
Inpeksi Lingkungan China Selesai, Harga Batu Bara Turun Lagi
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
14 November 2018 12:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle terkoreksi 0,05% ke US$ 105,85/ Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Selasa (13/11/2018). Dengan pergerakan itu, harga batu bara sudah melemah secara 2 hari beruntun sejak awal pekan ini.
Sentimen yang menekan harga si batu hitam kemarin datang dari konsumsi yang masih lemah meski musim dingin sudah datang melanda dataran China. Selain itu, berakhirnya inspeksi lingkungan di Negeri Panda juga menjadi pemberat tambahan.
Pekan lalu, pelaku pasar berekspektasi permintaan impor China akan terangkat, seiring musim dingin yang akhirnya tiba di Negeri Tirai Bambu. Melansir data dari National Meterological Center di awal pekan lalu, temperatur di China bagian utara (termasuk kota-kota besar seperti Beijing, Hebei, dan Shanxi) jatuh ke bawah 0 derajat Cesius.
Sebagai informasi, batu bara termal memang masih menjadi sumber energi utama bagi pembangkit listrik di China. Datangnya musim dingin lantas menjadi sentimen bahwa konsumsi batu bara di China (khususnya di sektor pembangkit listrik) memang akan menanjak naik. Pasalnya, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan akan meningkat.
Meski demikian, ekspektasi tersebut nampaknya belum jadi kenyataan. Mengutip China Coal Transport & Distribution, konsumsi batu bara di China bagian tengah dan selatan masih cukup lambat.
BACA: Konsumsi Masih Rendah di Musim Dingin, Harga Batu Bara Loyo
Hal ini dipertegas dengan stok batu bara yang memang masih berada di level yang tinggi. Menurut data China Coal Resource, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China meningkat dalam 5 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 0,59% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,06 juta ton, per akhir pekan lalu.
Dengan tingginya tingkat stok batu bara tersebut, lantas investor mengekspektasikan bahwa permintaan impor batu bara Beijing masih akan lesu. Istilahnya, kebutuhan batu bara di China masih akan tercukupi oleh melimpahnya stok saat ini. Hal ini lantas menghambat penguatan harga batu bara.
Terlebih, ada sentimen lain diekspektasikan menambah stok batu bara China lebih lanjut. Inspeksi lingkungan yang dilaksanakan pada sejumlah sentra produksi batu bara sejak akhir Oktober 2018 lalu, akan segera berakhir.
Dengan berakhirnya inspeksi tersebut, otomatis produksi batu bara domestik di Negeri Panda akan pulih. Dengan kata lain, pasokan batu bara di dalam negeri pun akan makin membuncah. Hal ini lantas menekan harga batu bara lebih jauh pada perdagangan kemarin.
Sebagai informasi, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 metrik ton pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global.
Ketika permintaan impor China diekspektasikan melambat, maka akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Sentimen yang menekan harga si batu hitam kemarin datang dari konsumsi yang masih lemah meski musim dingin sudah datang melanda dataran China. Selain itu, berakhirnya inspeksi lingkungan di Negeri Panda juga menjadi pemberat tambahan.
Pekan lalu, pelaku pasar berekspektasi permintaan impor China akan terangkat, seiring musim dingin yang akhirnya tiba di Negeri Tirai Bambu. Melansir data dari National Meterological Center di awal pekan lalu, temperatur di China bagian utara (termasuk kota-kota besar seperti Beijing, Hebei, dan Shanxi) jatuh ke bawah 0 derajat Cesius.
Meski demikian, ekspektasi tersebut nampaknya belum jadi kenyataan. Mengutip China Coal Transport & Distribution, konsumsi batu bara di China bagian tengah dan selatan masih cukup lambat.
BACA: Konsumsi Masih Rendah di Musim Dingin, Harga Batu Bara Loyo
Hal ini dipertegas dengan stok batu bara yang memang masih berada di level yang tinggi. Menurut data China Coal Resource, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China meningkat dalam 5 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 0,59% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,06 juta ton, per akhir pekan lalu.
Dengan tingginya tingkat stok batu bara tersebut, lantas investor mengekspektasikan bahwa permintaan impor batu bara Beijing masih akan lesu. Istilahnya, kebutuhan batu bara di China masih akan tercukupi oleh melimpahnya stok saat ini. Hal ini lantas menghambat penguatan harga batu bara.
Terlebih, ada sentimen lain diekspektasikan menambah stok batu bara China lebih lanjut. Inspeksi lingkungan yang dilaksanakan pada sejumlah sentra produksi batu bara sejak akhir Oktober 2018 lalu, akan segera berakhir.
Dengan berakhirnya inspeksi tersebut, otomatis produksi batu bara domestik di Negeri Panda akan pulih. Dengan kata lain, pasokan batu bara di dalam negeri pun akan makin membuncah. Hal ini lantas menekan harga batu bara lebih jauh pada perdagangan kemarin.
Sebagai informasi, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 metrik ton pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global.
Ketika permintaan impor China diekspektasikan melambat, maka akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular