk memperpanjang masa gencatan senjata berlaku. Awalnya, kedua negara sepakat untuk tidak menaikkan dan menambah bea masuk hanya dalam waktu 1,5 bulan ke depan.
"Proses dialog dengan China sangat menjanjikan. Bapak Presiden mengindikasikan bahwa ada perkembangan yang baik, positif, dan aksi konkret. Beliau mungkin saja, mungkin, berkenan untuk memperpanjang (masa gencatan senjata). Kita lihat saja," ungkap Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.
Kemudian, ada kabar baik dari Inggris. Meski mendapat mosi tidak percaya, hasil pemungutan suara di parlemen ternyata tidak menggoyahkan Theresa May dari kursi Perdana Menteri.
May memenangkan dukungan parlemen dengan memperoleh 200 suara, sementara jumlah suara yang ingin mendongkelnya adalah 117. Perkembangan ini membuat proses pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui kepastian, karena tidak ada pergantian kepemimpinan.
Masih dari zona Eropa, Italia juga memberikan kabar baik. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte semakin melunak soal rencana anggaran 2019. Awalnya, Roma mengajukan rancangan anggaran 2019 dengan defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang ditolak Uni Eropa karena dianggap terlampau agresif. Italia diminta mengurangi defisit agar tidak kembali jatuh ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010 lalu.
Mengutip Reuters, Conte disebut-sebut akan mengajukan rancangan anggaran baru dengan defisit 2% PDB. Sepertinya kekhawatiran soal drama fiskal Italia bisa segera diselesaikan.
Semesta yang begitu mendukung memuluskan langkah IHSG, rupiah, dan obligasi pemerintah untuk menguat. Memang sangat keterlaluan kalau pasar keuangan Indonesia masih terkoreksi di tengah situasi yang sedang kondusif seperti itu.
Kemarin, IHSG berakhir dengan lonjakan 1,02%. IHSG bergerak searah dengan bursa saham utama Asia yang juga ditutup di zona hijau. Indeks Nikkei 225 naik 0,99%, Hang Seng melesat 1,29%, Shanghai Composite melejit 1,23%, Kospi bertambah 0,62%, dan Straits Time menguat 0,36%.
Sementara rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,72% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mayoritas mata uang Asia memang menguat di hadapan greenback, tetapi penguatan rupiah menjadi yang terbaik.
Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 9,6 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Sentimen eksternal memang mendukung kegemilangan pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Investor tengah semringah karena melihat AS dan China kini semakin mesra.
China kini melunak dalam menjalankan visi 'Made in China 2025', sebuah konsep yang bertujuan menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai pemain utama industri teknologi tinggi (semikonduktor, robotika, aeronautika, kendaraan ramah lingkungan, dan kecerdasan buatan), untuk membuka jalan menuju negara adikuasa pada tahun 2050. Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump sudah sejak lama mengkritik program ini lantaran dianggap proteksionis.
China kini dilaporkan sedang melakukan persiapan untuk mengganti program 'Made in China 2025' dengan sebuah program yang akan memberikan akses lebih besar bagi investor asing untuk berpartisipasi. Seorang sumber mengatakan bahwa program baru itu bisa diperkenalkan pada awal tahun depan.
Kemudian, China juga dikabarkan telah memborong kedelai AS. Reuters memberitakan, perusahaan milik negara di China membeli lebih dari 500.000 ton kedelai AS senilai US$ 180 juta.
Gayung bersambut, itikad baik China ini pun direspon dengan baik oleh AS. Negeri Paman Sam kemudian mempertimbangkan untuk memperpanjang masa gencatan senjata berlaku. Awalnya, kedua negara sepakat untuk tidak menaikkan dan menambah bea masuk hanya dalam waktu 1,5 bulan ke depan.
"Proses dialog dengan China sangat menjanjikan. Bapak Presiden mengindikasikan bahwa ada perkembangan yang baik, positif, dan aksi konkret. Beliau mungkin saja, mungkin, berkenan untuk memperpanjang (masa gencatan senjata). Kita lihat saja," ungkap Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.
Kemudian, ada kabar baik dari Inggris. Meski mendapat mosi tidak percaya, hasil pemungutan suara di parlemen ternyata tidak menggoyahkan Theresa May dari kursi Perdana Menteri.
May memenangkan dukungan parlemen dengan memperoleh 200 suara, sementara jumlah suara yang ingin mendongkelnya adalah 117. Perkembangan ini membuat proses pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui kepastian, karena tidak ada pergantian kepemimpinan.
Masih dari zona Eropa, Italia juga memberikan kabar baik. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte semakin melunak soal rencana anggaran 2019. Awalnya, Roma mengajukan rancangan anggaran 2019 dengan defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang ditolak Uni Eropa karena dianggap terlampau agresif. Italia diminta mengurangi defisit agar tidak kembali jatuh ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010 lalu.
Mengutip Reuters, Conte disebut-sebut akan mengajukan rancangan anggaran baru dengan defisit 2% PDB. Sepertinya kekhawatiran soal drama fiskal Italia bisa segera diselesaikan.
Semesta yang begitu mendukung memuluskan langkah IHSG, rupiah, dan obligasi pemerintah untuk menguat. Memang sangat keterlaluan kalau pasar keuangan Indonesia masih terkoreksi di tengah situasi yang sedang kondusif seperti itu.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular