
Penjualan Batu Bara dan Catatan Bagi Kementerian ESDM
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
28 August 2018 09:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM mencatat realisasi ekspor batu bara hingga Juni 2018 mencapai 209,6 juta ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 11,8 miliar.
Sementara itu, realisasi untuk alokasi batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) mencapai 61,2 juta ton hingga Juli 2018. Capaian ini meningkat dibandingkan Juni yanh mencapai sebesar 49,7 juta ton.
Adapun, realisasi produksi batu bara hingga Juli telah mencapai 279,6 juta ton dari target tahun ini sebesar 485 juta ton. Dari perolehan tersebut sebanyak 21,8 % sudah dialokasikan untuk DMO.
Dari jumlah DMO tersebut, sebanyak 55,4 juta ton diperuntukan bagi pembangkit listrik dan 5,8 juta ton untuk industri lainnya.
Perolehan DMO tersebut berasal dari 84 perusahaan yang terdiri dari pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) yang memasok DMO.
Pemenuhan DMO ini ada dalam aturan Kepmen ESDM nomor 23 tahun 2018 tentang persentase minimal DMO sebesar 25% dari rencana jumlah produksi. Perusahaan yang tidak memenuhi DMO akan dikenakan sanksi pemotongan produksi tajun 2019 serta pengurangan kuota ekspor.
Sanksi berupa persetujuan tingkat produksi 2019 sebesar 4 kali realisasi DMO 2018. Tapi sanksi belum diberikan karena masih menunggu hingga akhir tahun. Pemenuhan DMO bisa melalui transfer kuota berdasarkan kesepakatan bisnis. Tapi juga harus dilaporkan secara berkala.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR.
Dalam rapat turut pula hadir petinggi dari 10 perusahaan tambang yakni PT Berau Coal, PT Bukit Asam (Tbk), PT Adaro Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Antang Gunung Meratus, PT Karya Bumi Barutama, PT Jorong Barutama Greston, PT Borneo Indobara, dan PT Arutmin Indonesia.
Dalam rapat tersebut ke-10 perusahaan tambang yang hadir juga menyatakan telah memenuhi ketentuan DMO. Bahkan ada yang sudah melampaui ketentuan 25% dari produksi yang diwajibkan pemeringah.
Tak lupa pula, Komisi VII memberikan catatan bagi Kementerian ESDM terkait sektor minerba yang wajib dipenuhi pemerintah.
Pertama, komisi VII DPR RI sepakat bahwa pembatasan harga US$ 70 per ton untuk batu bara tetap berlaku untuk memenuhi kebutuhan PLN, begitu pula dengan kuota 25% DMO yang wajib dipenuhi oleh para perusahaan tambang.
Kedua, komisi mendorong pemerintah untuk menjatuhkan sanksi kepada IUP/pemegang izin tambang yang tidak memenuhi DMO di tahun berikutnya, dengan memotong kuota produksi mereka.
Ketiga, anggota dewan meminta Dirjen Minerba melaporkan soal pajak kontraktor dan sub kontraktor perusahaan pemegang PKP2B dan IUP paling lambat 3 September 2018.
Keempat, dewan yang terhormat meminta Dirjen Minerba menyampaikan data realisasi CSR para perusahaan tambang tahun 2017-2018.
Kelima, seluruh catatan tersebut diminta untuk memberikan jawaban tertulis kepada DPR RI paling lambat 3 September 2018.
(hps/hps) Next Article Volume Penjualan ADRO Flat di 9 Bulan 2018
Sementara itu, realisasi untuk alokasi batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) mencapai 61,2 juta ton hingga Juli 2018. Capaian ini meningkat dibandingkan Juni yanh mencapai sebesar 49,7 juta ton.
Adapun, realisasi produksi batu bara hingga Juli telah mencapai 279,6 juta ton dari target tahun ini sebesar 485 juta ton. Dari perolehan tersebut sebanyak 21,8 % sudah dialokasikan untuk DMO.
Perolehan DMO tersebut berasal dari 84 perusahaan yang terdiri dari pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) yang memasok DMO.
Pemenuhan DMO ini ada dalam aturan Kepmen ESDM nomor 23 tahun 2018 tentang persentase minimal DMO sebesar 25% dari rencana jumlah produksi. Perusahaan yang tidak memenuhi DMO akan dikenakan sanksi pemotongan produksi tajun 2019 serta pengurangan kuota ekspor.
Sanksi berupa persetujuan tingkat produksi 2019 sebesar 4 kali realisasi DMO 2018. Tapi sanksi belum diberikan karena masih menunggu hingga akhir tahun. Pemenuhan DMO bisa melalui transfer kuota berdasarkan kesepakatan bisnis. Tapi juga harus dilaporkan secara berkala.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR.
Dalam rapat turut pula hadir petinggi dari 10 perusahaan tambang yakni PT Berau Coal, PT Bukit Asam (Tbk), PT Adaro Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Antang Gunung Meratus, PT Karya Bumi Barutama, PT Jorong Barutama Greston, PT Borneo Indobara, dan PT Arutmin Indonesia.
Dalam rapat tersebut ke-10 perusahaan tambang yang hadir juga menyatakan telah memenuhi ketentuan DMO. Bahkan ada yang sudah melampaui ketentuan 25% dari produksi yang diwajibkan pemeringah.
Tak lupa pula, Komisi VII memberikan catatan bagi Kementerian ESDM terkait sektor minerba yang wajib dipenuhi pemerintah.
Pertama, komisi VII DPR RI sepakat bahwa pembatasan harga US$ 70 per ton untuk batu bara tetap berlaku untuk memenuhi kebutuhan PLN, begitu pula dengan kuota 25% DMO yang wajib dipenuhi oleh para perusahaan tambang.
Kedua, komisi mendorong pemerintah untuk menjatuhkan sanksi kepada IUP/pemegang izin tambang yang tidak memenuhi DMO di tahun berikutnya, dengan memotong kuota produksi mereka.
Ketiga, anggota dewan meminta Dirjen Minerba melaporkan soal pajak kontraktor dan sub kontraktor perusahaan pemegang PKP2B dan IUP paling lambat 3 September 2018.
Keempat, dewan yang terhormat meminta Dirjen Minerba menyampaikan data realisasi CSR para perusahaan tambang tahun 2017-2018.
Kelima, seluruh catatan tersebut diminta untuk memberikan jawaban tertulis kepada DPR RI paling lambat 3 September 2018.
(hps/hps) Next Article Volume Penjualan ADRO Flat di 9 Bulan 2018
Most Popular