
Meski Harga Minyak Turun ke US$ 30/Barel, Medco Bisa Bertahan
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
26 November 2018 19:58

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional. Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro mengatakan penurunan harga minyak saat ini masih bisa disiasati oleh perusahaan.
Saat ini harga minyak dunia memang tengah merosot tajam, sudah tembus ke bawah US$ 60 per barel. Jauh dibanding harga pada satu bulan lalu di mana harga minyak meroket ke atas US$ 80 per barel.
[Gambas:Video CNBC]
Banyak kalangan khawatir penurunan ini masih akan terus terjadi dan makin menyeret harga minyak ke bawah, dan tentunya berdampak pada emiten migas seperti Medco.
Dalam wawancara bersama Hera F Haryn di Closing Bell CNBC TV Indonesia, Hilmi pun buka-bukaan soal kondisi perusahaan dan strategi bisnis ke depan.
Ia optimistis harga minyak masih akan bisa naik lagi, karena bagaimanapun permintaan terus naik sementara produksi belum bertambah signifikan. Namun, meski harga minyak terus merosot untuk perusahaan juga belum begitu mengganggu kinerja karena kinerja perusahaan masih bisa optimal meski harus efisiensi.
"Strategi kami sederhana yakni di cost control, kami berusaha jadi cost leader. Waktu 2014, minyak US$ 40 per barel dan banyak perusahaan yang tutup karena cost produksinya ada yang sampai di atas iru. Tapi cost kami di bawah, yakni hanya US$ 10 per barel," kata Hilmi, Senin (26/11/2018).
Meskipun dampaknya ke perusahaan adalah banyak keuntungan yang berkurang, tapi Ia yakin keuntungannya ini bisa terbayar lagi saat harga minyak naik lagi.
Salah satu yang membuat harga minyak naik adalah urusan services, "Komponen terbesarnya kan services, jadi negosiasi dengan penyedia servis. Kalau margin besar kami tawar, mungkin marginnya lebih sedikit tapi kontrak diperpanjang. Intinya produktivitas dengan ongkos yang kita kontrol," jelasnya.
Ia juga menjamin tidak akan ada pemangkasan tenaga kerja oleh perusahaan meskipun harga minyak turun terus. "Waktu harga minyak turun ke US$ 30 kita juga tidak ada layoff, itu the last thing. Kami berusaha jadi cost leader."
(gus) Next Article Konsolidasikan Ophir, Medco Cetak Laba Rp 269 M di Q3-2019
Saat ini harga minyak dunia memang tengah merosot tajam, sudah tembus ke bawah US$ 60 per barel. Jauh dibanding harga pada satu bulan lalu di mana harga minyak meroket ke atas US$ 80 per barel.
[Gambas:Video CNBC]
Dalam wawancara bersama Hera F Haryn di Closing Bell CNBC TV Indonesia, Hilmi pun buka-bukaan soal kondisi perusahaan dan strategi bisnis ke depan.
Ia optimistis harga minyak masih akan bisa naik lagi, karena bagaimanapun permintaan terus naik sementara produksi belum bertambah signifikan. Namun, meski harga minyak terus merosot untuk perusahaan juga belum begitu mengganggu kinerja karena kinerja perusahaan masih bisa optimal meski harus efisiensi.
"Strategi kami sederhana yakni di cost control, kami berusaha jadi cost leader. Waktu 2014, minyak US$ 40 per barel dan banyak perusahaan yang tutup karena cost produksinya ada yang sampai di atas iru. Tapi cost kami di bawah, yakni hanya US$ 10 per barel," kata Hilmi, Senin (26/11/2018).
Meskipun dampaknya ke perusahaan adalah banyak keuntungan yang berkurang, tapi Ia yakin keuntungannya ini bisa terbayar lagi saat harga minyak naik lagi.
Salah satu yang membuat harga minyak naik adalah urusan services, "Komponen terbesarnya kan services, jadi negosiasi dengan penyedia servis. Kalau margin besar kami tawar, mungkin marginnya lebih sedikit tapi kontrak diperpanjang. Intinya produktivitas dengan ongkos yang kita kontrol," jelasnya.
Ia juga menjamin tidak akan ada pemangkasan tenaga kerja oleh perusahaan meskipun harga minyak turun terus. "Waktu harga minyak turun ke US$ 30 kita juga tidak ada layoff, itu the last thing. Kami berusaha jadi cost leader."
(gus) Next Article Konsolidasikan Ophir, Medco Cetak Laba Rp 269 M di Q3-2019
Most Popular