
CAD Kuartal III-2018 Membengkak, Bagaimana di Akhir Tahun?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
12 November 2018 08:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mencatat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III-2018 mengalami defisit US$4,39 miliar, lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang juga minus US$4,31 miliar.
Pencapaian kuartal III-2018 tersebut merupakan yang terendah sejak kuartal III-2015. NPI, yang terdiri dari transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial, pada kuartal tersebut tekor dan kedua komponennya juga terkontraksi cukup dalam.
Transaksi berjalan, yang menggambarkan pasokan valas dari ekspor dan impor barang dan jasa, mengalami defisit US$8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit terdalam sejak kuartal II-2014.
Sementara transaksi modal dan finansial, yang mencerminkan pasokan valas dari investasi di sektor riil dan pasar keuangan, mengalami defisit US$4,67 miliar, atau lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang minus US$3,44 miliar.
Data NPI, terutama transaksi berjalan, memang menjadi perhatian utama pelaku pasar karena data ini mencerminkan pasokan valuta asing (valas) dalam perekonomian domestik. Jika defisit, berarti memang pasokan valas sedang seret sehingga wajar kalau rupiah melemah.
Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan posisi defisit transaksi berjalan di kuartal IV-2018 akan jauh lebih menyempit. Secara keseluruhan, defisit transaksi berjalan sepanjang tahun diproyeksikan tetap berada di bawah 3% dari PDB.
"Karena pembayaran utang luar negeri pemerintah dan dividen yang lebih rendah. Di akhir 2018, kami masih melihat defisit transaksi berjalan berada di 2,88%, dari PDB," kata Andry, dikutip Senin (12/11/2018).
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro pun memiliki pendapat serupa. Namun khusus di kuartal IV-2018, posisi defisit transaksi berjalan diproyeksikan tetap berada di atas 3% dari PDB.
"CAD kuartal IV-2018 3,1% dari PDB. Ini perlu waspada, dan jangan lengah," jelas Satria.
Berbicara usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut membengkaknya CAD memang sebagai konsekuensi menggeliatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kami senang bahwa pertumbuhan ekonomi kita tinggi. Konsekuensinya, permintaan terhadap barang impor meningkat," kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, dalam situasi perekonomian dunia yang normal, defisit transaksi berjalan sejatinya bukan menjadi persoalan besar karena defisit masih bisa dibiayai dari aliran modal yang masuk ke pasar keuangan domestik.
"Dalam suasana normal kalau capital flow sudah muncul, sebetulnya tidak ada masalah karena tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi terlau besar," jelasnya.
"Dalam hal ini, kami mencari keseimbangan yang hati-hati. Oleh karena itu, tiap bulan kita harus review. Mempelajari berbagai permintaan barang yang diimpor baik migas maupun nonmigas," katanya.
(prm) Next Article Menakar Laju Kinerja NPI Q4-2019, Begini Proyeksi Ekonom
Pencapaian kuartal III-2018 tersebut merupakan yang terendah sejak kuartal III-2015. NPI, yang terdiri dari transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial, pada kuartal tersebut tekor dan kedua komponennya juga terkontraksi cukup dalam.
Transaksi berjalan, yang menggambarkan pasokan valas dari ekspor dan impor barang dan jasa, mengalami defisit US$8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit terdalam sejak kuartal II-2014.
Data NPI, terutama transaksi berjalan, memang menjadi perhatian utama pelaku pasar karena data ini mencerminkan pasokan valuta asing (valas) dalam perekonomian domestik. Jika defisit, berarti memang pasokan valas sedang seret sehingga wajar kalau rupiah melemah.
Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan posisi defisit transaksi berjalan di kuartal IV-2018 akan jauh lebih menyempit. Secara keseluruhan, defisit transaksi berjalan sepanjang tahun diproyeksikan tetap berada di bawah 3% dari PDB.
"Karena pembayaran utang luar negeri pemerintah dan dividen yang lebih rendah. Di akhir 2018, kami masih melihat defisit transaksi berjalan berada di 2,88%, dari PDB," kata Andry, dikutip Senin (12/11/2018).
![]() |
"CAD kuartal IV-2018 3,1% dari PDB. Ini perlu waspada, dan jangan lengah," jelas Satria.
Berbicara usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut membengkaknya CAD memang sebagai konsekuensi menggeliatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kami senang bahwa pertumbuhan ekonomi kita tinggi. Konsekuensinya, permintaan terhadap barang impor meningkat," kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, dalam situasi perekonomian dunia yang normal, defisit transaksi berjalan sejatinya bukan menjadi persoalan besar karena defisit masih bisa dibiayai dari aliran modal yang masuk ke pasar keuangan domestik.
"Dalam suasana normal kalau capital flow sudah muncul, sebetulnya tidak ada masalah karena tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi terlau besar," jelasnya.
"Dalam hal ini, kami mencari keseimbangan yang hati-hati. Oleh karena itu, tiap bulan kita harus review. Mempelajari berbagai permintaan barang yang diimpor baik migas maupun nonmigas," katanya.
(prm) Next Article Menakar Laju Kinerja NPI Q4-2019, Begini Proyeksi Ekonom
Most Popular