
Asosiasi: Produksi Batu Bara 2019 Flat di 500 Juta Ton
Monica Wareza, CNBC Indonesia
14 November 2018 18:06

Jakarta, CNBC Indonesia- Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyebutkan produksi batu bara nasional tahun depan akan stagnan di level 500-520 juta ton per tahun. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian dari aturan-aturan pemerintah saat ini.
Ketua APBI Pandu Sjahrir mengatakan produksi baru bara nasional tahun ini cukup tinggi hingga 500 juta ton lantaran pemerintah menggenjot produksi batu bara dalam negeri agar bisa menjual lebih banyak untuk ekspor. Selain itu juga untuk mengantisipasi konsumsi PLN yang diperkirakan mencapai 120 juta ton.
"Tahun depan produksi nasional akan 500-520 juta ton karena kepastian soal PKP2B jadi IUPK karena nanti kalau orang investasi bisa saat ada kejelasan itu," kata Pandu di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (14/11).
Selain karena belum adanya kepastian soal perijinan ini, pengusaha dinilai akan menunggu kepastian domestic market obligastion (DMO) yang hingga saat ini settlementnya dinilai masih belum jelas.
"Kalau tidak memenuhi bagaimana, kalau dicut gimana. Jadi saya rasa akan lebih flat, tidak bisa terlalu berkembang cepat (produksinya)," tambah dia.
Lebih lanjut terkait pemenuhan kuota DMO, Pandu menilai tak perlu repot melakukan transfer kuota antar perusahaan. Jika tak memenuhi kuota, lebih baik jika perusahaan membayarkan denda saja kepada negara.
"Dari asosiasi kita bilangnya kalau boleh lah kalau udah selesai kita yang tidak bisa memenuhi DMO kita setorkan saja ke negara, misalanya US$ 2-US$ 3 dolar per ton berapapun angkanya jadi jangan transfer kuota," jelas dia.
(gus) Next Article Penjualan Batu Bara dan Catatan Bagi Kementerian ESDM
Ketua APBI Pandu Sjahrir mengatakan produksi baru bara nasional tahun ini cukup tinggi hingga 500 juta ton lantaran pemerintah menggenjot produksi batu bara dalam negeri agar bisa menjual lebih banyak untuk ekspor. Selain itu juga untuk mengantisipasi konsumsi PLN yang diperkirakan mencapai 120 juta ton.
Selain karena belum adanya kepastian soal perijinan ini, pengusaha dinilai akan menunggu kepastian domestic market obligastion (DMO) yang hingga saat ini settlementnya dinilai masih belum jelas.
"Kalau tidak memenuhi bagaimana, kalau dicut gimana. Jadi saya rasa akan lebih flat, tidak bisa terlalu berkembang cepat (produksinya)," tambah dia.
Lebih lanjut terkait pemenuhan kuota DMO, Pandu menilai tak perlu repot melakukan transfer kuota antar perusahaan. Jika tak memenuhi kuota, lebih baik jika perusahaan membayarkan denda saja kepada negara.
"Dari asosiasi kita bilangnya kalau boleh lah kalau udah selesai kita yang tidak bisa memenuhi DMO kita setorkan saja ke negara, misalanya US$ 2-US$ 3 dolar per ton berapapun angkanya jadi jangan transfer kuota," jelas dia.
(gus) Next Article Penjualan Batu Bara dan Catatan Bagi Kementerian ESDM
Most Popular