Ini Deretan Negara yang Bawa IHSG Dekati 6.200

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 December 2018 16:47
IHSG ditutup menguat 1,02% ke level 6.177,72 pada perdagangan hari ini.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali hari ini dengan penguatan sebesar 0,41% ke level 6.140,88, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperlebar penguatannya menjadi 1,02% ke level 6.177,72 per akhir sesi 2.

Penguatan IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,99%, indeks Shanghai naik 1,23%, indeks Hang Seng naik 1,29%, indeks Strait Times naik 0,37%, dan indeks Kospi naik 0,62%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 10,96 triliun dengan volume sebanyak 13,9 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 465.675 kali.

Penguatan IHSG hari ini banyak ditopang sentimen eksternal. Berikut deretan negara yang membawa IHSG mendekati level 6.200.

China
Dari perang dagang AS-China, ada perkembangan yang positif. Mengutip Reuters, China semakin berkomitmen untuk membuka perekonomiannya kepada dunia. China kini melunak dalam menjalankan visi 'Made in China 2025', sebuah konsep yang bertujuan menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai pemain utama industri teknologi tinggi (semikonduktor, robotika, aeronautika, kendaraan ramah lingkungan, dan kecerdasan buatan) untuk membuka jalan menuju negara adikuasa pada tahun 2050.

Tidak sekedar jargon, pemerintah mendukung penuh program ini dengan pemberian subsidi. Akibatnya, pemain asing hampir tidak bisa berkompetisi. Administrasi Presiden AS Donald Trump sudah sejak lama mengkritik program ini lantaran dianggap proteksionis.

China kini dilaporkan sedang melakukan persiapan untuk mengganti program 'Made in China 2025' dengan sebuah program yang akan memberikan akses lebih besar bagi investor asing untuk berpartisipasi dalam perekonomiannya. Seorang sumber mengatakan bahwa program baru itu bisa diperkenalkan pada awal tahun depan.

Amerika Serikat
Agresifnya The Federal Reserve dalam mengerek suku bunga acuan membawa petaka bagi pasar keuangan dunia. Sepanjang tahun ini, The Fed sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 75 bps dan diproyeksikan masih ada kenaikan sebesar 25 bps lagi pada bulan ini.

Untuk tahun depan, kenaikan diproyeksikan oleh The Fed sebanyak 3 kali (75 bps). Pelaku pasar sempat cukup yakin akan hal ini. Sebulan yang lalu, berdasarkan harga kontrak Fed Fund Futures, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan adalah 16,1%, seperti dikutip dari situs resmi CME Group. Pada hari ini, posisinya sangat kecil yakni sebesar 4,7% saja.

Memudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan datang seiring dengan melandainya inflasi di AS. Pada bulan November, inflasi di AS tercatat sebesar 2,2% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,5% YoY. Capaian bulan lalu juga merupakan yang terlambat sejak Februari.

Dengan melandainya inflasi, ada harapan bahwa The Federal Reserve tak akan terlalu agresif dalam mengerek suku bunga acuan.

Ditengah ketidakpastian ekonomi global yang masih cukup besar, tentu kenaikan suku bunga acuan yang tak kelewat agresif menjadi opsi terbaik bagi AS dan dunia.

Inggris
Beralih ke Benua Biru, pelaku pasar lega lantaran Perdana Menteri Inggris Theresa May tak jadi dilengserkan dari posisinya. Kemarin, pemungutan suara atas mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan May digelar pasca batas minimum yang dibutuhkan, yakni 48 surat dari anggota Partai Konservatif, dipenuhi.

Beruntung, May memenangkan pemungutan suara ini. Sebanyak 200 suara mendukung May dan hanya 117 yang ingin dirinya hengkang.

Perkembangan ini membuat proses pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui kepastian karena tidak ada pergantian kepemimpinan. Sebelumnya, May menegaskan pergantian kepemimpinan bukan jalan terbaik bagi Inggris yang sedang menghadapi sengkarut Brexit. Negeri John Bull sudah tidak punya banyak waktu, karena Bexit efektif berlaku pada 29 Maret 2019.

Memang, masih tersisa pekerjaan rumah berat yang harus dipikul oleh May. Dirinya harus meyakinkan parlemen guna menyetujui kesepakatan Brexit yang sebelumnya telah disepakati dengan pihak Uni Eropa.

Tapi setidaknya dengan kepemimpinan yang masih berada di tangan May, nasib Brexit menjadi lebih pasti ketimbang jika kepemimpinan berpindah tangan.

Italia
Masih dari Benua Biru, ada perkembangan positif seputar kisruh anggaran di Italia. Pada awalnya, Roma mengajukan rancangan anggaran 2019 dengan defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan ditolak Uni Eropa karena dianggap terlampau agresif. Italia diminta mengurangi defisit agar tidak kembali jatuh ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010 lalu.

Setelah adu argumen dengan Uni Eropa yang berlangsung cukup lama, Italia akhirnya melunak. Mengutip Reuters, Conte disebut-sebut akan mengajukan rancangan anggaran baru dengan defisit 2% dari PDB.

Sepertinya drama fiskal Italia bisa segera diselesaikan. 1 risiko besar yang mengintai laju perekonomian dunia bisa dikesampingkan pelaku pasar, setidaknya untuk saat ini.

Sektor Jasa Keuangan Pimpin Laju IHSG
Sektor jasa keuangan (+0,97%) memimpin laju IHSG pada hari ini. Memudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan membuat rupiah mampu membukukan performa yang impresif. Pada akhir perdagangan, rupiah menguat 0,72% di pasar spot ke level Rp 14.490/dolar AS.

Pada akhirnya, penguatan rupiah dimanfaatkan oleh investor untuk memburu saham-saham bank BUKU 4: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 3,01%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 1,66%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 1,18%.

Selain mendorong aksi beli atas saham-saham bank BUKU 4, penguatan rupiah juga mendorong investor asing untuk masuk ke bursa saham tanah air. Per akhir sesi 2, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 686,4 miliar.

5 besar saham yang diburu investor asing adalah: PT MNC Land Tbk/KPIG (Rp 298,5 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 151,9 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 102,4 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 91,9 miliar), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (Rp 43,7 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular