
Proyeksi BI: CAD Capai 2,8% dari PDB di Akhir 2018
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
19 November 2018 16:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memiliki kepercayaan diri tinggi bahwa defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) pada akhir tahun ini akan berada di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (19/11/2018), defisit transaksi berjalan pada tahun ini diproyeksikan berada di angka 2,8% dari PDB.
Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan semula bank sentral, di mana defisit transaksi berjalan bakal ada di 2,9% dari PDB.
Keyakinan tersebut tak lepas dari berbagai upaya yang dilakukan pemerintah maupun bank sentral untuk menekan dan mengatasi masalah defisit transaksi berjalan, yang dalam dua kuartal terakhir melebar melebihi perkiraan.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah antara lain dari kebijakan kewajiban penggunaan B20 dan penggunaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), sampai dengan pengendalian ratusan barang impor.
Terbaru, pemerintah baru saja merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mengundang investor asing masuk. Dana-dana dari para investor, diharapkan dapat membiayai defisit transaksi berjalan.
Bank sentral pun tak ketinggalan. Kenaikan bunga acuan yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir bukan semata-mata untuk menjaga stabilitas nilai tukar, melainkan juga mengendalikan CAD.
BI memang tak memungkiri, pengetatan likuiditas global membuat aliran modal asing kembali pulang ke Negeri Paman Sam. Hal itu, menjadi salah satu masalah yang dihadapi Indonesia saat ini.
Pasalnya, transaksi modal dan finansial yang kerap kali digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan tidak mampu membendung bengkaknya transaksi berjalan.
BI pun melihat kenaikan bunga memang diperlukan untuk memperkuat kembali daya tarik pasar keuangan domestik, meskipun sejauh ini bank sentral sudah mengerek bunga hingga 175 basis poin.
"Kenaikan bunga tersebut juga untuk memperkuat daya tarik pasar keuangan domestik dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo beberapa waktu lalu.
Pada kuartal kedua tahun ini, defisit transaksi berjalan mencapai US$8 miliar atau 3,1% dari PDB. Namun pada kuartal ketiga, CAD melebar lebih jauh hingga US$8,8 miliar atau 3,37% dari PDB.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menjelaskan penurunan harga minyak yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun memang memicu penurunan CAD.
"Harga minyak diperkirakan tetap rendah di range US$65-US$75. Ini akan merefleksikan supply dan demand," jelas Satria kepada CNBC Indonesia.
(prm) Next Article CAD 2020 Ramping, Awas 2021 Bisa Melar!
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (19/11/2018), defisit transaksi berjalan pada tahun ini diproyeksikan berada di angka 2,8% dari PDB.
Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan semula bank sentral, di mana defisit transaksi berjalan bakal ada di 2,9% dari PDB.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah antara lain dari kebijakan kewajiban penggunaan B20 dan penggunaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), sampai dengan pengendalian ratusan barang impor.
Terbaru, pemerintah baru saja merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mengundang investor asing masuk. Dana-dana dari para investor, diharapkan dapat membiayai defisit transaksi berjalan.
![]() |
BI memang tak memungkiri, pengetatan likuiditas global membuat aliran modal asing kembali pulang ke Negeri Paman Sam. Hal itu, menjadi salah satu masalah yang dihadapi Indonesia saat ini.
Pasalnya, transaksi modal dan finansial yang kerap kali digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan tidak mampu membendung bengkaknya transaksi berjalan.
BI pun melihat kenaikan bunga memang diperlukan untuk memperkuat kembali daya tarik pasar keuangan domestik, meskipun sejauh ini bank sentral sudah mengerek bunga hingga 175 basis poin.
"Kenaikan bunga tersebut juga untuk memperkuat daya tarik pasar keuangan domestik dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo beberapa waktu lalu.
Pada kuartal kedua tahun ini, defisit transaksi berjalan mencapai US$8 miliar atau 3,1% dari PDB. Namun pada kuartal ketiga, CAD melebar lebih jauh hingga US$8,8 miliar atau 3,37% dari PDB.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menjelaskan penurunan harga minyak yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun memang memicu penurunan CAD.
"Harga minyak diperkirakan tetap rendah di range US$65-US$75. Ini akan merefleksikan supply dan demand," jelas Satria kepada CNBC Indonesia.
(prm) Next Article CAD 2020 Ramping, Awas 2021 Bisa Melar!
Most Popular