CAD Melebar, Defisit Migas Tertinggi di Sepanjang Sejarah RI

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
10 November 2018 09:15
Defisit perdagangan migas di kuartal III-2018  menjadi yang salah satu yang tertinggi di sepanjang sejarah Indonesia.
Foto: Dokumentasi ESDM
Jakarta, CNBC IndonesiaBank Indonesia (BI) mengumumkan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada triwulan III-2018 tercatat sebesar US$ 8,85 miliar. Angka ini setara dengan 3,37% dari Produk Domstik Bruto (PDB). Namun, secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan hingga triwulan III 2018 tercatat 2,86% PDB sehingga masih berada dalam batas aman.

Apabila ditelusuri secara historis, CAD kuartal lalu merupakan yang tertinggi dalam 4 tahun terakhir, atau sejak kuartal II-2014. Kala itu, CAD mencapai US$ 9,58 miliar, atau sekitar 4,26% dari PDB.



Lantas, apa penyebab melebarnya CAD di kuartal III-2018? Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.

Dari sisi perdagangan, CAD yang melebar banyak dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan peningkatan defisit neraca jasa. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), neraca perdagangan berbalik arah menjadi defisit sebesar US$ 398 juta pada kuartal III-2018, pasca selalu mencatatkan surplus sejak kuartal III-2014.

Kemudian, defisit pendapatan primer juga melebar tipis menjadi US$ 8,03 milliar di kuartal III-2018, dari kuartal sebelumnya sebesar US$ 8,02.

Neraca Perdagangan Barang

Biang kerok memburuknya neraca perdagangan barang tidak lepas dari defisit perdagangan migas yang melebar menjadi US$ 3,53 miliar di kuartal II-2018, naik dari kuartal sebelumnya sebesar US$ 2,76 miliar.

Defisit perdagangan migas sebesar itu menjadi yang salah satu yang tertinggi di sepanjang sejarah Indonesia. Sebagai catatan, Tim Riset CNBC Indonesia menelusuri data yang tersedia di situs resmi BI, di mana data yang tersedia paling lama adalah tahun 2005.



Harga minyak mentah jenis Brent memang tercatat menanjak sebesar 4,13%, di sepanjang kuartal III-2018. Bahkan, di akhir September 2018, harganya menembus level psikologis US$ 80/barel. Sebagai negara net importir, akhirnya Indonesia harus menanggung dampak negatif kenaikan harga sang emas hitam, dalam bentuk CAD yang jebol.

Terlebih, nilai tukar rupiah juga terdepresiasi 4,01% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di sepanjang kuartal III-2018. Pada awal September 2018, US$ 1 bahkan sempat dibanderol sebesar Rp 14.930. Hal ini lantas semakin menambah beban importase migas.

Di sisi lain, neraca perdangan non-migas masih mencatatkan peningkatan surplus ke angka US$ 3,43 miliar di kuartal III-2018, meski hanya naik tipis dari US$ 3,24 miliar pada kuartal sebelumnya.

Meski demikian, apabila dibandingkan dengan surplus kuartal III-2017 yang sebesar US$ 6,32 miliar, surplus di kuartal lalu turun cukup dalam.

Impor non-migas di sepanjang kuartal III-2018 tercatat naik sebesar 20,04% secara tahunan (year-on-year/YoY). Peningkatan itu jauh lebih kencang dibandingkan kenaikan ekspor non-migas yang hanya sebesar 9,32% YoY. Wajar jika akhirnya surplus perdagangan non-migas mengerucut.

Terbatasnya pertumbuhan ekspor non-migas utamanya disebabkan penurunan ekspor komoditas minyak nabati di kuartal III-2018, yakni sebesar -14,3% YoY. Hal ini nampaknya tidak lepas dari turunnya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di kuartal lalu. Mengutip Refinitiv, harga CPO kontrak acuan di Bursa Malaysia memang anjlok 6,53% di periode Juli-September 2018.



Sementara itu, peningkatan impor non-migas disumbang oleh melambungnya impor barang konsumsi dan barang modal, masing-masing sebesar 36% YoY dan 26,9% YoY (secara nominal).

Neraca Perdagangan Jasa

Di sisi lain, defisit neraca perdagangan jasa juga melebar menjadi US$ 2,21 miliar di kuartal III-2018, dari kuartal sebelumnya sebesar US$ 1,86 miliar. Menurut BI, perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit jasa transportasi.

Defisit jasa transportasi semakin parah seiring naiknya pembayaran jasa transportasi penumpang. Hal itu terjadi karena lebih tingginya jumlah kunjungan wisatawan nasional (wisnas) ke luar negeri, antara lain dalam rangka pelaksanaan ibadah haji, dan meningkatnya pembayaran jasa freight seiring dengan meningkatnya impor barang.

Neraca Pendapatan Primer

Defisit neraca pendapatan primer hanya melebar tipis di kuartal III-2018. Mengutip BI, peningkatan defisit yang terjadi pada pendapatan investasi langsung di kuartal lalu dapat dikompensasi oleh penurunan defisit pendapatan investasi portofolio dan pendapatan investasi lainnya




Peningkatan defisit pendapatan investasi langsung terutama dipengaruhi oleh meningkatnya pembayaran pendapatan atas modal ekuitas, sejalan dengan membaiknya kinerja keuangan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada triwulan III-2018.

Meski demikian, sebagian besar pendapatan tersebut ditanamkan kembali (reinvested earnings) pada perusahaan sehingga pada gilirannya menambah aliran masuk investasi langsung ke Indonesia.

Sementara itu, penurunan defisit pendapatan investasi portofolio didukung oleh berkurangnya pembayaran dividen. Pengurangan itu mampu mengompensasi peningkatan pembayaran bunga surat utang pemerintah.

Adapun penurunan defisit pendapatan investasi lainnya terutama karena berkurangnya pembayaran bunga pinjaman luar negeri, baik pemerintah maupun swasta.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)



(RHG/roy) Next Article Tenang Bos! RI Gak 'Goyang' Hadapi Taper Tantrum 2.0

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular