
Sri Mulyani: CAD Bengkak Sudah Konsekuensi
Muhammad Choirul & Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
09 November 2018 19:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara mengenai posisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal III/2018 yang kembali membengkak.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), Jumat (9/11/2018), posisi defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2018 tercatat sebesar US$ 8,8 miliar atau setara 3,37% dari produk domestik bruto (PDB).
Berbicara usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Sri Mulyani menyebut, membengkaknya CAD memang sebagai konsekuensi menggeliatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kami senang bahwa pertumbuhan ekonomi kita tinggi. Konsekuensinya, permintaan terhadap barang impor meningkat," kata Sri Mulyani, Jumat (9/11/2018).
Menurut Sri Mulyani, defisit situasi perekonomian dunia yang normal, defisit transaksi berjalan sejatinya bukan menjadi persoalan besar karena defisit masih bisa dibiayai dari aliran modal.
"Dalam suasana normal kalau capital flow sudah muncul, sebetulnya tidak ada masalah karena tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi terlau besar," jelasnya.
"Dalam hal ini, kami mencari keseimbangan yang hati-hati. Oleh karena itu, tiap bulan kita harus review. Mempelajari berbagai permintaan barang yang diimpor baik migas maupun non migas," katanya.
Sebagai informasi, peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa.
Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas, sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik.
"Peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia," tulis BI.
Defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.
"Meski demikian, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang,"
Sementara, transaksi modal dan finansial pada kuartal III-2018 mencatat surplus yang cukup besar sebagai cerminan masih tingginya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian domestik.
Transaksi modal dan finansial pada kuartal III-2018 surplus US$ 4,2 miliar. Hal ini didukung oleh meningkatnya aliran masuk investasi langsung. Selain itu, aliran dana asing pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri korporasi juga kembali meningkat.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), Jumat (9/11/2018), posisi defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2018 tercatat sebesar US$ 8,8 miliar atau setara 3,37% dari produk domestik bruto (PDB).
Berbicara usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Sri Mulyani menyebut, membengkaknya CAD memang sebagai konsekuensi menggeliatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Sri Mulyani, defisit situasi perekonomian dunia yang normal, defisit transaksi berjalan sejatinya bukan menjadi persoalan besar karena defisit masih bisa dibiayai dari aliran modal.
"Dalam suasana normal kalau capital flow sudah muncul, sebetulnya tidak ada masalah karena tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi terlau besar," jelasnya.
"Dalam hal ini, kami mencari keseimbangan yang hati-hati. Oleh karena itu, tiap bulan kita harus review. Mempelajari berbagai permintaan barang yang diimpor baik migas maupun non migas," katanya.
Sebagai informasi, peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa.
Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas, sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik.
"Peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia," tulis BI.
Defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.
"Meski demikian, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang,"
Sementara, transaksi modal dan finansial pada kuartal III-2018 mencatat surplus yang cukup besar sebagai cerminan masih tingginya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian domestik.
Transaksi modal dan finansial pada kuartal III-2018 surplus US$ 4,2 miliar. Hal ini didukung oleh meningkatnya aliran masuk investasi langsung. Selain itu, aliran dana asing pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri korporasi juga kembali meningkat.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular